25 C
Medan
Saturday, November 23, 2024
spot_img

Penjahat Seksual Disuntik Kebiri Tiga Bulan Sekali

Suntik kebiri-Ilustrasi
Suntik kebiri-Ilustrasi

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Pemerintah jalan terus meski polemik soal perpu pemberatan dan tambahan hukuman pelaku kekerasan seksual makin lantang disuarakan. Dalam waktu dekat, aturan turunan soal teknis hukuman kebibir dan lainnya pun siap digodog untuk memantapkan revisi Undang-undang perlindungan anak ini. Bahkan, sudah ada sedikit gambaran soal penerapan hukuman kebiri nanti.

Deputi Bidang Koordinasi Perlindungan Perempuan dan Anak Kemenko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Sujatmiko menyampaikan, hukuman kebiri diberikan melalui suntikan. Dalam satu kali suntik, efeknya bisa muncul sampai 3 bulan.

Oleh karenanya, penerima hukuman wajib datang untuk disuntik kembali. Lamanya, sesuai dengan vonis hakim saat vonis hukuman pokoknya. Dalam perpu sendiri disebutkan bila hukuman ini diberikan tidak permanen, maksimal hanya dua tahun.

”Hukuman kebiri ini bukan berarti memotng alat vital pelaku ya. Di sini kami masih memperhatikan hak asasi manusia. Tidak permanen. Teknisnya akan dijabarkan dalam PP,” tutur Sujatmiko pada pers di Kantor Kemenko PMK, Jakarta, kemarin (26/5).

Dia melanjutkan, sebelum eksekusi nanti, pelaku dipastikan mendapat pendampingan. Tugas pendamping adalah untuk memberikan pengawasan dan pendampingan terkait dampak suntik kebiri ini. Sehingga dampak negatif bisa diminimalisir. Ada ahli jiwa dan kesehatan yang akan ditugaskan melakukan hal tersebut.

”Kebiri dibarengi dengan rehabilitasi juga. Jangan sampai suntikan kimia nanti tidak menimbulkan dampak lain selain menurunkan libidonya,” ungkapnya.

Meski garis besar teknis tambahan hukuman ini sudah jelas, namun masalah eksekutor hingga kini masih belum clear. Dalam Perpu sendiri, hanya disebutkan bahwa pelaksana dilakukan dengan pengawasan kementerian terkait, yakni kementerian bidang hukum, sosial dan kesehatan.

Sujatmiko sendiri pun masih belum dapat memberikan jawaban pasti. Dia mengatakan, hal ini akan diputuskan dalam perumusan aturan turunan dari Perpu perubahan kedua atas undang-undang 23/2002 tentang perlindungan anak.

”Yang jelas tenaga profesional medis. Nanti kita putuskan,” tutur mantan duta besar Indonesia untuk Sudan itu.

Disadari olehnya, masih ada pro kontra dari tenaga medis terkait hal ini. Masalah kode etik dan kekhawatiran soal adanya tuntutan hukum atas tindakan tersebut jadi latar belakang utama. Karenanya, dalam PP nanti, payung hukum juga disiapkan untuk memberikan perlindungan.

”Kita pikirkan tentu saja. Bagaimana nanti jalan terbaiknya untuk menghindari hal tersebut (tuntutan hukum, red),” sambungnya.

Untuk memastikan pelaku tak mengulangi perbuatannya, mereka akan dipasang alat deteksi elektronik berupa chip. Ada dua opsi untuk alat deteksi ini. Pertama ditanam dan kedua dipasang pada gelang yang wajib dipakai.

Sementara itu, Perppu Tentang perubahan kedua UU Perlindungan Anak tidak bisa diberlakukan untuk kasus-kasus yang baru terungkap. Kasus-kasus predator seksual yang terungkap belakangan ini masih akan mengacu aturan lama. Penyidik diharapkan betul-betul bisa memahami Perppu tersebut.

Perppu nomor 1 Tahun 2016 itu ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 25 Mei lalu. Artinya, Perppu hanya bisa diberlakukan untuk kasus-kasus yang akan terjadi kemudian. ’’Itu tidak berlaku untuk kasus Yuyun,’’ ujar Guru Besar Hukum Pidana Universitas Padjajaran Prof Romli Atmasasmita saat berbincang dengan Jawa Pos kemarin (26/5).

Dia menjelaskan, Perppu tersebut mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Dalam aturan hukum, yang berlaku adalah tempus delicti alias waktu kejadian. Kasus-kasus seperti yang terjadi di Bengkulu maupun Surabaya tidak bisa menggunakan Perppu itu sebagai dasar penyidikan. ’’Perkosaan terjadi pada tanggal sebelum 25 Mei itu,’’ lanjutnya.

Bagi Romli, yang terpenting saat ini adalah para penyidik harus diberi sosialisasi dan pemahaman terlebih dahulu. Sehingga, tidak sampai keliru dalam menyidik. Jangan sampai kasus-kasus yang terungkap setelah tanggal 25 Mei langsung menggunakan Perppu. Sebab, belum tentu kasus tersebut terjadi setelah 25 Mei.

Suntik kebiri-Ilustrasi
Suntik kebiri-Ilustrasi

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Pemerintah jalan terus meski polemik soal perpu pemberatan dan tambahan hukuman pelaku kekerasan seksual makin lantang disuarakan. Dalam waktu dekat, aturan turunan soal teknis hukuman kebibir dan lainnya pun siap digodog untuk memantapkan revisi Undang-undang perlindungan anak ini. Bahkan, sudah ada sedikit gambaran soal penerapan hukuman kebiri nanti.

Deputi Bidang Koordinasi Perlindungan Perempuan dan Anak Kemenko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Sujatmiko menyampaikan, hukuman kebiri diberikan melalui suntikan. Dalam satu kali suntik, efeknya bisa muncul sampai 3 bulan.

Oleh karenanya, penerima hukuman wajib datang untuk disuntik kembali. Lamanya, sesuai dengan vonis hakim saat vonis hukuman pokoknya. Dalam perpu sendiri disebutkan bila hukuman ini diberikan tidak permanen, maksimal hanya dua tahun.

”Hukuman kebiri ini bukan berarti memotng alat vital pelaku ya. Di sini kami masih memperhatikan hak asasi manusia. Tidak permanen. Teknisnya akan dijabarkan dalam PP,” tutur Sujatmiko pada pers di Kantor Kemenko PMK, Jakarta, kemarin (26/5).

Dia melanjutkan, sebelum eksekusi nanti, pelaku dipastikan mendapat pendampingan. Tugas pendamping adalah untuk memberikan pengawasan dan pendampingan terkait dampak suntik kebiri ini. Sehingga dampak negatif bisa diminimalisir. Ada ahli jiwa dan kesehatan yang akan ditugaskan melakukan hal tersebut.

”Kebiri dibarengi dengan rehabilitasi juga. Jangan sampai suntikan kimia nanti tidak menimbulkan dampak lain selain menurunkan libidonya,” ungkapnya.

Meski garis besar teknis tambahan hukuman ini sudah jelas, namun masalah eksekutor hingga kini masih belum clear. Dalam Perpu sendiri, hanya disebutkan bahwa pelaksana dilakukan dengan pengawasan kementerian terkait, yakni kementerian bidang hukum, sosial dan kesehatan.

Sujatmiko sendiri pun masih belum dapat memberikan jawaban pasti. Dia mengatakan, hal ini akan diputuskan dalam perumusan aturan turunan dari Perpu perubahan kedua atas undang-undang 23/2002 tentang perlindungan anak.

”Yang jelas tenaga profesional medis. Nanti kita putuskan,” tutur mantan duta besar Indonesia untuk Sudan itu.

Disadari olehnya, masih ada pro kontra dari tenaga medis terkait hal ini. Masalah kode etik dan kekhawatiran soal adanya tuntutan hukum atas tindakan tersebut jadi latar belakang utama. Karenanya, dalam PP nanti, payung hukum juga disiapkan untuk memberikan perlindungan.

”Kita pikirkan tentu saja. Bagaimana nanti jalan terbaiknya untuk menghindari hal tersebut (tuntutan hukum, red),” sambungnya.

Untuk memastikan pelaku tak mengulangi perbuatannya, mereka akan dipasang alat deteksi elektronik berupa chip. Ada dua opsi untuk alat deteksi ini. Pertama ditanam dan kedua dipasang pada gelang yang wajib dipakai.

Sementara itu, Perppu Tentang perubahan kedua UU Perlindungan Anak tidak bisa diberlakukan untuk kasus-kasus yang baru terungkap. Kasus-kasus predator seksual yang terungkap belakangan ini masih akan mengacu aturan lama. Penyidik diharapkan betul-betul bisa memahami Perppu tersebut.

Perppu nomor 1 Tahun 2016 itu ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 25 Mei lalu. Artinya, Perppu hanya bisa diberlakukan untuk kasus-kasus yang akan terjadi kemudian. ’’Itu tidak berlaku untuk kasus Yuyun,’’ ujar Guru Besar Hukum Pidana Universitas Padjajaran Prof Romli Atmasasmita saat berbincang dengan Jawa Pos kemarin (26/5).

Dia menjelaskan, Perppu tersebut mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Dalam aturan hukum, yang berlaku adalah tempus delicti alias waktu kejadian. Kasus-kasus seperti yang terjadi di Bengkulu maupun Surabaya tidak bisa menggunakan Perppu itu sebagai dasar penyidikan. ’’Perkosaan terjadi pada tanggal sebelum 25 Mei itu,’’ lanjutnya.

Bagi Romli, yang terpenting saat ini adalah para penyidik harus diberi sosialisasi dan pemahaman terlebih dahulu. Sehingga, tidak sampai keliru dalam menyidik. Jangan sampai kasus-kasus yang terungkap setelah tanggal 25 Mei langsung menggunakan Perppu. Sebab, belum tentu kasus tersebut terjadi setelah 25 Mei.

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/