31.8 C
Medan
Sunday, May 5, 2024

Oww… Kriminolog Tolak Kebiri, Ini Alasannya

Hukuman Kebiri-Ilustrasi
Hukuman Kebiri-Ilustrasi

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Kriminolog Adrianus Meliala tak setuju dengan keputusan Presiden Jokowi menandatangani Perppu Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Menurut Adrianus, para kriminolog berpandangan bahwa yang salah pada pelaku kejahatan seksual adalah pikiran atau otaknya, bukan biologisnya.

“Sehingga yang perlu dihukum adalah otak atau pikirannya, bukan biologisnya. Biologis hanya memenuhi perintah otak. Jadi kenapa diberi hukuman biologis? Kan yang ngeres otaknya,” ujar Adrianus, kemarin.

Dengan menjalankan hukuman kebiri, kata dia, pemerintah jadi harus memikirkan lebih banyak hal tentang teknis pelaksanaan hukuman itu seperti yang berkenaan dengan dana, teknis menyuntik, penyediaan dan pembelian bahan kimia, pemasangan cip di tubuh pelaku, dan lain-lain.

“Saya tidak terbayang bagaimana sulit teknisnya nanti. Indonesia kan sangat luas dan tidak semuanya seperti Jakarta. Banyak tempat terpencil yang jauh dari fasilitas kesehatan namun kejahatan terjadi di mana-mana. Kejahatan seksual kan juga banyak terjadi di wilayah-wilayah terpencil,” kata Adrianus.

Apalagi, ujarnya, negara tengah melakukan efisiensi anggaran dengan memangkas dana di beberapa sektor seperti pendidikan dan pembangunan infrastruktur.

“Maka akan jadi rusuh (jika hukuman kebiri diterapkan), karena ada pos anggaran baru,” ujar Adrianus.

Ia berpendapat, pemberian alat kimia ke dalam tubuh pelaku, melakukan monitoring secara berkala, dan teknis lainnya adalah kebijakan yang hanya terdengar bagus jika dipaparkan di bangku perkuliahan, namun sangat sulit diterapkan secara langsung di lapangan.

Komisioner Ombudsman Republik Indonesia ini menilai, hukuman yang paling cocok untuk pelaku kejahatan seksual adalah hukuman inkapasitasi (pemenjaraan), karena dunia saat ini telah menjauhi hukuman yang bersifat intrusif seperti menanamkan benda asing ke dalam tubuh seseorang.

“Dibandingkan kebiri, masih jauh lebih baik inkapasitasi, pengurungan,” kata Adrianus.

Ia mengatakan pembinaan, pelatihan, konseling, dan terapi kepada pelaku kejahatan seksual tetap harus diberikan secara kontinyu setelah si penjahat keluar dari penjara, pun meski dia sudah bisa mengendalikan syahwatnya.

“Selama ini mereka (pelaku kejahatan seksual) tidak diberi konseling dan terapi ketika dikurung di lembaga pemasyarakatan. LP hanyalah lembaga inkapasitasi orang, karena mereka tidak ada dana untuk memberikan terapi. Pemerintah hanya bisa menahan orang,” kata dosen Departemen Kriminologi Universitas Indonesia itu.

Adrianus mengatakan, seharusnya pemerintah juga mempertimbangkan rentang waktu kasus-kasus kejahatan seksual, sehingga tidak hanya memainkan kartu kebijakan yang bernuansa hukuman.

“Karena (kebijakan soal pemberian hukuman) itu sebenarnya paling akhir. Jadi itu seakan membenarkan dugaan orang bahwa kita ini mengesahkan Perppu karena panik, bukan karena telah mempertimbangkan kebijakan ini secara matang,” katanya. (jpnn

Hukuman Kebiri-Ilustrasi
Hukuman Kebiri-Ilustrasi

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Kriminolog Adrianus Meliala tak setuju dengan keputusan Presiden Jokowi menandatangani Perppu Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Menurut Adrianus, para kriminolog berpandangan bahwa yang salah pada pelaku kejahatan seksual adalah pikiran atau otaknya, bukan biologisnya.

“Sehingga yang perlu dihukum adalah otak atau pikirannya, bukan biologisnya. Biologis hanya memenuhi perintah otak. Jadi kenapa diberi hukuman biologis? Kan yang ngeres otaknya,” ujar Adrianus, kemarin.

Dengan menjalankan hukuman kebiri, kata dia, pemerintah jadi harus memikirkan lebih banyak hal tentang teknis pelaksanaan hukuman itu seperti yang berkenaan dengan dana, teknis menyuntik, penyediaan dan pembelian bahan kimia, pemasangan cip di tubuh pelaku, dan lain-lain.

“Saya tidak terbayang bagaimana sulit teknisnya nanti. Indonesia kan sangat luas dan tidak semuanya seperti Jakarta. Banyak tempat terpencil yang jauh dari fasilitas kesehatan namun kejahatan terjadi di mana-mana. Kejahatan seksual kan juga banyak terjadi di wilayah-wilayah terpencil,” kata Adrianus.

Apalagi, ujarnya, negara tengah melakukan efisiensi anggaran dengan memangkas dana di beberapa sektor seperti pendidikan dan pembangunan infrastruktur.

“Maka akan jadi rusuh (jika hukuman kebiri diterapkan), karena ada pos anggaran baru,” ujar Adrianus.

Ia berpendapat, pemberian alat kimia ke dalam tubuh pelaku, melakukan monitoring secara berkala, dan teknis lainnya adalah kebijakan yang hanya terdengar bagus jika dipaparkan di bangku perkuliahan, namun sangat sulit diterapkan secara langsung di lapangan.

Komisioner Ombudsman Republik Indonesia ini menilai, hukuman yang paling cocok untuk pelaku kejahatan seksual adalah hukuman inkapasitasi (pemenjaraan), karena dunia saat ini telah menjauhi hukuman yang bersifat intrusif seperti menanamkan benda asing ke dalam tubuh seseorang.

“Dibandingkan kebiri, masih jauh lebih baik inkapasitasi, pengurungan,” kata Adrianus.

Ia mengatakan pembinaan, pelatihan, konseling, dan terapi kepada pelaku kejahatan seksual tetap harus diberikan secara kontinyu setelah si penjahat keluar dari penjara, pun meski dia sudah bisa mengendalikan syahwatnya.

“Selama ini mereka (pelaku kejahatan seksual) tidak diberi konseling dan terapi ketika dikurung di lembaga pemasyarakatan. LP hanyalah lembaga inkapasitasi orang, karena mereka tidak ada dana untuk memberikan terapi. Pemerintah hanya bisa menahan orang,” kata dosen Departemen Kriminologi Universitas Indonesia itu.

Adrianus mengatakan, seharusnya pemerintah juga mempertimbangkan rentang waktu kasus-kasus kejahatan seksual, sehingga tidak hanya memainkan kartu kebijakan yang bernuansa hukuman.

“Karena (kebijakan soal pemberian hukuman) itu sebenarnya paling akhir. Jadi itu seakan membenarkan dugaan orang bahwa kita ini mengesahkan Perppu karena panik, bukan karena telah mempertimbangkan kebijakan ini secara matang,” katanya. (jpnn

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/