26.7 C
Medan
Sunday, May 19, 2024

Hak tak Diberi, Eks Purek Unika Gugat Atasan

Hukum-Ilustrasi
Hukum-Ilustrasi

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kecewa tak mendapatkan hak, eks Pembantu Rektor Universitas Katolik (Unika), Dr Sahat Simbolon SE, MSi, gugat atasan dan yayasan tempatnya bekerja.

Kepada majelis hakim, dirinya menuntut agar tergugat membayar kerugian materil dan immateril Rp1 miliar lebih.

Dalam gugatan yang diajukan ke Pengadilan Negeri (PN) Medan, dengan nomor register 202/PDT.G/2015/PN.Mdn disebutkan, tergugat I adalah Rektor Unika Dr Hieronymus Simorangkir. Sedangkan tergugat II, pengurus yayasan Santo Thomas Medan.

Menurut Dr Sahat Simbolon SE, Msi, Senin (27/4), para tergugat digugat ke pengadilan karena tidak menjalankan kewajibannya sesuai peraturan yayasan yang berlaku, maupun dalam ketentutan UU RI No 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen.

“Kewajiban yang tidak dijalankan adalah tidak memberikan hak saya,” ungkapnya.

Dr Sahat menjelaskan, tidak diberikannya haknya sesuai ketentuan, berawal ketika dirinya menjalani studi Strata 3 di Universitas Pasundan Bandung.

Dimana sebelum berangkat menjalani studi, terang Dr Sahat, dirinya yang menjabat sebagai PR, meminta izin kepada Rektor Unika sebelumnya P Elias S Sembiring.

“Lalu tindaklanjutnya, rektor menerbitkan surat keterangan rektor bernomor: 1515/UKS/G.35/11,10 tanggal 19 November 2010 yang ditandatangani oleh rektor P Elias S Sembiring yang ditujukan kepada pengurus yayasan Santo Thomas Medan. Selanjutnya pihak yayasan menerbitkan surat bernomor 0224/YST/G.35/01.11, tertanggal 14 Januari 2011. Dengan begitu sudah jelas saya telah mendapatkan izin untuk tugas belajar selama 3 tahun. Dengan surat izin tugas belajar dengan nmr 1515a/UKS/G.35/11.10 tanggal 19 November 2010,” bebernya.

Dengan adanya surat izin tersebut, sambungnya, maka dirinya juga mendapatkan hak-hak dan kewajiban yang menurut Peraturan Pokok Kepegawaian (PPK) Yayasan Santo Thomas Medan, mendapat perlakukan seperti seluruh pegawai tetap yang berada di dalam naungan yayasan.

Namun, setelah terjadi pergantian rektor, tepatnya pada tahun 2012, ingat Dr Sahat, ketidak harmonisan pun terjadi.

Setelah rektor yang baru menjabat (Dr Hieronymus-red), bilangnya, dirinya sempat dituduh telah menyadap telepon.

“Saya dipanggil rektor ke ruangannya. Lalu saya dituduh telah menyadap teleponnya. Banyak kejadian semenjak ia menjabat. Saya menjadi tidak harmonis lagi dengan dia,” terangnya.

Parahnya lagi, sambungnya, tergugat I dan II juga tidak memberikan ganti rugi atas biaya studi lanjut Program Doktor Ilmu Manajemen yang sudah didahulukannya.

Bukaan hanya biaya studi, rinci Dr Sahat, tunjangan penghargaan atas pendidikan strata 3, hak anggota sebagai senat uiversitas dan pendapatan lainnya juga tidak diperolehnya.

“Bila ditotal semuanya itu berkisar Rp 56.573.600 ditambah dengan biaya kuliah saya selama tiga tahun yakni Rp 491.500.000. Itu kerugian materil. Kalau Immaterilnya, karena saya sudah malu di keluarga dan lingkungan kampus, saya menuntut ganti rugi sebesar Rp 1 miliar,” ucapnya menerangkan tuntutan yang diajukan kepada majelis hakim agar dikabulkan.

Atas gugatan Dr Sahat, Rektor Unika Dr Hieronymus Simorangkir ketika dihubungi via seluler untuk dikonfirmasi, tak menjawab. Meskipun selulernya aktif, namun Dr Hieronymus tak mengangkatnya. Ketika di-SMS, dirinya juga tidak menjawab. (bay/rul)

Hukum-Ilustrasi
Hukum-Ilustrasi

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kecewa tak mendapatkan hak, eks Pembantu Rektor Universitas Katolik (Unika), Dr Sahat Simbolon SE, MSi, gugat atasan dan yayasan tempatnya bekerja.

Kepada majelis hakim, dirinya menuntut agar tergugat membayar kerugian materil dan immateril Rp1 miliar lebih.

Dalam gugatan yang diajukan ke Pengadilan Negeri (PN) Medan, dengan nomor register 202/PDT.G/2015/PN.Mdn disebutkan, tergugat I adalah Rektor Unika Dr Hieronymus Simorangkir. Sedangkan tergugat II, pengurus yayasan Santo Thomas Medan.

Menurut Dr Sahat Simbolon SE, Msi, Senin (27/4), para tergugat digugat ke pengadilan karena tidak menjalankan kewajibannya sesuai peraturan yayasan yang berlaku, maupun dalam ketentutan UU RI No 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen.

“Kewajiban yang tidak dijalankan adalah tidak memberikan hak saya,” ungkapnya.

Dr Sahat menjelaskan, tidak diberikannya haknya sesuai ketentuan, berawal ketika dirinya menjalani studi Strata 3 di Universitas Pasundan Bandung.

Dimana sebelum berangkat menjalani studi, terang Dr Sahat, dirinya yang menjabat sebagai PR, meminta izin kepada Rektor Unika sebelumnya P Elias S Sembiring.

“Lalu tindaklanjutnya, rektor menerbitkan surat keterangan rektor bernomor: 1515/UKS/G.35/11,10 tanggal 19 November 2010 yang ditandatangani oleh rektor P Elias S Sembiring yang ditujukan kepada pengurus yayasan Santo Thomas Medan. Selanjutnya pihak yayasan menerbitkan surat bernomor 0224/YST/G.35/01.11, tertanggal 14 Januari 2011. Dengan begitu sudah jelas saya telah mendapatkan izin untuk tugas belajar selama 3 tahun. Dengan surat izin tugas belajar dengan nmr 1515a/UKS/G.35/11.10 tanggal 19 November 2010,” bebernya.

Dengan adanya surat izin tersebut, sambungnya, maka dirinya juga mendapatkan hak-hak dan kewajiban yang menurut Peraturan Pokok Kepegawaian (PPK) Yayasan Santo Thomas Medan, mendapat perlakukan seperti seluruh pegawai tetap yang berada di dalam naungan yayasan.

Namun, setelah terjadi pergantian rektor, tepatnya pada tahun 2012, ingat Dr Sahat, ketidak harmonisan pun terjadi.

Setelah rektor yang baru menjabat (Dr Hieronymus-red), bilangnya, dirinya sempat dituduh telah menyadap telepon.

“Saya dipanggil rektor ke ruangannya. Lalu saya dituduh telah menyadap teleponnya. Banyak kejadian semenjak ia menjabat. Saya menjadi tidak harmonis lagi dengan dia,” terangnya.

Parahnya lagi, sambungnya, tergugat I dan II juga tidak memberikan ganti rugi atas biaya studi lanjut Program Doktor Ilmu Manajemen yang sudah didahulukannya.

Bukaan hanya biaya studi, rinci Dr Sahat, tunjangan penghargaan atas pendidikan strata 3, hak anggota sebagai senat uiversitas dan pendapatan lainnya juga tidak diperolehnya.

“Bila ditotal semuanya itu berkisar Rp 56.573.600 ditambah dengan biaya kuliah saya selama tiga tahun yakni Rp 491.500.000. Itu kerugian materil. Kalau Immaterilnya, karena saya sudah malu di keluarga dan lingkungan kampus, saya menuntut ganti rugi sebesar Rp 1 miliar,” ucapnya menerangkan tuntutan yang diajukan kepada majelis hakim agar dikabulkan.

Atas gugatan Dr Sahat, Rektor Unika Dr Hieronymus Simorangkir ketika dihubungi via seluler untuk dikonfirmasi, tak menjawab. Meskipun selulernya aktif, namun Dr Hieronymus tak mengangkatnya. Ketika di-SMS, dirinya juga tidak menjawab. (bay/rul)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/