ASAHAN, SUMUTPOS.CO – Dunia pendidikan kembali geger. Setelah kasus pelecehan seks di TK Jakarta International School (JIS) terungkap. Kali ini giliran Norman Napitupulu (52) guru bejat yang mengajar di SD Negeri Pulau Rakyat Pekan, Asahan yang bikin gempar. Dengan iming-iming nilai bagus, pria beristri 3 itu berhasil menyodomi 6 orang muridnya. Ironisnya, perbuatan serupa sudah pernah dilakukan pelaku tahun 2006 lalu.
Kasus ini terungkap saat Norman menjabat sebagai wali kelas 5 di SD tersebut. Para murid yang jadi korban pelaku rata-rata berusia 9-10 tahun yang duduk di bangku kelas V dan VI. NN yakni WN, DB, WH, IW, AR dan RK adalah nama inisial nama para korban yang hingga kemarin masih mengalami trauma itu.
Hal ini dikatakan Margono, Ketua Komite SD Pulau Rakyat Pekan, saat ditemui kru koran ini, Jumat (25/4) lalu. “Tahun 2006 lalu, Norman sudah buat surat pernyataan tidak akan mengulangi perbuatan tak senonoh terhadap muridnya. Pernyataan itu dibuat di atas kertas meterai dan kasusnya saat itu tidak mencuat ke permukaan. Tapi sekarang malah terulang kembali,” kesal Margono.
Kasus kali kedua ini terungkap saat Margono dipanggil Kepala Sekolah, Nurjanah S.Pd pada Jumat (28/3) lalu. “Saya diminta hadir oleh kepala sekolah di salah satu warung di Desa Pulau Rakyat Pekan, karena ada permasalahan yang menimpa Norman,” ungkap Margono.
Lanjut Margono, setibanya di warung tersebut dirinya mendapati kepala sekolah, kepala desa setempat bernama Suyadi dan tiga orang yang saat itu mengaku sebagai awak media dan LSM. “Pembicaraan terfokus terhadap tindakan yang dilakukan Norman yang kembali menyodomi enam muridnya. Karena saat itu Norman tak ada ditempat, maka saya minta agar yang bersangkutan serta pihak – pihak terkait dihadirkan untuk didengar keterangannya dan pertemuan dipindahkan ke Kantor Balai Desa,” kenang Margono.
Sebagai ketua Komite, Margono mengaku berkepentingan mendengarkan keterangan Norman. “Awalnya yang bersangkutan berbelit-belit. Namun setelah didesak, Norman akhirnya mengaku telah khilaf,” kesalnya.
Berdasarkan pengakuan Norman, maka dibuat semacam notulen hasil musyawarah yang isinya pengakuan Norman telah menyodomi ke enam korban. Pengakuan Norman di hadapan kepala sekolah, ketua komite, kepala desa, dua perwakilan murid serta orang tua wali yang menjadi korban juga disaksikan oleh oknum wartawan dan LSM.
“Hasil musyawarah yang sudah ditandatangani oleh pihak-pihak yang hadir kemudian di tembuskan ke Ka.UPT Dinas Pendidikan, Kec. Pulau Rakyat dan ke Dinas Pendidikan Kab. Asahan, Kepala Desa Pulau Rakyat Pekan termasuk kepada dirinya,” papar Margono.
Margono sendiri mengetahui jika Norman pernah melakukan perbuatan yang sama setelah melihat lampiran surat hasil musyawarah yang akan dikirimkan. “Kaget saya, ternyata ada perjanjian tidak akan mengulangi perbuatan sama dan siap diproses hukum jika mengulangi perbuatnnya,” ujarnya.
Terpisah Nurjanah S.Pd Kepala Sekolah ketika dikonfirmasi di kantornya terkesan menutup nutupi permasalahan yang ada. “Kasus ini yang membongkar wartawan. Coba tanya saja sama mereka, karena mereka telah mewawancarai murid yang jadi korban serta guru yang bersangkutan,” dalihnya seraya mengaku tak tau apa itu sodomi.
Sikap buang badan juga ditunjukkan Nurjanah dengan melimpahkan semua permasalahan ke wali kelas (Norman-red). “Semua tanggung jawab siswa saya limpahkan sepenuhnya pada guru kelas, kecuali untuk kelas VI. Saya tidak tau alamat tinggal serta nama orangtua walinya, jadi coba hubungi saja si Norman,” katanya.
Terpisah, Kepala UPT Dinas Pendidikan Kec. Pulau Rakyat, H Ahmad Riduan Hasibuan yang sebelumnya enggan berkomentar akhirnya mengatakan akibat tindakan itu, untuk sementara ini Norman tak diperkenankan mengajar. Selain itu, karena usia yang bersangkutan sudah di atas 50 tahun dan tidak bisa pindah ke struktural maka yang bersangkutan akan diusul pensiun, katanya.
Ketua Lembaga Progressive Peduli Pendidikan ( LP3) Asahan Anda S Rambe kepada awak koran mengaku sangat menyayangkan sikap beberapa pihak yang terlibat dalam musyawarah pada tanggal 28 Maret lalu di Kantor Kepala Desa Pulau Rakyat Pekan.
“Mengapa mereka menganggap kasus ini sepele, terlebih jika yang bersangkutan perna melakukan perbuatan serupa beberapa tahun sebelumnya,” kesal Rambe. Lambatnya sikap Dinas Pendidikan Kab. Asahan dalam menindak lanjuti kasus ini, juga sangat disanyangkan Rambe.
“Kepala Dinas Pendidikan Kab. Asahan seharusnya cepat mengambil langkah – langka. Mengapa kasus ini seperti didiamkan, korbannya masih anak – anak, bagaimana jika mereka mengalami trauma secara psikis,” tandasnya seraya meminta Pemkab Asahan mengevaluasi Dinas Pendidikan, Ka UPT dan kepala sekolah tersebut.
TIGA KALI KAWIN
S Butarbutar, salah seorang kerabat Norman ketika dikonfirmasi mengakui pelaku masih berkerabat dengannya. “Kami masih kerabat dari almarhum istri keduanya, dan saat ini Norman sudah menikah lagi dengan M br Simamora,” ujar Butarbutar. Norman memang tiga kali menikah karena istri pertama dan keduanya meninggal dunia.
Melihat sosoknya, ia tak yakin jika Norman tega melakukan perbuatan tak terpuji tersebut pada murid – muridnya. “Mana mungkin dia melakukan itu? Itgu kan masih jam belajar,” tegasnya.
Sementara istri pelaku yang dikonfirmasi melalui sambungan telepon selulernya mengatakan, suaminya tidak ada di rumah, karena sedang menghadiri acara pesta. “Lagi pesta dia,” kata br Simamora. Ketika disingung apakah dirinya perna menanyakan soal perbuatan suaminya, br Simamora langsung membantah. “Suamiku tidak pernah melakukan itu,” sangkalnya. (smg/deo)