MEDAN, SUMUTPOS.CO – Sidang dugaan penggelapan harta warisan melalui akta palsu dengan terdakwa David Putra Negoro alias Lim Kwek Liong kembali dilanjutkan di ruang Cakra 6 Pengadilan Negeri Medan, Selasa (28/9/2021). Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejari Medan, saksi Johanes Pandapotan (77) yang merupakan seorang biro jasa dan termasuk kerabat para ahli waris.
Di hadapan majelis hakim yang diketuai Dominggus Silaban, saksi mengaku pernah mengurus sejumlah akta berupa keterangan penetapan ahli waris dan balik nama sertifikat milik keluarga almarhum Jong Tjin Boen yang tak lain merupakan orang tua dari para pihak.
“Saya yang mengurusi sertifikat aset milik almarhum Jong Tjin Boen semasa hidup. Saya ingat yang saya pernah urus soal keterangan penetapan ahli waris dan balik nama sertifikat,” sebut Johanes di hadapan Hakim Ketua Dominggus Silaban.
Saksi mengaku, bahwa dirinya juga mengetahui adanya persoalan tentang berita tidak benar dalam fakta autentik terkait perjanjian kesepakatan di akta nomor 08 tersebut. Menurutnya, ia baru melihat akta nomor 08 tentang perjanjian bersama tersebut tahun 2015 meski dibuat pada 21 juli tahun 2008 lalu.
“Jadi minut itu baru saya tau tahun 2015, ahli waris juga baru mengetahui isinya setelah puluhan tahun dikuasai David. Setelah tau barulah merasa keberatan karena aktanya tak benar,” beber saksi.
Sementara itu usai persidangan, JPU Chandra Naibaho mengungkapkan, saksi Johanes Pandapotan merupakan kerabat yang mengenal baik keluarga almarhum Jong Tjin Boen dan para ahli waris karena sempat mengurus sejumlah sertifikat dan penetapan ahli waris.
“Saksi yang kita hadirkan ini sudah kenal baik dengan keluarga Jong Tjin Boen karena dialah yang mengurus sebagian sertifikat milik keluarga almarhum. Saksi ini tau betul kejadian pembuatan akta nomor 08 tertanggal 21 juli 2008, yang mana dalam akta itu ada penempatan keterangan palsu maupun tanda tangan palsu yang seolah-olah dibuat di bulan juli 2008,” katanya.
Selain itu kata Chandra, saksi menyebutkan bahwa yang diketahuinya ahli waris hanya ada 6 orang. Namun ada ahli waris lain yang ditambahkan terdakwa tanpa sepengetahuan ahli waris yang sebenarnya.
“Nah, disitulah para ahli waris ini merasa keberatan setelah tau isi akta tersebut pada 2015. Karena semua sertifikat dan akta yang dibuat itu dikuasai oleh terdakwa sejak 2008 sampai di 2015, salinan baru diberikan pada 2018 oleh notaris itu dan memang ada permasalahan dalam prosedurnya,” sebutnya.
Terpisah, Longser Sihombing selalu kuasa hukum korban mengatakan, terkait sidang saksi memberikan kesaksian tentang perkara dugaan akta palsu nomor 08 tanggal 21 Juli 2008, di tanggal itu almarhum Jong Tjin Boen dan istri kedua beserta anak-anaknya berada di rumah sakit tersebut.
“Yang menjadi pertanyaan, Kapan dan Dimana pembuatan Akta itu? Maka, nanti kita lihat pengungkapan fakta-fakta itu di sidang berikutnya. Kita berharap agar sidang-sidang berikutnya dapat berlangsung independen tanpa ada intervensi dari pihak manapun,” tegasnya.
Kata Longser, tersangka Notaris Fujiyanto Ngariawan SH dan tersangka Lim Soen Liong sudah 2 kali dipanggil penyidik Polrestabes Medan dan para tersangka itu sudah tidak di rumahnya masing-masing diduga menghindari pemeriksaan yang seharusnya dihadiri 2 minggu lalu.
“Sesuai aturan hukum dan sepatutnya jika sudah 2 kali panggilan tidak hadir tanpa alasan yg patut dan wajar, maka penyidik berkewajiban menjemput tersangka, jika yang akan dijemput tidak di rumah dan diduga menghindar dan/atau bersembunyi maka petugas penyelidik itu membuat Laporan Hasil Tugas Penjemputan tersangka yang tidak mematuhi panggilan, kapan dan kemana persembunyiannya, sebagai bahan data penerbitan Daftar Pencarian Orang (DPO),” katanya.
Kemudian, sambung Longser, terdakwa David Putra Negoro alias Lim Kwek Liong pada tanggal 16 Oktober 2020 lalu ditahan penyidik Polrestabes Medan terkait minut dan salinan akta palsu No 08 tanggal 21 Juli 2008. “Namun, kemudian di Kejari Medan status terdakwa menjadi tahanan rumah pada bulan Agustus 2021,” pungkasnya. (man/azw)