28 C
Medan
Friday, May 17, 2024

Kasus Kerangkeng Bupati Langkat Nonaktif, Istri dan Adik Cana Diperiksa

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Sumut memeriksa Istri Terbit Rencana Peranginangin (TRP) alias Cana, Tiorita Surbakti, dan Ketua DPRD Langkat Sribana Br Peranginangin yang merupakan adik kandung Cana. Keduanya diperiksa terkait dugaan kasus penganiayaan di kerangkeng yang berlokasi di belakang rumah Cana.

Kuasa hukum mereka, Sangap Surbakti mengatakan, kliennya dipanggil untuk diperiksa terkait kasus tindak pidana perdagangan orang yang menjerat anak dan beberapa orang lainnya. Menurutnya, Sribana Perangin-angin dipastikan hadir, meski Senin kemarin berhalangan. Namun, hadirnya terlambat karena masih ada rapat paripurna, sehingga minta dijadwalkan Selasa. “Ada dua orang yang dipanggil, Ibu Tiorita Surbakti dan Ibu Sribana Peranginangin. Panggilannya terkait TPPO juga,” katanya, Selasa (29/3).

Sribana Peranginangin datang dengan mobil Mitsubishi Pajero Sport berwarna putih yang dikemudikan sopirnya. Dia tampak mengenakan pakaian setelan putih, jilbab putih, dan kaus putihn

Turun dari mobil, dia langsung masuk ke gedung Subdit IV Renakta Polda Sumut dikawal kuasa hukumnya, Sangap Surbakti.

Dia tak mengucapkan sepatah katapun saat diwawancarai. Dia hanya mengangkat kedua tangannya ke atas. Kehadiran Sribana di Mapolda Sumut sekira pukul 13.37 WIB, lebih lama dibandingkan istri Cana, Tiorita Surbakti yang datang sekitar pukul 12:42.

Tiorita datang mengenakan gamis berwarna cokelat muda, didampingi kuasa hukumnya Sangap Surbakti dan sejumlah orang lainnya. Sembari berjalan memasuki ruangan pemeriksaan, awak media sempat menanyakan soal kondisi dari Tiorita jelang pemeriksaan. “Aman, baik-baik saja,” ujarnya sambil masuk ke ruangan pemeriksaan. Pemeriksaan keduanya pun hingga kini sekitar pukul 18:30 WIB masih berlangsung.

Terpisah, Kabid Humas Polda Sumut, Kombes Pol Hadi Wahyudi, saat dikonfirmasi membenarkan pemeriksaan terhadap Teorita br Surbakti. Mereka berdua diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan tewasnya penghuni kerangkeng milik TRP. “Yang bersangkutan (Teorita, red) hadir memenuhi panggilan penyidik sebagai saksi kasus kerangkeng. Sejauh ini pemeriksaan masih berlangsung,” ujar Hadi.

Dijelaskannya, untuk Teorita br Surbakti, pemeriksaan sebagai saksi baru pertama sementara Sribana Br Perangin-angin merupakan pemeriksaan kedua dan status mereka masih sebagai saksi.

Dia mengungkapkan, tidak tertutup kemungkinan ada peluang  penambahanan tersangka dalam kasus itu, sebab penyidik masih terus mengembangkan.

Terhadap Bupati Langkat nonaktif, TRP, sambung Hadi, akan diperiksa pekan ini. “Penyidik akan melakukan koordinasi dengan KPK untuk pemeriksaan TRP dan direncanakan pekan ini yang bersangkutan akan diperiksa,” ungkapnya.

Disinggung terkait peluang penahanan terhadap delapan tersangka yang sebelumnya yang telah diperiksa, Hadi membeberkan, peluang itu masih ada. Tapi, saat ini penyidik tidak mau gegabah karena kasus itu masih terus dilakukan penyidikan. “Penyidikan masih berlangsung, pemeriksaan saksi-saksi masih terus dilakukan. Doakan dan percayakan kasus itu kepada penyidik,” harapnya.

Dia mengaku hingga saat ini penyidik tidak pernah mengalami interpensi dari siapapun dan penyidik sendiri tidak punya kepentingan terhadap kasus itu. “Penyidik hanya ingin kasus penghilangan nyawa dan TPPO tuntas dengan segera,” tegasnya.

Sebelumnya, penyidik Ditreskrimum Polda Sumut telah selesai melakukan pemeriksaan terhadap delapan tersangka yang terlibat kasus kerangkeng milik Bupati Langkat nonaktif, TRP. Karena dinilai kooperatif selama menjalani pemeriksaan, penyidik belum melakukan penahanan terhadap delapan tersangka berinisial HS, IS, TS, RG, JS, DP dan HG.

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan turut mengkritisi kebijakan Polda Sumut yang membiarkan tersangka kasus kerangkeng manusia berkeliaran. Menurut LBH Medan, keputusan ini sangat tidak fair dan menimbulkan kecurigaan. “Keputusan Polda Sumut yang tidak menahan itu tentu menimbulkan tanya dan kecurigaan,” kata Kepala Divisi Sipil dan Politik LBH Medan, Maswan Tambak, Selasa (29/3).

Maswan menjelaskan, memang polisi memiliki kewenangan menahan tersangka atau tidak dengan melihat ketentuan hukum. Seseorang bisa tidak ditahan, apabila memang pasal yang disangkakan memungkinkan.

Lalu, ada alasan subjektif dari kepolisian bahwa tersangka tidak akan melarikan diri, tidak mengulangi tindak pidana, dan tidak menghilangkan bukti. Menurutnya, tersangka kasus kerangkeng Terbit sangat layak untuk ditahan melihat dari pasal yang disangkakan. Namun yang terjadi sebaliknya.

Ia pun berpendapat seharusnya ketika pasal yang disangkakan itu tentang TPPO, maka seharusnya kepolisian menjadikan alasan subjektif itu sebagai dasar menguatkan untuk menahan. Demikian, ia menilai Polda Sumut tidak fair dalam penegakan hukum terhadap tersangka kerangkeng Terbit.

“Kita pasti tau banyak lah kalau banyak tersangka yang kasusnya jauh lebih ringan dari kasus ini tapi ditahan,” ujarnya.

“Polda Sumut itu menciderai rasa adil bagi keluarga korban, dan tidak memberi kepastian hukum serta tidak menunjukkan kemanfaatan hukum bagi masyarakat,” sambungnya.

Dia pun mengatakan, ada indikasi Polda Sumut bermain dalam kasus tersebut. Pihaknya pun menyebutkan, pernah mendampingi kasus sembilan orang buruh yang dituduh menggelapkan produk perusahaan, dan itu ditahan oleh Polda Sumut. “Dan sekarang lagi diadili di PN Pakam cabang Labuhan Deli. Artinya, ada diskriminasi hukum oleh Polda Sumut,” tegasnya. (dwi/mbc/trb)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Sumut memeriksa Istri Terbit Rencana Peranginangin (TRP) alias Cana, Tiorita Surbakti, dan Ketua DPRD Langkat Sribana Br Peranginangin yang merupakan adik kandung Cana. Keduanya diperiksa terkait dugaan kasus penganiayaan di kerangkeng yang berlokasi di belakang rumah Cana.

Kuasa hukum mereka, Sangap Surbakti mengatakan, kliennya dipanggil untuk diperiksa terkait kasus tindak pidana perdagangan orang yang menjerat anak dan beberapa orang lainnya. Menurutnya, Sribana Perangin-angin dipastikan hadir, meski Senin kemarin berhalangan. Namun, hadirnya terlambat karena masih ada rapat paripurna, sehingga minta dijadwalkan Selasa. “Ada dua orang yang dipanggil, Ibu Tiorita Surbakti dan Ibu Sribana Peranginangin. Panggilannya terkait TPPO juga,” katanya, Selasa (29/3).

Sribana Peranginangin datang dengan mobil Mitsubishi Pajero Sport berwarna putih yang dikemudikan sopirnya. Dia tampak mengenakan pakaian setelan putih, jilbab putih, dan kaus putihn

Turun dari mobil, dia langsung masuk ke gedung Subdit IV Renakta Polda Sumut dikawal kuasa hukumnya, Sangap Surbakti.

Dia tak mengucapkan sepatah katapun saat diwawancarai. Dia hanya mengangkat kedua tangannya ke atas. Kehadiran Sribana di Mapolda Sumut sekira pukul 13.37 WIB, lebih lama dibandingkan istri Cana, Tiorita Surbakti yang datang sekitar pukul 12:42.

Tiorita datang mengenakan gamis berwarna cokelat muda, didampingi kuasa hukumnya Sangap Surbakti dan sejumlah orang lainnya. Sembari berjalan memasuki ruangan pemeriksaan, awak media sempat menanyakan soal kondisi dari Tiorita jelang pemeriksaan. “Aman, baik-baik saja,” ujarnya sambil masuk ke ruangan pemeriksaan. Pemeriksaan keduanya pun hingga kini sekitar pukul 18:30 WIB masih berlangsung.

Terpisah, Kabid Humas Polda Sumut, Kombes Pol Hadi Wahyudi, saat dikonfirmasi membenarkan pemeriksaan terhadap Teorita br Surbakti. Mereka berdua diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan tewasnya penghuni kerangkeng milik TRP. “Yang bersangkutan (Teorita, red) hadir memenuhi panggilan penyidik sebagai saksi kasus kerangkeng. Sejauh ini pemeriksaan masih berlangsung,” ujar Hadi.

Dijelaskannya, untuk Teorita br Surbakti, pemeriksaan sebagai saksi baru pertama sementara Sribana Br Perangin-angin merupakan pemeriksaan kedua dan status mereka masih sebagai saksi.

Dia mengungkapkan, tidak tertutup kemungkinan ada peluang  penambahanan tersangka dalam kasus itu, sebab penyidik masih terus mengembangkan.

Terhadap Bupati Langkat nonaktif, TRP, sambung Hadi, akan diperiksa pekan ini. “Penyidik akan melakukan koordinasi dengan KPK untuk pemeriksaan TRP dan direncanakan pekan ini yang bersangkutan akan diperiksa,” ungkapnya.

Disinggung terkait peluang penahanan terhadap delapan tersangka yang sebelumnya yang telah diperiksa, Hadi membeberkan, peluang itu masih ada. Tapi, saat ini penyidik tidak mau gegabah karena kasus itu masih terus dilakukan penyidikan. “Penyidikan masih berlangsung, pemeriksaan saksi-saksi masih terus dilakukan. Doakan dan percayakan kasus itu kepada penyidik,” harapnya.

Dia mengaku hingga saat ini penyidik tidak pernah mengalami interpensi dari siapapun dan penyidik sendiri tidak punya kepentingan terhadap kasus itu. “Penyidik hanya ingin kasus penghilangan nyawa dan TPPO tuntas dengan segera,” tegasnya.

Sebelumnya, penyidik Ditreskrimum Polda Sumut telah selesai melakukan pemeriksaan terhadap delapan tersangka yang terlibat kasus kerangkeng milik Bupati Langkat nonaktif, TRP. Karena dinilai kooperatif selama menjalani pemeriksaan, penyidik belum melakukan penahanan terhadap delapan tersangka berinisial HS, IS, TS, RG, JS, DP dan HG.

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan turut mengkritisi kebijakan Polda Sumut yang membiarkan tersangka kasus kerangkeng manusia berkeliaran. Menurut LBH Medan, keputusan ini sangat tidak fair dan menimbulkan kecurigaan. “Keputusan Polda Sumut yang tidak menahan itu tentu menimbulkan tanya dan kecurigaan,” kata Kepala Divisi Sipil dan Politik LBH Medan, Maswan Tambak, Selasa (29/3).

Maswan menjelaskan, memang polisi memiliki kewenangan menahan tersangka atau tidak dengan melihat ketentuan hukum. Seseorang bisa tidak ditahan, apabila memang pasal yang disangkakan memungkinkan.

Lalu, ada alasan subjektif dari kepolisian bahwa tersangka tidak akan melarikan diri, tidak mengulangi tindak pidana, dan tidak menghilangkan bukti. Menurutnya, tersangka kasus kerangkeng Terbit sangat layak untuk ditahan melihat dari pasal yang disangkakan. Namun yang terjadi sebaliknya.

Ia pun berpendapat seharusnya ketika pasal yang disangkakan itu tentang TPPO, maka seharusnya kepolisian menjadikan alasan subjektif itu sebagai dasar menguatkan untuk menahan. Demikian, ia menilai Polda Sumut tidak fair dalam penegakan hukum terhadap tersangka kerangkeng Terbit.

“Kita pasti tau banyak lah kalau banyak tersangka yang kasusnya jauh lebih ringan dari kasus ini tapi ditahan,” ujarnya.

“Polda Sumut itu menciderai rasa adil bagi keluarga korban, dan tidak memberi kepastian hukum serta tidak menunjukkan kemanfaatan hukum bagi masyarakat,” sambungnya.

Dia pun mengatakan, ada indikasi Polda Sumut bermain dalam kasus tersebut. Pihaknya pun menyebutkan, pernah mendampingi kasus sembilan orang buruh yang dituduh menggelapkan produk perusahaan, dan itu ditahan oleh Polda Sumut. “Dan sekarang lagi diadili di PN Pakam cabang Labuhan Deli. Artinya, ada diskriminasi hukum oleh Polda Sumut,” tegasnya. (dwi/mbc/trb)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/