27 C
Medan
Wednesday, July 3, 2024

Atas Nama Pengabdian

dr Kartika Yusuf

Tubuh mungil tak menghentikan langkah dr Kartika Yusuf (30) untuk mewujudkan impian dan keinginan besarnya. Dan, dia berhasil membuktinya saat menyelesaikan studi di Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sumatera Utara (UISU) yang untuk beberapa lama sempat terabaikan.

Ya, keberadaannya di acara wisuda di JW Marriot Hotel Medan, Rabu (15/6) pun menghadirkan kebahagiaan yang tak terperi bagi sang ibu, Hj Kadariah dan beberapa anggota keluarga yang hadir. Ekspresi yang melengkapi semua anugerah dalam balutan kebaya hijau yang dikenakan. “Sekalipun terlambat, saya tetap harus menyelesaikan pendidikan. Karena ini utang saya untuk melanjutkan jalan almarhum ayah yang juga seorang dokter. Lagi pula menjadi model ada batas usia tapi pendidikan akan tetap bermanfaat,” tegas dr Kartika Yusuf.

Menjadi seorang dokter hanya satu keberhasilan dari perjuangan yang dilakukan Tice, sapaan akrab dr Kartika Yusuf, dengan kekurangan yang dimilikinya. Sejak kecil, putri keempat dari pasangan dr H Muhammad Jusuf Wibisono SpBP (alm) dan Hj Kadariah ini tergolong manja.

Namun, hal itu tidak berlaku untuk semangat yang dimiliki. Dikawal disiplin tinggi dari sang ayah, Tice menggali semua potensi di bidang entertainment khususnya modelling; meskipun hal itu baru dilakoni dengan serius saat dirinya beranjak dewasa. Tepatnya 2004 saat ditawari untuk mengisi acara di salah satu stasiun televisi swasta di Jakarta. Hanya bermodal restu sang ibu, pelahap sambal ikan ini berangkat mengadu peruntungannya di ibukota. Sikap profesional yang diperlihatkan membuat tawaran demi tawaran datang menyapa. Selain mengisi acara, menjadi figuran di sinetron religius di beberapa stasiun televisi swasta, hingga peluncuran produk otomotif dengan kontrak mencapai Rp8 juta per pemotretan yang dilakoni. Jumlah yang cukup besar untuk dirinya yang termasuk kategori pemula. Rute Jakarta-Medan pun dijalani seorang diri.

“Mulai terpikir saat melihat teman sudah ambil spesialis atau sudah punya jabatan di instansi pemerintahan. Saya pun kembali ke Medan untuk mengejar ketertinggalan. Apalagi sudah mulai jenuh juga dengan jadwal syuting sampai jam tiga dini hari dan jam delapan kita mulai lagi,” kenangnya.

Pemilik mata syahdu ini juga tak gampang menyerah. Dirinya meninggalkan Fakultas Pertanian USU yang dimasuki 1999 untuk masuk di FK UISU 2000 silam. Perginya ayah tercinta yang mengidap kelainan sumsum tulang belakang setahun kemudian lantas dijadikan motivasi untuk mengejar ketertinggalan studi. Tak ragu pula dirinya melepas kemewahan dunia hiburan untuk sebuah pengabdian; menjadi seorang dokter.

Ya, perhatian yang total tadi pun berbuah hasil. Tidak hanya berhasil menyelesaikan studi yang sempat terbengkalai, pemilik tinggi 165 centimeter dan berat 50 kilogram ini bersamaan meraih kelulusan pada Ujian Kompetensi Dokter Indonesia (UKDI) yang diikuti beberapa waktu lalu di Jakarta. Dengan demikian Tice malah melampaui teman yang tiga tahun lebih dulu wisuda darinya tapi belum lulus pada UKDI yang mutlak untuk melaksanakan tugas dan kewajiban seorang dokter. “Sebenarnya bukan cerita materi tapi lebih kepada kepuasan batin selain bisa bermanfaat,” tekadnya. (jul)

Tak Buta dengan Materi

Lahir dengan fisik yang bisa dikatakan sempurna tak membuat dr Kartika Yusuf lupa dengan tanggung jawab. Kemewahan yang didapat tidak membutakan dirinya dengan kenyataan.

“Bahwa masa depan seseorang berada di tangannya, bukan di tangan orangtua. Orangtua hanya bisa mendukung keinginan kita sebagai anak. Tinggal bagaimana kita memanfaatkan yang ada,” ucap Tice.
Dengan penghasilan sebagai bagian dari dunia hiburan di tanah air, Tice tetap kukuh pada prinsipnya melihat arti pergaulan. Daripada larut dalam gaya hidup gemerlap seperti kebanyakan teman seprofesi, dirinya lebih suka membuat persiapan untuk masa depan yang lebih baik.

Penghasilan yang didapat lalu dikumpulkan agar bisa hidup dengan mandiri. Itu dibuktikan dengan membeli rumah di seputaran Jalan Stella Raya Medan. Semua itu diakuinya tidak lepas dari disiplin yang diterapkan kedua orangtua untuk mengajarkan makna kebebasan. Bagaimana sebagai anak dirinya juga merasa perlu berpikir dengan perhitungan yang pas untuk membiasakan bersyukur dengan apa yang ada. “Kalau dulu, jangankan keluar malam, terima telepon saja susah. Tapi, sekarang ini justru kebebasan itu justru membuat anak tidak takut menyalahkan orantuanya,” ketus Tice.

Dengan keberhasilan inilah dirinya membalas semua pengorbanan dan kasih sayang yang didapat selama ini. Baik kepada sang ibu yang menyajikan sambal ikan kesukaannya. Dan, terkhusus untuk almarhum ayah dengan disiplinnya dan sang adik almarhum Hendro Yusuf, teman berbagi sepeninggalan ayah tercinta. (jul)

Berani Nekat demi Kebahagiaan

Pengalaman yang didapat menjadi kekuatan baru bagi Tive. Bahwa keinginan menolong orang yang membutuhkan mampu mengusir ketakutan pada darah maupun aktivitas medis lainnya.

Keinginan berbagi kebahagiaan membuat dirinya nekad melanggar kebijakan rumah sakit yang diterapkan selama melaksanakan koas. Walaupun di satu sisi aturan tadi dibuat dengan alasan yang tepat pula. “Memang hal itu bisa menimbulkan kecemburuan di antara pasien. Tapi perasaan saya bergejolak waktu itu. Jadi saya cari cara untuk bisa membantu,” aku dr Kartika Yusuf.

Ceritanya, untuk membantu anak seorang penarik becak saat koas di Kota Binjai yang terkena demam berdarah 2008, Tice mengedukasi kedua orangtua bagaimana memberi makan dengan makanan yang dibutuhkan. Begitu juga saat menjalani koas di Kota Medan 2010 dirinya terpanggil membantu proses transfusi darah terhadap seorang anak yang terdiagnosa terserang kanker mata.

Semua itu lantas melupakan keraguannya dengan darah yang dilihat saat mendampingi sang ayah yang seorang spesialis bedah plastik sedang beraksi. “Ada kepuasan yang saya rasakan saat itu. Sulit menjelaskannya tapi membuat saya lebih siap untuk menjalani peran sebagai seorang dokter. Sekalipun harus ditempatkan di mana dan dalam keadaan apa saja,” ucap Tice dengan semangat yang terpancar dari wajah cantiknya. (jul)

dr Kartika Yusuf

Tubuh mungil tak menghentikan langkah dr Kartika Yusuf (30) untuk mewujudkan impian dan keinginan besarnya. Dan, dia berhasil membuktinya saat menyelesaikan studi di Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sumatera Utara (UISU) yang untuk beberapa lama sempat terabaikan.

Ya, keberadaannya di acara wisuda di JW Marriot Hotel Medan, Rabu (15/6) pun menghadirkan kebahagiaan yang tak terperi bagi sang ibu, Hj Kadariah dan beberapa anggota keluarga yang hadir. Ekspresi yang melengkapi semua anugerah dalam balutan kebaya hijau yang dikenakan. “Sekalipun terlambat, saya tetap harus menyelesaikan pendidikan. Karena ini utang saya untuk melanjutkan jalan almarhum ayah yang juga seorang dokter. Lagi pula menjadi model ada batas usia tapi pendidikan akan tetap bermanfaat,” tegas dr Kartika Yusuf.

Menjadi seorang dokter hanya satu keberhasilan dari perjuangan yang dilakukan Tice, sapaan akrab dr Kartika Yusuf, dengan kekurangan yang dimilikinya. Sejak kecil, putri keempat dari pasangan dr H Muhammad Jusuf Wibisono SpBP (alm) dan Hj Kadariah ini tergolong manja.

Namun, hal itu tidak berlaku untuk semangat yang dimiliki. Dikawal disiplin tinggi dari sang ayah, Tice menggali semua potensi di bidang entertainment khususnya modelling; meskipun hal itu baru dilakoni dengan serius saat dirinya beranjak dewasa. Tepatnya 2004 saat ditawari untuk mengisi acara di salah satu stasiun televisi swasta di Jakarta. Hanya bermodal restu sang ibu, pelahap sambal ikan ini berangkat mengadu peruntungannya di ibukota. Sikap profesional yang diperlihatkan membuat tawaran demi tawaran datang menyapa. Selain mengisi acara, menjadi figuran di sinetron religius di beberapa stasiun televisi swasta, hingga peluncuran produk otomotif dengan kontrak mencapai Rp8 juta per pemotretan yang dilakoni. Jumlah yang cukup besar untuk dirinya yang termasuk kategori pemula. Rute Jakarta-Medan pun dijalani seorang diri.

“Mulai terpikir saat melihat teman sudah ambil spesialis atau sudah punya jabatan di instansi pemerintahan. Saya pun kembali ke Medan untuk mengejar ketertinggalan. Apalagi sudah mulai jenuh juga dengan jadwal syuting sampai jam tiga dini hari dan jam delapan kita mulai lagi,” kenangnya.

Pemilik mata syahdu ini juga tak gampang menyerah. Dirinya meninggalkan Fakultas Pertanian USU yang dimasuki 1999 untuk masuk di FK UISU 2000 silam. Perginya ayah tercinta yang mengidap kelainan sumsum tulang belakang setahun kemudian lantas dijadikan motivasi untuk mengejar ketertinggalan studi. Tak ragu pula dirinya melepas kemewahan dunia hiburan untuk sebuah pengabdian; menjadi seorang dokter.

Ya, perhatian yang total tadi pun berbuah hasil. Tidak hanya berhasil menyelesaikan studi yang sempat terbengkalai, pemilik tinggi 165 centimeter dan berat 50 kilogram ini bersamaan meraih kelulusan pada Ujian Kompetensi Dokter Indonesia (UKDI) yang diikuti beberapa waktu lalu di Jakarta. Dengan demikian Tice malah melampaui teman yang tiga tahun lebih dulu wisuda darinya tapi belum lulus pada UKDI yang mutlak untuk melaksanakan tugas dan kewajiban seorang dokter. “Sebenarnya bukan cerita materi tapi lebih kepada kepuasan batin selain bisa bermanfaat,” tekadnya. (jul)

Tak Buta dengan Materi

Lahir dengan fisik yang bisa dikatakan sempurna tak membuat dr Kartika Yusuf lupa dengan tanggung jawab. Kemewahan yang didapat tidak membutakan dirinya dengan kenyataan.

“Bahwa masa depan seseorang berada di tangannya, bukan di tangan orangtua. Orangtua hanya bisa mendukung keinginan kita sebagai anak. Tinggal bagaimana kita memanfaatkan yang ada,” ucap Tice.
Dengan penghasilan sebagai bagian dari dunia hiburan di tanah air, Tice tetap kukuh pada prinsipnya melihat arti pergaulan. Daripada larut dalam gaya hidup gemerlap seperti kebanyakan teman seprofesi, dirinya lebih suka membuat persiapan untuk masa depan yang lebih baik.

Penghasilan yang didapat lalu dikumpulkan agar bisa hidup dengan mandiri. Itu dibuktikan dengan membeli rumah di seputaran Jalan Stella Raya Medan. Semua itu diakuinya tidak lepas dari disiplin yang diterapkan kedua orangtua untuk mengajarkan makna kebebasan. Bagaimana sebagai anak dirinya juga merasa perlu berpikir dengan perhitungan yang pas untuk membiasakan bersyukur dengan apa yang ada. “Kalau dulu, jangankan keluar malam, terima telepon saja susah. Tapi, sekarang ini justru kebebasan itu justru membuat anak tidak takut menyalahkan orantuanya,” ketus Tice.

Dengan keberhasilan inilah dirinya membalas semua pengorbanan dan kasih sayang yang didapat selama ini. Baik kepada sang ibu yang menyajikan sambal ikan kesukaannya. Dan, terkhusus untuk almarhum ayah dengan disiplinnya dan sang adik almarhum Hendro Yusuf, teman berbagi sepeninggalan ayah tercinta. (jul)

Berani Nekat demi Kebahagiaan

Pengalaman yang didapat menjadi kekuatan baru bagi Tive. Bahwa keinginan menolong orang yang membutuhkan mampu mengusir ketakutan pada darah maupun aktivitas medis lainnya.

Keinginan berbagi kebahagiaan membuat dirinya nekad melanggar kebijakan rumah sakit yang diterapkan selama melaksanakan koas. Walaupun di satu sisi aturan tadi dibuat dengan alasan yang tepat pula. “Memang hal itu bisa menimbulkan kecemburuan di antara pasien. Tapi perasaan saya bergejolak waktu itu. Jadi saya cari cara untuk bisa membantu,” aku dr Kartika Yusuf.

Ceritanya, untuk membantu anak seorang penarik becak saat koas di Kota Binjai yang terkena demam berdarah 2008, Tice mengedukasi kedua orangtua bagaimana memberi makan dengan makanan yang dibutuhkan. Begitu juga saat menjalani koas di Kota Medan 2010 dirinya terpanggil membantu proses transfusi darah terhadap seorang anak yang terdiagnosa terserang kanker mata.

Semua itu lantas melupakan keraguannya dengan darah yang dilihat saat mendampingi sang ayah yang seorang spesialis bedah plastik sedang beraksi. “Ada kepuasan yang saya rasakan saat itu. Sulit menjelaskannya tapi membuat saya lebih siap untuk menjalani peran sebagai seorang dokter. Sekalipun harus ditempatkan di mana dan dalam keadaan apa saja,” ucap Tice dengan semangat yang terpancar dari wajah cantiknya. (jul)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/