BAGHDAD, SUMUTPOS.CO – Operasi Petir, aksi militer Iraq untuk membasmi militan, tidak membuat The Islamic State of Iraq and the Levant (ISIL) gentar. Sebaliknya, kelompok itu justru semakin agresif melancarkan serangan di sekitar Kota Baghdad. Minggu lalu (29/6) mereka bahkan mendeklarasikan lahirnya Caliphate Islam di Iraq.
“Khalifah Islam membentang dari Provinsi Aleppo di sebelah utara Syria sampai ke Provinsi Diyala di sisi timur Iraq,” terang ISIL dalam pengumuman audio secara online.
Kelompok militan Suni itu juga mengimbau muslim di seluruh penjuru dunia untuk bergabung. Tidak hanya mendukung Caliphate Islam Iraq, tapi juga berikrar setia kepada pemimpin mereka, Abu Bakr Al Baghdadi, yang mereka sebut Khalifah Ibrahim.
Kemarin (30/6) ISIL mengubah namanya menjadi IS yang merupakan singkatan dari Islamic State alias Negara Islam. Deklarasi Caliphate Islam itu menjadi puncak manuver IS yang sejak awal Juni melancarkan agresi di beberapa wilayah Iraq. Itu juga menjadi bukti paling kuat pertentangan IS dan Al Qaeda, kelompok militan yang awalnya menginspirasi gerakan mereka.
“Lahirnya Caliphate Islam di Iraq itu merupakan perkembangan paling besar gerakan jihad internasional yang muncul sejak 11 September (2001),” tandas Charles Lister dari Brookings Institution di Kota Doha, Qatar. Kendati tidak akan langsung memengaruhi gerakan jihad di seluruh dunia, manuver IS itu cepat atau lambat akan memantik aksi serupa di wilayah lain.
“Ini bisa menjadi penanda lahirnya era baru jihad antarnegara. Ini juga menjadi ancaman bagi Al Qaeda serta pimpinannya,” lanjut Lister. Sebagai kelompok militan paling kaya yang punya banyak pengikut di berbagai negara, IS bakal menjadi Al Qaeda baru. Apalagi, sejak beberapa waktu lalu para pemimpin IS dan Al Qaeda terlibat perselisihan yang berujung pada lepasnya IS dari Al Qaeda.
Saat ini IS bersarang di perbatasan antara Iraq dan Syria. Bersekutu dengan Al Nusra Front, IS menguasai Provinsi Deir Ezzor dan Provinsi Raqa di Syria. Tapi, IS pun harus menghadapi boikot sebagian anggota Al Nusra Front yang tidak mendukung persekutuan IS dan Al Nusra Front. Karena itu, selain pasukan pemerintah, IS harus berhadapan dengan sebagian pejuang Al Nusra Front di perbatasan Iraq dan Syria.
Sementara itu, parlemen Iraq mulai membahas rencana pembentukan pemerintahan inklusif. Hari ini (1/7) para legislator Negeri Seribu Satu Malam itu bakal rapat dengan beberapa pemimpin dunia dan para ulama Syiah. Tujuannya, membentuk pemerintahan baru yang melibatkan seluruh lapisan masyarakat Iraq. Kedudukan Nuri Al Maliki sebagai perdana menteri (PM) hampir pasti tergusur. (AP/AFP/BBC/hep/c10/tia)