30 C
Medan
Monday, July 1, 2024

Warga Bangkok Berebut Pintu Air

BANGKOK – Bencana banjir yang melanda Thailand memantik sejumlah konflik di ibu kota. Kemarin (31/10), sekitar 300 penduduk Kota Bangkok berunjuk rasa. Mereka mengeluhkan kebijakan pemerintah yang tidak adil. Sebab, demi menyelamatkan kompleks pemerintahan dan pusat kota, pemerintah mengorbankan permukiman warga.

Kebijakan yang membuat warga Bangkok di wilayah pinggiran mengalami dampak paling parah tersebut jelas memantik amarah. Karena itu, kemarin mereka memprotes pemerintahan Perdana Menteri (PM) Yingluck Shinawatra. Mereka menganggap pemerintah sengaja mengorbankan rakyat kecil demi menyelamatkan pusat kota dari genangan air banjir.
Kemarin para penduduk Khlong Sam Wa memblokade dua jalan raya utama yang menghubungkan distrik mereka dengan ibu kota. Ini merupakan protes hari kedua yang mereka lakukan untuk mengetuk hati nurani pemerintah. “Rumah saya sudah terendam air banjir dua bulan dan dalam dua pekan terakhir, kondisinya semakin memprihatinkan,” kata Samorn Sohwiset, penduduk Khlong Sam Wa.

Di dekat pria 43 tahun itu berdiri seorang pemuda yang sibuk menggali tanah di sekitar pintu air. Dia berusaha keras membuat saluran irigasi di dekat pintu air. Dia berharap saluran irigasi buatannya bisa mengalirkan air ke distrik lain yang dia sebut sebagai lingkungan orang-orang kaya. Dengan demikian, luapan air dari Sungai Chao Phraya tak hanya mengalir ke Khlong Sam Wa saja.

Warga yang jumlahnya berkisar 300 orang itu menuntut pemerintah membuka maksimal pintu air di sebelah timur laut. Tepatnya, pintu air yang berada di Distrik Khlong Sam Wa. Dengan demikian, air yang menggenangi permukiman warga bisa segera surut. Para pengunjuk rasa, termasuk Samorn, bertekad akan tetap menduduki dua jalan raya utama itu sampai pemerintah mengabulkan tuntutan mereka.

Namun, pemerintah menanggapi dingin aspirasi warga yang menjadi korban banjir itu. Otoritas Metropolis Bangkok (BMA) mengatakan bahwa membuka seluruh pintu-pintu air di distrik tersebut akan mengancam keberadaan fasilitas-fasilitas utama yang terletak di pusat ibu kota. Banjir akan merendam kompleks pemerintah yang sangat vital bagi keberlangsungan pemerintahan Yingluck.

“Kami jelas tak ingin rencana jangka panjang pemerintah dibuyarkan oleh sekelompok orang,” kata Jubir BMA Jate Sopitpongstorn. Karena itu, untuk mencegah terjadinya bentrok, Yingluck mengerahkan sejumlah besar aparat ke lokasi unjuk rasa. Khususnya ke distrik Khlong Sam Wa yang sudah dua hari terakhir menggelar protes terhadap pemerintah.

Bersamaan dengan itu, Pusat Kendali Bantuan Banjir (FROC) meminta bantuan militer untuk menghadapi unjuk rasa warga. “Kami mengerahkan sekitar 200 personel untuk membantu tugas polisi yang menghadapi unjuk rasa di beberapa titik,” kata Menteri Pertahanan Thailand Yuthasak Sasiprapha. Kemarin unjuk rasa memang tak hanya terjadi di satu lokasi.

Terpisah, beberapa kelompok warga sempat bersitegang dengan aparat. Puluhan warga yang emosi karena tempat tinggal mereka terendam banjir, berusaha menjebol beberapa tanggul darurat. Sebab, mereka beranggapan bahwa tanggul yang terbuat dari karung berisi pasir tersebut justru menghambat air yang mengalir keluar. Akibatnya, genangan air tak kunjung surut.

Konflik antara warga, pemerintah, dan aparat itulah yang membuat OCHA (Office for the Coordination of Humanitarian Crisis) menyebut Bangkok masih kritis. Pasalnya, meski banjir di beberapa titik mulai surut, konflik yang muncul berpotensi memperparah bencana yang terjadi. “Di beberapa lokasi, khususnya di wilayah utara dan barat Bangkok, ketinggian air masih berkisar satu meter,”terang OCHA.

Sabtu lalu (29/10), sekelompok warga nekat menjebol tanggul di sebelah utara bandara lama, Don Mueang. Akibatnya, sejumlah besar air bah mengalir ke Kanal Prapa. Padahal, kanal tersebut juga berfungsi sebagai tempat penyimpanan air bersih untuk memasok kebutuhan seluruh warga Bangkok. “Kini militer mengerahkan 50.000 personel untuk khusus menjaga tanggul,” lapor OCHA dalam pernyataan tertulis. (ap/afp/hep/c3/ami/jpnn)

BANGKOK – Bencana banjir yang melanda Thailand memantik sejumlah konflik di ibu kota. Kemarin (31/10), sekitar 300 penduduk Kota Bangkok berunjuk rasa. Mereka mengeluhkan kebijakan pemerintah yang tidak adil. Sebab, demi menyelamatkan kompleks pemerintahan dan pusat kota, pemerintah mengorbankan permukiman warga.

Kebijakan yang membuat warga Bangkok di wilayah pinggiran mengalami dampak paling parah tersebut jelas memantik amarah. Karena itu, kemarin mereka memprotes pemerintahan Perdana Menteri (PM) Yingluck Shinawatra. Mereka menganggap pemerintah sengaja mengorbankan rakyat kecil demi menyelamatkan pusat kota dari genangan air banjir.
Kemarin para penduduk Khlong Sam Wa memblokade dua jalan raya utama yang menghubungkan distrik mereka dengan ibu kota. Ini merupakan protes hari kedua yang mereka lakukan untuk mengetuk hati nurani pemerintah. “Rumah saya sudah terendam air banjir dua bulan dan dalam dua pekan terakhir, kondisinya semakin memprihatinkan,” kata Samorn Sohwiset, penduduk Khlong Sam Wa.

Di dekat pria 43 tahun itu berdiri seorang pemuda yang sibuk menggali tanah di sekitar pintu air. Dia berusaha keras membuat saluran irigasi di dekat pintu air. Dia berharap saluran irigasi buatannya bisa mengalirkan air ke distrik lain yang dia sebut sebagai lingkungan orang-orang kaya. Dengan demikian, luapan air dari Sungai Chao Phraya tak hanya mengalir ke Khlong Sam Wa saja.

Warga yang jumlahnya berkisar 300 orang itu menuntut pemerintah membuka maksimal pintu air di sebelah timur laut. Tepatnya, pintu air yang berada di Distrik Khlong Sam Wa. Dengan demikian, air yang menggenangi permukiman warga bisa segera surut. Para pengunjuk rasa, termasuk Samorn, bertekad akan tetap menduduki dua jalan raya utama itu sampai pemerintah mengabulkan tuntutan mereka.

Namun, pemerintah menanggapi dingin aspirasi warga yang menjadi korban banjir itu. Otoritas Metropolis Bangkok (BMA) mengatakan bahwa membuka seluruh pintu-pintu air di distrik tersebut akan mengancam keberadaan fasilitas-fasilitas utama yang terletak di pusat ibu kota. Banjir akan merendam kompleks pemerintah yang sangat vital bagi keberlangsungan pemerintahan Yingluck.

“Kami jelas tak ingin rencana jangka panjang pemerintah dibuyarkan oleh sekelompok orang,” kata Jubir BMA Jate Sopitpongstorn. Karena itu, untuk mencegah terjadinya bentrok, Yingluck mengerahkan sejumlah besar aparat ke lokasi unjuk rasa. Khususnya ke distrik Khlong Sam Wa yang sudah dua hari terakhir menggelar protes terhadap pemerintah.

Bersamaan dengan itu, Pusat Kendali Bantuan Banjir (FROC) meminta bantuan militer untuk menghadapi unjuk rasa warga. “Kami mengerahkan sekitar 200 personel untuk membantu tugas polisi yang menghadapi unjuk rasa di beberapa titik,” kata Menteri Pertahanan Thailand Yuthasak Sasiprapha. Kemarin unjuk rasa memang tak hanya terjadi di satu lokasi.

Terpisah, beberapa kelompok warga sempat bersitegang dengan aparat. Puluhan warga yang emosi karena tempat tinggal mereka terendam banjir, berusaha menjebol beberapa tanggul darurat. Sebab, mereka beranggapan bahwa tanggul yang terbuat dari karung berisi pasir tersebut justru menghambat air yang mengalir keluar. Akibatnya, genangan air tak kunjung surut.

Konflik antara warga, pemerintah, dan aparat itulah yang membuat OCHA (Office for the Coordination of Humanitarian Crisis) menyebut Bangkok masih kritis. Pasalnya, meski banjir di beberapa titik mulai surut, konflik yang muncul berpotensi memperparah bencana yang terjadi. “Di beberapa lokasi, khususnya di wilayah utara dan barat Bangkok, ketinggian air masih berkisar satu meter,”terang OCHA.

Sabtu lalu (29/10), sekelompok warga nekat menjebol tanggul di sebelah utara bandara lama, Don Mueang. Akibatnya, sejumlah besar air bah mengalir ke Kanal Prapa. Padahal, kanal tersebut juga berfungsi sebagai tempat penyimpanan air bersih untuk memasok kebutuhan seluruh warga Bangkok. “Kini militer mengerahkan 50.000 personel untuk khusus menjaga tanggul,” lapor OCHA dalam pernyataan tertulis. (ap/afp/hep/c3/ami/jpnn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/