32.8 C
Medan
Tuesday, May 28, 2024

Mesir Terus Rusuh, Tiga Tewas Ditembak

KAIRO- Salat Jumat di masjid yang terletak di Mansour Street, dekat Lapangan Tahrir, Kairo, Mesir, baru saja berakhir kemarin (3/2), ketika serangan gas air mata itu berdatangan. Para jamaah yang hampir semua adalah demonstran tentu saja kaget dan langsung kalang kabut.

Aparat dari Pasukan Keamanan Pusat (CSF), satuan andalan pada era mantan diktator Hosni Mubarak, terus mengejar demonstran hingga ke ruas jalan yang berdekatan dengan Mansour Street, Mohamed Mahmoud Street.

Di Mohamed Mahmoud Street itulah terletak Kementerian Dalam Negeri Mesir. Tempat tersebut menjadi episentrum demonstrasi sejak Jumat dini hari pukul 01.30 waktu setempat menyusul tewasnya 74 orang dan sekitar 1.000 lainnya luka-luka di Stadion Port Said dalam laga Liga Mesir antara Al-Masry dan Al-Ahly sehari sebelumnya.

Demonstrasi yang diikuti sekitar tiga ribu orang juga berlangsung di Suez. Sebagaimana halnya di Kairo, aparat merespons aksi jalanan itu dengan keras. Buntutnya, sebagaimana dilaporkan situs berita Ahramonline, tiga orang tewas karena ditembak aparat. Dua di antaranya di Suez.
Sementara itu, hampir 400 lainnya terluka karena gas air mata, peluru karet, serta lemparan batu. Di Suez maupun Kairo, aparat dilaporkan juga menggunakan senjata tajam.

Mesir memang kian mendidih sejak kerusuhan di Port Said tersebut. Dimotori Ultras, kelompok suporter garis keras dua klub terbesar Mesir yang berbasis di Kairo, Al-Ahly dan Zamalek, puluhan ribu orang turun ke sekitar Tahrir. Mereka mengutuk pemerintahan sementara Mesir yang di bawah kendali Dewan Agung Militer karena dianggap membiarkan, bahkan mendalangi, kerusuhan di Port Said.

Sangat mungkin kerusuhan di Port Said itu memicu revolusi kedua di Mesir yang hanya berselang setahun dari revolusi pertama yang berhasil melengserkan Mubarak.
Bakal sangat berat bagi pemerintah di bawah Dewan Agung Militer untuk bertahan. Mereka sama sekali tak punya legitimasi di mata publik.

“Itu bukan kerusuhan sepak bola. Itu pembantaian Ultras,” bunyi sebuah spanduk yang dibawa pendukung Al-Ahly yang berdemonstrasi di depan Kementerian Dalam Negeri kemarin merujuk pada kerusuhan di Port Said seperti dikutip Daily Mail.(c5/ttg/jpnn)

KAIRO- Salat Jumat di masjid yang terletak di Mansour Street, dekat Lapangan Tahrir, Kairo, Mesir, baru saja berakhir kemarin (3/2), ketika serangan gas air mata itu berdatangan. Para jamaah yang hampir semua adalah demonstran tentu saja kaget dan langsung kalang kabut.

Aparat dari Pasukan Keamanan Pusat (CSF), satuan andalan pada era mantan diktator Hosni Mubarak, terus mengejar demonstran hingga ke ruas jalan yang berdekatan dengan Mansour Street, Mohamed Mahmoud Street.

Di Mohamed Mahmoud Street itulah terletak Kementerian Dalam Negeri Mesir. Tempat tersebut menjadi episentrum demonstrasi sejak Jumat dini hari pukul 01.30 waktu setempat menyusul tewasnya 74 orang dan sekitar 1.000 lainnya luka-luka di Stadion Port Said dalam laga Liga Mesir antara Al-Masry dan Al-Ahly sehari sebelumnya.

Demonstrasi yang diikuti sekitar tiga ribu orang juga berlangsung di Suez. Sebagaimana halnya di Kairo, aparat merespons aksi jalanan itu dengan keras. Buntutnya, sebagaimana dilaporkan situs berita Ahramonline, tiga orang tewas karena ditembak aparat. Dua di antaranya di Suez.
Sementara itu, hampir 400 lainnya terluka karena gas air mata, peluru karet, serta lemparan batu. Di Suez maupun Kairo, aparat dilaporkan juga menggunakan senjata tajam.

Mesir memang kian mendidih sejak kerusuhan di Port Said tersebut. Dimotori Ultras, kelompok suporter garis keras dua klub terbesar Mesir yang berbasis di Kairo, Al-Ahly dan Zamalek, puluhan ribu orang turun ke sekitar Tahrir. Mereka mengutuk pemerintahan sementara Mesir yang di bawah kendali Dewan Agung Militer karena dianggap membiarkan, bahkan mendalangi, kerusuhan di Port Said.

Sangat mungkin kerusuhan di Port Said itu memicu revolusi kedua di Mesir yang hanya berselang setahun dari revolusi pertama yang berhasil melengserkan Mubarak.
Bakal sangat berat bagi pemerintah di bawah Dewan Agung Militer untuk bertahan. Mereka sama sekali tak punya legitimasi di mata publik.

“Itu bukan kerusuhan sepak bola. Itu pembantaian Ultras,” bunyi sebuah spanduk yang dibawa pendukung Al-Ahly yang berdemonstrasi di depan Kementerian Dalam Negeri kemarin merujuk pada kerusuhan di Port Said seperti dikutip Daily Mail.(c5/ttg/jpnn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/