26 C
Medan
Saturday, November 23, 2024
spot_img

Ditodong Pistol, Jaga Jarak Supaya tak Direkrut

Orang-orang Indonesia yang Eksis di Media Massa Negeri Sakura (2/Habis)

Lebih dari dua dasawarsa, Richard Susilo tinggal di Jepang. Di sela profesinya sebagai jurnalis dan penulis, Richard melakukan investigasi kejahatan terkenal di Jepang, Yakuza. Ia bahkan tetap militan, meski Pemerintah Jepang merilis regulasi baru antisindikat organisasi kejahatan.

HENNY GALLA, Tokyo

Kereta bawah tanah Jepang melaju kencang meninggalkan stasiun Shibuya. Butuh waktu sekitar 40 menit untuk sampai ke stasiun Ayase, pinggiran Tokyo. Pagi itu, semilir angin dingin serasa membekukan tulang.

 TOKYO: Richard Susilo saat ditemui  stasiun Ayase, Tokyo.  akhir pekan lalu (2/2).//HENNY GALLA/JAWA POS/jpnn
DI TOKYO: Richard Susilo saat ditemui di stasiun Ayase, Tokyo.
akhir pekan lalu (2/2).//HENNY GALLA/JAWA POS/jpnn

Di depan stasiun, Jawa Pos (grup Sumut Pos) menanti seorang warga Indonesia yang lebih dari 20 tahun tinggal di Jepang. Sekitar sepuluh menit menanti, dari kejauhan tampak pria setengah baya mengendarai sepeda mini berkeranjang mendekat datang. Dia kemudian berhenti memarkir sepeda di tempat yang tak jauh dari stasiun.

Jawa Pos pun mengikutinya hingga di depan restoran burger siap saji di depan stasiun. “Biasanya parkir di depan sini (restoran siap saji) tidak apa-apa. Sekarang baru tahu kalau dilarang. Jepang sangat ketat, bahkan untuk parkir sepeda,” ungkap Richard Susilo yang ditemui akhir pekan lalu.
Pria akrab disapa Richard itu adalah warga negara Indonesia yang sudah lebih dari 20 tahun tinggal di Negeri Sakura. Selain menjadi jurnalis dan kontributor berita Jepang untuk Indonesia, Richard adalah seorang penulis aktif di beberapa media massa lokal, seperti The Japan Times dan Asahi Evening News.

Namun, sepanjang karir jurnalisnya di Tokyo, ada satu hal yang tak bisa berhenti untuk menelisik kehidupan sindikat kejahatan terorganisasi di Jepang, yakni Yakuza. Saking berminatnya, pria yang tahun ini berusia 53 tahun tersebut serius mendalami dan mencari data akurat mengenai Yakuza. Di dalam restoran cepat saji itu, Richard menceritakan detail dirinya mengawali keseriusannya menginvestigasi Yakuza. Pada 1990-an, dia sebagai wartawan dijamu di restoran di daerah Shinjuku.

Ternyata, salah satu hostess di tempat itu adalah warga Indonesia. Setelah ngobrol cukup panjang tentang kehidupan di Jepang, Richard berhasil menguak bahwa perempuan tersebut memiliki akses ke Yakuza. “Suaminya sendiri adalah anggota Yakuza,” jelasnya.

Setelah menggali sedikit demi sedikit, Richard makin mendapat banyak informasi tentang Yakuza. Pada intinya, orang-orang yang terlibat dalam Yakuza selalu bermotif uang. Bahkan, untuk Yakuza dengan level menengah ke atas mereka memiliki kekayaan miliaran dolar dan menyimpannya secara terpecah di bank-bank yang ada di luar Jepang.

Namun, ada hal yang fundamental adalah sesungguhnya Yakuza tak mencari uang dengan cara menentang hukum. Si bos besar Yakuza selalu menggembleng anak buahnya untuk selalu taat hukum.

Mereka berpikir bagaimana cara mendapatkan uang dalam jumlah besar tanpa harus melawan hukum. Perbuatan mereka bahkan jauh dari upaya pemerasan. Namun, Yakuza justru mampu menaklukkan dan mengajak kerja sama para pejabat-pejabat dan orang kaya di Jepang. Caranya” “Yakuza punya informasi akurat tentang rekam jejak negatif dari pejabat atau orang kaya yang mereka ajak ‘bekerja sama’,” terangnya.

Yakuza memang sebuah paradoks dari citra Jepang sebagai negara yang ramah, halus, rendah hati, dan disiplin. Meski demikian, Richard mengakui dunia Yakuza tetap menjadi bagian dari sejarah dan budaya Jepang. “Tidak bisa kita menutup mata keberadaan mereka di dalam kehidupan sehari-hari,” paparnya.

Contohnya, beberapa kali Richard bersentuhan secara langsung dengan Yakuza. Tanda-tandanya sangat mudah dideteksi: Yakuza memiliki tato khas di tangannya. Kala itu, Richard menceritakan dia pernah pergi makan di sebuah restoran. Dia pun mengantre. Namun, dari belakangnya ada seseorang yang bertingkah kasar. “Saya lihat di tangannya ada tatonya. Jadi dia Yakuza,” terangnya.

Tak hanya itu, Richard menerangkan pada suatu waktu, dia tengah berangkat liputan dengan dua orang temannya yang merupakan wartawan dari media asing. Berangkat menuju Yokohama, mereka bertiga naik taksi. Di tengah jalan, ada sebuah kendaraan yang akhirnya didahului taksi yang membawa Richard beserta dua temannya.

Tiba-tiba, mobil yang didahului tersebut mengikuti dan menggiring taksi secara kasar, hingga taksi terpaksa berhenti. “Bagaimana tidak takut. Kendaraan itu memberhentikan taksi kami dan seorang penumpangnya menodongkan pistol ke arah supir taksi,” jelasnya dengan nada tegang. Situasi itu, diakui Richard, adalah hal yang paling mendebarkan seluruh hidup, sepanjang pengalamannya menginvestigasi Yakuza.

Lantaran itu, Richard yang beristri warga Jepang itu mengatakan, dirinya sangat berhati-hati dalam melaksanakan ambisinya menguak dunia hitam Yakuza. “Jika tidak hati-hati, bisa jadi saya malahan direkrut,” terangnya.

Sehingga, meskipun ia juga pernah menemui sekaligus bercakap secara langsung dengan salah satu bos besar Yakuza, ia tidak lantas uforia. Di samping bisa belajar banyak dari si bos Yakuza, Richard tetap harus mengendalikan diri. Misalnya, ia sungguh-sungguh menyembunyikan identitas asli. “Informasi pribadi, keluarga, hingga tempat  tinggal saya, saya sembunyikan semuanya. Hingga sekarang,” terangnya.

Richard mengatakan, prinsip kehati-hatian yang ekstra itu ia terapkan lebih ketat, setelah pemerintah Jepang merilis regulasi merilis regulasi baru anti sindikat organisasi kejahatan pada tahun 2011. Jangankan Yakuza secara langsung, orang yang dekat dengan Yakuza pun dicurigai dan ada pasalnya. “UU ini dibikin atas desakan rakyat Jepang juga. Dan Pemerintah menerapkannya sangat ketat,” jelasnya.

Kendati demikian, Richard menerangkan tak semua Yakuza itu bertingkah buruk. Banyak juga Yakuza yang membantu warga Jepang jika terjadi bencana. Dan yang paling patut dipelajari adalah loyalitas Yakuza terhadap sang bos, yang dianggap sebagai orangtua sendiri.

“Yakuza akan sangat melindungi keluarganya. Khususnya istri bos mereka, yang sudah dianggap sebagai ibu sendiri,” papar pria lulusan Universitas Newport California, AS tersebut.

Saat ini, Richard rajin mencatatkan kisahnya tentang Yakuza di portal pribadinya Yakuza.in. Ia berencana, pasa saatnya akan merilis sebuah buku tentang dunia Yakuza yang patut diketahui oleh bangsa Indonesia.

“Karena Indonesia adalah negara yang paling gampang dimasuki. Tidak seperti AS, yang sudah punya database lengkap Yakuza, yang diperoleh dari intelijen mereka,” tandasnya. (*)

Orang-orang Indonesia yang Eksis di Media Massa Negeri Sakura (2/Habis)

Lebih dari dua dasawarsa, Richard Susilo tinggal di Jepang. Di sela profesinya sebagai jurnalis dan penulis, Richard melakukan investigasi kejahatan terkenal di Jepang, Yakuza. Ia bahkan tetap militan, meski Pemerintah Jepang merilis regulasi baru antisindikat organisasi kejahatan.

HENNY GALLA, Tokyo

Kereta bawah tanah Jepang melaju kencang meninggalkan stasiun Shibuya. Butuh waktu sekitar 40 menit untuk sampai ke stasiun Ayase, pinggiran Tokyo. Pagi itu, semilir angin dingin serasa membekukan tulang.

 TOKYO: Richard Susilo saat ditemui  stasiun Ayase, Tokyo.  akhir pekan lalu (2/2).//HENNY GALLA/JAWA POS/jpnn
DI TOKYO: Richard Susilo saat ditemui di stasiun Ayase, Tokyo.
akhir pekan lalu (2/2).//HENNY GALLA/JAWA POS/jpnn

Di depan stasiun, Jawa Pos (grup Sumut Pos) menanti seorang warga Indonesia yang lebih dari 20 tahun tinggal di Jepang. Sekitar sepuluh menit menanti, dari kejauhan tampak pria setengah baya mengendarai sepeda mini berkeranjang mendekat datang. Dia kemudian berhenti memarkir sepeda di tempat yang tak jauh dari stasiun.

Jawa Pos pun mengikutinya hingga di depan restoran burger siap saji di depan stasiun. “Biasanya parkir di depan sini (restoran siap saji) tidak apa-apa. Sekarang baru tahu kalau dilarang. Jepang sangat ketat, bahkan untuk parkir sepeda,” ungkap Richard Susilo yang ditemui akhir pekan lalu.
Pria akrab disapa Richard itu adalah warga negara Indonesia yang sudah lebih dari 20 tahun tinggal di Negeri Sakura. Selain menjadi jurnalis dan kontributor berita Jepang untuk Indonesia, Richard adalah seorang penulis aktif di beberapa media massa lokal, seperti The Japan Times dan Asahi Evening News.

Namun, sepanjang karir jurnalisnya di Tokyo, ada satu hal yang tak bisa berhenti untuk menelisik kehidupan sindikat kejahatan terorganisasi di Jepang, yakni Yakuza. Saking berminatnya, pria yang tahun ini berusia 53 tahun tersebut serius mendalami dan mencari data akurat mengenai Yakuza. Di dalam restoran cepat saji itu, Richard menceritakan detail dirinya mengawali keseriusannya menginvestigasi Yakuza. Pada 1990-an, dia sebagai wartawan dijamu di restoran di daerah Shinjuku.

Ternyata, salah satu hostess di tempat itu adalah warga Indonesia. Setelah ngobrol cukup panjang tentang kehidupan di Jepang, Richard berhasil menguak bahwa perempuan tersebut memiliki akses ke Yakuza. “Suaminya sendiri adalah anggota Yakuza,” jelasnya.

Setelah menggali sedikit demi sedikit, Richard makin mendapat banyak informasi tentang Yakuza. Pada intinya, orang-orang yang terlibat dalam Yakuza selalu bermotif uang. Bahkan, untuk Yakuza dengan level menengah ke atas mereka memiliki kekayaan miliaran dolar dan menyimpannya secara terpecah di bank-bank yang ada di luar Jepang.

Namun, ada hal yang fundamental adalah sesungguhnya Yakuza tak mencari uang dengan cara menentang hukum. Si bos besar Yakuza selalu menggembleng anak buahnya untuk selalu taat hukum.

Mereka berpikir bagaimana cara mendapatkan uang dalam jumlah besar tanpa harus melawan hukum. Perbuatan mereka bahkan jauh dari upaya pemerasan. Namun, Yakuza justru mampu menaklukkan dan mengajak kerja sama para pejabat-pejabat dan orang kaya di Jepang. Caranya” “Yakuza punya informasi akurat tentang rekam jejak negatif dari pejabat atau orang kaya yang mereka ajak ‘bekerja sama’,” terangnya.

Yakuza memang sebuah paradoks dari citra Jepang sebagai negara yang ramah, halus, rendah hati, dan disiplin. Meski demikian, Richard mengakui dunia Yakuza tetap menjadi bagian dari sejarah dan budaya Jepang. “Tidak bisa kita menutup mata keberadaan mereka di dalam kehidupan sehari-hari,” paparnya.

Contohnya, beberapa kali Richard bersentuhan secara langsung dengan Yakuza. Tanda-tandanya sangat mudah dideteksi: Yakuza memiliki tato khas di tangannya. Kala itu, Richard menceritakan dia pernah pergi makan di sebuah restoran. Dia pun mengantre. Namun, dari belakangnya ada seseorang yang bertingkah kasar. “Saya lihat di tangannya ada tatonya. Jadi dia Yakuza,” terangnya.

Tak hanya itu, Richard menerangkan pada suatu waktu, dia tengah berangkat liputan dengan dua orang temannya yang merupakan wartawan dari media asing. Berangkat menuju Yokohama, mereka bertiga naik taksi. Di tengah jalan, ada sebuah kendaraan yang akhirnya didahului taksi yang membawa Richard beserta dua temannya.

Tiba-tiba, mobil yang didahului tersebut mengikuti dan menggiring taksi secara kasar, hingga taksi terpaksa berhenti. “Bagaimana tidak takut. Kendaraan itu memberhentikan taksi kami dan seorang penumpangnya menodongkan pistol ke arah supir taksi,” jelasnya dengan nada tegang. Situasi itu, diakui Richard, adalah hal yang paling mendebarkan seluruh hidup, sepanjang pengalamannya menginvestigasi Yakuza.

Lantaran itu, Richard yang beristri warga Jepang itu mengatakan, dirinya sangat berhati-hati dalam melaksanakan ambisinya menguak dunia hitam Yakuza. “Jika tidak hati-hati, bisa jadi saya malahan direkrut,” terangnya.

Sehingga, meskipun ia juga pernah menemui sekaligus bercakap secara langsung dengan salah satu bos besar Yakuza, ia tidak lantas uforia. Di samping bisa belajar banyak dari si bos Yakuza, Richard tetap harus mengendalikan diri. Misalnya, ia sungguh-sungguh menyembunyikan identitas asli. “Informasi pribadi, keluarga, hingga tempat  tinggal saya, saya sembunyikan semuanya. Hingga sekarang,” terangnya.

Richard mengatakan, prinsip kehati-hatian yang ekstra itu ia terapkan lebih ketat, setelah pemerintah Jepang merilis regulasi merilis regulasi baru anti sindikat organisasi kejahatan pada tahun 2011. Jangankan Yakuza secara langsung, orang yang dekat dengan Yakuza pun dicurigai dan ada pasalnya. “UU ini dibikin atas desakan rakyat Jepang juga. Dan Pemerintah menerapkannya sangat ketat,” jelasnya.

Kendati demikian, Richard menerangkan tak semua Yakuza itu bertingkah buruk. Banyak juga Yakuza yang membantu warga Jepang jika terjadi bencana. Dan yang paling patut dipelajari adalah loyalitas Yakuza terhadap sang bos, yang dianggap sebagai orangtua sendiri.

“Yakuza akan sangat melindungi keluarganya. Khususnya istri bos mereka, yang sudah dianggap sebagai ibu sendiri,” papar pria lulusan Universitas Newport California, AS tersebut.

Saat ini, Richard rajin mencatatkan kisahnya tentang Yakuza di portal pribadinya Yakuza.in. Ia berencana, pasa saatnya akan merilis sebuah buku tentang dunia Yakuza yang patut diketahui oleh bangsa Indonesia.

“Karena Indonesia adalah negara yang paling gampang dimasuki. Tidak seperti AS, yang sudah punya database lengkap Yakuza, yang diperoleh dari intelijen mereka,” tandasnya. (*)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/