26 C
Medan
Friday, July 5, 2024

Arab Saudi Rusuh

Sakit, Calhaj Asal Sidimpuan Meninggal

RIYADH-Musim haji telah tiba. Tetapi, Arab Saudi justru harus menghadapi persoalan pelik: mulai berkobarnya demonstrasi menentang rezim berkuasa seperti yang telah terjadi di banyak negara Arab lain sejak akhir tahun lalu.
Kemarin dini hari WIB, setidaknya 14 orang terluka akibat kerusuhan di Kota Al Awamiyah, Provinsi Al Qatif, provinsi di bagian timur negeri monarki tersebut yang mayoritas penduduknya merupakan muslim Syiah.

Itu terjadi setelah petugas keamanan pemerintah melepaskan tembakan ke arah demonstran yang menuntut penghapusan diskriminasi dan perubahan konstitusi ?tema sentral di hampir semua revolusi Arab yang berkobar sejak akhir tahun lalu.

Versi pemerintah, sebelas di antara 14 korban luka-luka itu adalah para petugas, tiga lainnya demonstran. Namun, sejumlah aktivis anti pemerintah kepada koran Inggris The Independent mengatakan bahwa korban di pihak mereka mencapai 24 orang, tiga di antara mereka perempuan.

Bahkan, tak tertutup kemungkinan ada yang meninggal. Para aktivis belum bisa memastikan hal tersebut karena suasana masih kacau-balau dan menegangkan hingga tadi malam WIB. Pers asing juga tak bisa masuk ke lokasi kejadian karena diblokade pemerintah.

Kerusuhan kemarin merupakan akumulasi demonstrasi yang berlangsung sejak Minggu lalu (2/10). Pemicunya adalah penangkapan seorang pria berusia 60 tahun oleh petugas. Itu dilakukan agar anak si pria itu, yang seorang aktivis, mau menyerah.

Ahmad Al Rayah, juru bicara Masyarakat untuk Pembangunan dan Perubahan yang berbasis di Al Awamiyah, kepada The Independent menjelaskan bahwa sebagian besar korban sipil terluka saat bentrok sengit terjadi Selasa (4/10) sekitar pukul 20.00 waktu setempat. Petugas keamanan, lanjut Al Rayah, menembak secara membabi buta.
“Massa melempari sebuah kantor polisi (tempat pria 60 tahun itu ditahan) dengan batu. Ketika seorang aktivis hak asasi manusia bernama Fadel Al Mansaf datang ke kantor tersebut, dia justru juga ditahan,” terang Al Rayah.

Al Rayah menambahkan, baru dalam protes kali itulah petugas keamanan melepaskan tembakan ke arah demonstran. Pada aksi jalanan serupa Februari lalu ‘dalam skala yang lebih kecil’ petugas mengarahkan tembakan ke udara.
Al Qatif merupakan wilayah pinggir pantai berpenduduk lebih dari 474 ribu orang. Sebesar 94 persen penduduknya merupakan penganut Syiah. Daerah tersebut kaya minyak. Bahkan, cadangan minyaknya terbesar di dunia.

Karena itu, Riyadh tak bisa memandang sebelah mata potensi konflik yang mungkin menjalar dari Al Qatif. Amerika Serikat, sekutu utama Arab Saudi, jelas akan menekan rezim Raja Abdullah bin Abdul Aziz agar segera mengakhiri api revolusi di Al Qatif.

Washington pasti mengkhawatirkan suplai minyaknya bakal terganggu kalau kerusuhan itu membesar, apalagi meluas. Seperti disampaikan oleh Hamza Al Hassan, aktivis anti pemerintah yang kini mengasingkan diri ke Inggris, kemungkinan Arab Saudi bernasib sama dengan Tunisia, Mesir, Yaman, Bahrain, dan Syria sangat terbuka. Apalagi, Al Qatif berbatasan langsung dengan Bahrain, yang sampai sekarang pun masih bergolak.

“Setelah melihat video kejadian di kawasan tersebut, terus terang saya khawatir konflik itu akan meluas. Sebab, banyak orang di wilayah itu yang memiliki senjata yang selama bertahun-tahun ini didatangkan dari Iraq dan Yaman,” ujar Al Hassan kepada The Independent.

Kalau benar meluas, Riyadh jelas bakal menghadapi masalah besar. Sebab, saat ini konsentrasi pengamanan mereka curahkan pada kegiatan haji yang berlangsung di Makkah dan Madinah. Jutaan jamaah dari seluruh dunia berada di sana.

Kaum Syiah di Arab Saudi selama ini memang kerap dianaktirikan oleh rezim Ibnu Saud yang berkuasa di Arab Saudi, yang beraliran Sunni-Wahabbi. Oleh kalangan Wahabbi, Syiah dianggap aliran sempalan yang tak pantas disebut muslim.

Dalam hal lapangan pekerjaan, misalnya. Menurut Hamza Al Hassan yang berasal dari Al Safwa, kota tetangga Al Awamiyah, itu, meski kaya minyak, jumlah penganggur di dua kota tersebut tinggi sekali. Padahal, 70 persen populasinya adalah anak-anak muda. Itu belum termasuk pengekangan terhadap beragam hak asasi manusia.
Warga Syiah di Arab Saudi kian marah setelah Maret lalu Riyadh mengirim 1.500 tentara untuk turut membantu memadamkan demonstrasi di Bahrain. Hingga kini, para serdadu Saudi itu masih bercokol di negeri yang mayoritas warganya beraliran Syiah, tetapi dipimpin rezim penganut Sunni tersebut.

Sementara itu, Riyadh menuding, ada negara asing yang memprovokasi kerusuhan di Al Qatif. Bisa ditebak, negara yang dimaksud adalah Iran, negeri Syiah yang selama ini memang selalu menjadi sasaran pengambinghitaman oleh Arab Saudi.

Namun, seperti biasa, tudingan dari Riyadh itu tak pernah disertai bukti. Pekan lalu, 20 dokter di Bahrain yang divonis 20 tahun penjara karena menolong demonstran anti pemerintah menyatakan juga disiksa selama interogasi agar membuat pengakuan palsu bahwa Iran-lah yang berada di belakang aksi demonstrasi.

Calhaj Sidimpuan Meninggal

Sementara itu, seorang jamaah calon haji (Calhaj) asal Sidimpuan, Ali Hasaran Nasution Bin Hipuli Nasution, meninggal dunia di RS Haji Medan pukul 23.15 WIB, Selasa (4/10). Dari diagnosa yang dilakukan dokter, Ali meninggal disebabkan radang paru-paru.

Koordinator Humas PPIH Sumut Sazli Nasution menjelaskan, jamaah calhaj kloter II Embarkasi Medan ini sebelumnya menunda keberangkatannya, dikarenakan dehidrasi atau kekurangan banyak cairan ketika di Asrama Haji Embarkasi Medan. Atas hal tersebut, Ali ditemani sang istri Nurbaiti Hulipan Daulay dilarikan ke RS Haji Medan untuk mendapatkan perawatan.

Menurut Sazli, Ali diberangkatkan ke rumah duka di Sidimpuan Rabu (5/10). “Namun, belum diketahui apakah istri almarhum akan berangkat ke Mekkah atau tidak, sebab bagasi jamaah telah berada di Jeddah,” terangnya.

Sementara itu, sebanyak 455 jamaah calhaj asal Labuhan Batu telah tiba di Asrama Haji Embarkasi Medan, kemarin (5/10). Ke-455 jamaah Calhaj ini tiba bersama dengan lima petugas kesehatan yang kini mereka (Jamaah calhaj, Red) masih menerima pengarahan dari PPIH Sumut.

Pada jamaah kloter V Embarkasi Medan ini terdapat jamaah tertua dengan usia 82 tahun atas nama Kamiran Muhammad Nasim Binti Muhammad Nasim, dan jamaah termuda Ella Ramadayani Nasution Binti Syafaruddin Nasution dengan usia 17 tahun.

Dua Calhaj Medan Belum Divaksin

Dua jamaah calhaj kloter IV asal Medan menghindar dari pemberian vaksin saat hendak dikarantina di Asrama Haji Medan. Karenanya, kedua jamaah calhaj ini tetap harus diberikan vaksin agar memudahkan proses pemeriksaan di Arab Saudi.

Kabag Humas PPIH Sumut Sazli Nasution menjelaskan, seorang tim kesehatan haji Ziad Batubara menuturkan ada dua jamaah calhaj yang berhasil menghindari pemberian vaksin. “Alasan jamaah yang satu yakni dirinya asal Medan, namun bekerja di Kalimantan sehingga tak sempat mengikuti pemberian vaksin Meningitis, kemudian yang satunya lagi karena takut disuntik,” paparnya.

Sazli mengharapkan, para pengurus di daerah jangan sampai kebobolan lagi situasi seperti ini. “Sebab jika para jamaah tak diberikan vaksin tersebut, akan menimbulkan masalah ketika masuk Bandara King Abdul Aziz di Jeddah,” jelasnya. (c11/ttg/jpnn/saz)

Sakit, Calhaj Asal Sidimpuan Meninggal

RIYADH-Musim haji telah tiba. Tetapi, Arab Saudi justru harus menghadapi persoalan pelik: mulai berkobarnya demonstrasi menentang rezim berkuasa seperti yang telah terjadi di banyak negara Arab lain sejak akhir tahun lalu.
Kemarin dini hari WIB, setidaknya 14 orang terluka akibat kerusuhan di Kota Al Awamiyah, Provinsi Al Qatif, provinsi di bagian timur negeri monarki tersebut yang mayoritas penduduknya merupakan muslim Syiah.

Itu terjadi setelah petugas keamanan pemerintah melepaskan tembakan ke arah demonstran yang menuntut penghapusan diskriminasi dan perubahan konstitusi ?tema sentral di hampir semua revolusi Arab yang berkobar sejak akhir tahun lalu.

Versi pemerintah, sebelas di antara 14 korban luka-luka itu adalah para petugas, tiga lainnya demonstran. Namun, sejumlah aktivis anti pemerintah kepada koran Inggris The Independent mengatakan bahwa korban di pihak mereka mencapai 24 orang, tiga di antara mereka perempuan.

Bahkan, tak tertutup kemungkinan ada yang meninggal. Para aktivis belum bisa memastikan hal tersebut karena suasana masih kacau-balau dan menegangkan hingga tadi malam WIB. Pers asing juga tak bisa masuk ke lokasi kejadian karena diblokade pemerintah.

Kerusuhan kemarin merupakan akumulasi demonstrasi yang berlangsung sejak Minggu lalu (2/10). Pemicunya adalah penangkapan seorang pria berusia 60 tahun oleh petugas. Itu dilakukan agar anak si pria itu, yang seorang aktivis, mau menyerah.

Ahmad Al Rayah, juru bicara Masyarakat untuk Pembangunan dan Perubahan yang berbasis di Al Awamiyah, kepada The Independent menjelaskan bahwa sebagian besar korban sipil terluka saat bentrok sengit terjadi Selasa (4/10) sekitar pukul 20.00 waktu setempat. Petugas keamanan, lanjut Al Rayah, menembak secara membabi buta.
“Massa melempari sebuah kantor polisi (tempat pria 60 tahun itu ditahan) dengan batu. Ketika seorang aktivis hak asasi manusia bernama Fadel Al Mansaf datang ke kantor tersebut, dia justru juga ditahan,” terang Al Rayah.

Al Rayah menambahkan, baru dalam protes kali itulah petugas keamanan melepaskan tembakan ke arah demonstran. Pada aksi jalanan serupa Februari lalu ‘dalam skala yang lebih kecil’ petugas mengarahkan tembakan ke udara.
Al Qatif merupakan wilayah pinggir pantai berpenduduk lebih dari 474 ribu orang. Sebesar 94 persen penduduknya merupakan penganut Syiah. Daerah tersebut kaya minyak. Bahkan, cadangan minyaknya terbesar di dunia.

Karena itu, Riyadh tak bisa memandang sebelah mata potensi konflik yang mungkin menjalar dari Al Qatif. Amerika Serikat, sekutu utama Arab Saudi, jelas akan menekan rezim Raja Abdullah bin Abdul Aziz agar segera mengakhiri api revolusi di Al Qatif.

Washington pasti mengkhawatirkan suplai minyaknya bakal terganggu kalau kerusuhan itu membesar, apalagi meluas. Seperti disampaikan oleh Hamza Al Hassan, aktivis anti pemerintah yang kini mengasingkan diri ke Inggris, kemungkinan Arab Saudi bernasib sama dengan Tunisia, Mesir, Yaman, Bahrain, dan Syria sangat terbuka. Apalagi, Al Qatif berbatasan langsung dengan Bahrain, yang sampai sekarang pun masih bergolak.

“Setelah melihat video kejadian di kawasan tersebut, terus terang saya khawatir konflik itu akan meluas. Sebab, banyak orang di wilayah itu yang memiliki senjata yang selama bertahun-tahun ini didatangkan dari Iraq dan Yaman,” ujar Al Hassan kepada The Independent.

Kalau benar meluas, Riyadh jelas bakal menghadapi masalah besar. Sebab, saat ini konsentrasi pengamanan mereka curahkan pada kegiatan haji yang berlangsung di Makkah dan Madinah. Jutaan jamaah dari seluruh dunia berada di sana.

Kaum Syiah di Arab Saudi selama ini memang kerap dianaktirikan oleh rezim Ibnu Saud yang berkuasa di Arab Saudi, yang beraliran Sunni-Wahabbi. Oleh kalangan Wahabbi, Syiah dianggap aliran sempalan yang tak pantas disebut muslim.

Dalam hal lapangan pekerjaan, misalnya. Menurut Hamza Al Hassan yang berasal dari Al Safwa, kota tetangga Al Awamiyah, itu, meski kaya minyak, jumlah penganggur di dua kota tersebut tinggi sekali. Padahal, 70 persen populasinya adalah anak-anak muda. Itu belum termasuk pengekangan terhadap beragam hak asasi manusia.
Warga Syiah di Arab Saudi kian marah setelah Maret lalu Riyadh mengirim 1.500 tentara untuk turut membantu memadamkan demonstrasi di Bahrain. Hingga kini, para serdadu Saudi itu masih bercokol di negeri yang mayoritas warganya beraliran Syiah, tetapi dipimpin rezim penganut Sunni tersebut.

Sementara itu, Riyadh menuding, ada negara asing yang memprovokasi kerusuhan di Al Qatif. Bisa ditebak, negara yang dimaksud adalah Iran, negeri Syiah yang selama ini memang selalu menjadi sasaran pengambinghitaman oleh Arab Saudi.

Namun, seperti biasa, tudingan dari Riyadh itu tak pernah disertai bukti. Pekan lalu, 20 dokter di Bahrain yang divonis 20 tahun penjara karena menolong demonstran anti pemerintah menyatakan juga disiksa selama interogasi agar membuat pengakuan palsu bahwa Iran-lah yang berada di belakang aksi demonstrasi.

Calhaj Sidimpuan Meninggal

Sementara itu, seorang jamaah calon haji (Calhaj) asal Sidimpuan, Ali Hasaran Nasution Bin Hipuli Nasution, meninggal dunia di RS Haji Medan pukul 23.15 WIB, Selasa (4/10). Dari diagnosa yang dilakukan dokter, Ali meninggal disebabkan radang paru-paru.

Koordinator Humas PPIH Sumut Sazli Nasution menjelaskan, jamaah calhaj kloter II Embarkasi Medan ini sebelumnya menunda keberangkatannya, dikarenakan dehidrasi atau kekurangan banyak cairan ketika di Asrama Haji Embarkasi Medan. Atas hal tersebut, Ali ditemani sang istri Nurbaiti Hulipan Daulay dilarikan ke RS Haji Medan untuk mendapatkan perawatan.

Menurut Sazli, Ali diberangkatkan ke rumah duka di Sidimpuan Rabu (5/10). “Namun, belum diketahui apakah istri almarhum akan berangkat ke Mekkah atau tidak, sebab bagasi jamaah telah berada di Jeddah,” terangnya.

Sementara itu, sebanyak 455 jamaah calhaj asal Labuhan Batu telah tiba di Asrama Haji Embarkasi Medan, kemarin (5/10). Ke-455 jamaah Calhaj ini tiba bersama dengan lima petugas kesehatan yang kini mereka (Jamaah calhaj, Red) masih menerima pengarahan dari PPIH Sumut.

Pada jamaah kloter V Embarkasi Medan ini terdapat jamaah tertua dengan usia 82 tahun atas nama Kamiran Muhammad Nasim Binti Muhammad Nasim, dan jamaah termuda Ella Ramadayani Nasution Binti Syafaruddin Nasution dengan usia 17 tahun.

Dua Calhaj Medan Belum Divaksin

Dua jamaah calhaj kloter IV asal Medan menghindar dari pemberian vaksin saat hendak dikarantina di Asrama Haji Medan. Karenanya, kedua jamaah calhaj ini tetap harus diberikan vaksin agar memudahkan proses pemeriksaan di Arab Saudi.

Kabag Humas PPIH Sumut Sazli Nasution menjelaskan, seorang tim kesehatan haji Ziad Batubara menuturkan ada dua jamaah calhaj yang berhasil menghindari pemberian vaksin. “Alasan jamaah yang satu yakni dirinya asal Medan, namun bekerja di Kalimantan sehingga tak sempat mengikuti pemberian vaksin Meningitis, kemudian yang satunya lagi karena takut disuntik,” paparnya.

Sazli mengharapkan, para pengurus di daerah jangan sampai kebobolan lagi situasi seperti ini. “Sebab jika para jamaah tak diberikan vaksin tersebut, akan menimbulkan masalah ketika masuk Bandara King Abdul Aziz di Jeddah,” jelasnya. (c11/ttg/jpnn/saz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/