28 C
Medan
Wednesday, June 26, 2024

Presiden Prancis Nicolas Sarkozy Terseret Usai Lengser

Mantan Presiden Prancis Nicolas Sarkozy menjadi perbincangan publik belakangan ini. Dia ditangkap saat akan mencalonkan diri lagi.

Mantan Presiden Prancis Nicolas Sarkozy
Mantan Presiden Prancis Nicolas Sarkozy

Sarkozy dituduh menyalahgunakan wewenang dan korupsi. Yaitu, menerima bantuan dana kampanye dari mantan Presiden Libya Moamar Kadhafi serta ahli waris perusahaan kosmetik L’Oreal Liliane Bettencourt. Meski suami mantan supermodel Carla Bruni itu bersikukuh menyatakan diri tidak bersalah, tuduhan telah diluncurkan. Kasusnya diproses dan dia segera disidang.

Sarkozy bukan satu-satunya kepala negara yang terlibat masalah setelah tidak lagi bertakhta. Banyak presiden dan perdana menteri (PM) yang mengalami kasus serupa. Ada yang terjegal setelah turun layaknya Sarkozy, ada pula yang tersandung masalah ketika masih menjabat dan harus mengundurkan diri.

Salah satu yang masih hangat adalah putusan pengadilan untuk mantan Presiden Guatemala Alfonso Portillo. Portillo diekstradisi ke Amerika Serikat (AS) tahun lalu. Pada 22 Mei lalu pengadilan di New York memutusnya bersalah karena menerima suap dari Taiwan. Dia juga dianggap bersalah melakukan pencucian uang secara ilegal melalui bank-bank di Amerika. Portillo dijatuhi hukuman 5 tahun 10 bulan. Dia juga diminta untuk membayar denda USD 2,5 juta.

Mantan presiden yang menjabat sejak 2000-2004 tersebut tidak harus menjalani seluruh hukuman. Masa hukumannya dipotong hingga dia hanya menjalani 18 bulan penjara. Sebab, selama proses penyelidikan dan persidangan, dia telah mendekam di penjara. Sampai saat ini hakim belum memutuskan apakah dia menjalani hukumannya di AS ataukah kembali ke Guatemala.

“Saat-saat di penjara merupakan pengalaman belajar yang sangat besar buat saya, tapi juga penderitaan luar biasa untuk keluarga saya,” ujar Portillo setelah pembacaan putusan.

Pengadilan New York punya yurisdiksi untuk mengadili karena uang suap datang dari rekening yang ada di salah satu bank di New York. Dalam sidang, Portillo mengakui telah menerima USD 2,5 juta dari Taiwan. Sebagai balasannya, dia akan mengakui Taiwan sebagai sebuah negara dan melakukan hubungan diplomatik selama dirinya menjabat sebagai presiden. Taiwan memang telah mendanai beberapa negara di Amerika Tengah dan Karibia. Tujuannya, mereka dianggap sebagai sebuah negara dan diakui telah memisahkan diri dari Tiongkok.

Nasib serupa dialami mantan Presiden Ekuador Jamil Mahuad. Pada 30 Mei lalu pengadilan di Ekuador memutus Mahuad bersalah karena telah membuat negara tersebut mengalami krisis ekonomi yang serius pada 1999. Sayangnya, Mahuad tidak ada dalam sidang atau disidang inabsensia. Dia dihukum 12 tahun penjara. Pada 2000 Mahuad dikudeta. Dia melarikan diri ke Amerika Serikat. Interpol sudah menyebarkan fotonya ke berbagai negara untuk ditangkap dua hari sebelum putusan pengadilan turun.

Kesalahan Mahuad terjadi pada Maret 1999. Kala itu Ekuador sedang mengalami inflasi tinggi. Harga minyak yang menjadi pendulang ekspor utama negara tersebut juga sedang turun tajam.

Menghadapi masalah itu, Mahuad kemudian menyuruh seluruh bank tutup selama beberapa hari. Dia juga membekukan rekening warga sipil. Tujuannya, melindungi para pengusaha bank yang dekat dengannya.

“Dampak keputusan ini masih dirasakan warga Ekuador hingga hari ini,” ujar Hakim Ximena Vintimilla yang memutus perkaranya. Mahuad bersikukuh tidak bersalah dan menganggap putusan tersebut berbau politis.

Melangkah ke perbatasan Ekuador, ada mantan Presiden Peru Alberto Fujimori yang dihukum 25 tahun penjara pada 7 April 2009. Dia didakwa telah melanggar HAM karena terlibat dalam aksi pembunuhan dan penculikan.

Aksi tersebut dilakukan pasukan paramiliter Grupo Colina pada 1990-an untuk menghadapi gerilyawan sayap kiri. Dia disidang selama 15 bulan sebelum diputus bersalah. Selama persidangan, dia bersikukuh tidak bersalah.

Fujimori dan Mahuad adalah pemimpin negara yang pernah dinominasikan untuk mendapatkan Nobel Perdamaian. Pasalnya, pada saat keduanya memimpin, Peru dan Ekuador berdamai. Padahal, sebelumnya dua negara tersebut selalu terlibat perselisihan di wilayah perbatasan.

Hukuman berat juga harus diterima mantan Presiden Liberia Charles Taylor. Pada 2012 dia diputus bersalah atas kejahatan perang di Sierra Leone sekitar 1990. Dia dituduh telah melakukan terorisme, pembunuhan, dan pemerkosaan serta menggunakan anak-anak sebagai tentara. Tak tanggung-tanggung, dia dihukum 50 tahun penjara. Dia menjalani hukuman di penjara kelas A Durham, Inggris. Belakangan, dia mengeluh karena jauh dari istri dan 15 anaknya yang tinggal di Afrika.

Kejahatan perang lain dilakukan mantan Presiden Argentina Carlos Menem. Dia telah menyelundupkan senjata ke Ekuador dan Kroasia pada 1990-an. Pada 13 Juni 2013 pengadilan Argentina menjatuhkan hukuman tujuh tahun penjara. Kala itu Menem telah lengser dan menjadi anggota dewan. Dia tidak bisa langsung dipenjara karena memiliki imunitas. (ap/bbc/fox news /france 24/sha/c7/tia/jpnn/tom/rbb)

Mantan Presiden Prancis Nicolas Sarkozy menjadi perbincangan publik belakangan ini. Dia ditangkap saat akan mencalonkan diri lagi.

Mantan Presiden Prancis Nicolas Sarkozy
Mantan Presiden Prancis Nicolas Sarkozy

Sarkozy dituduh menyalahgunakan wewenang dan korupsi. Yaitu, menerima bantuan dana kampanye dari mantan Presiden Libya Moamar Kadhafi serta ahli waris perusahaan kosmetik L’Oreal Liliane Bettencourt. Meski suami mantan supermodel Carla Bruni itu bersikukuh menyatakan diri tidak bersalah, tuduhan telah diluncurkan. Kasusnya diproses dan dia segera disidang.

Sarkozy bukan satu-satunya kepala negara yang terlibat masalah setelah tidak lagi bertakhta. Banyak presiden dan perdana menteri (PM) yang mengalami kasus serupa. Ada yang terjegal setelah turun layaknya Sarkozy, ada pula yang tersandung masalah ketika masih menjabat dan harus mengundurkan diri.

Salah satu yang masih hangat adalah putusan pengadilan untuk mantan Presiden Guatemala Alfonso Portillo. Portillo diekstradisi ke Amerika Serikat (AS) tahun lalu. Pada 22 Mei lalu pengadilan di New York memutusnya bersalah karena menerima suap dari Taiwan. Dia juga dianggap bersalah melakukan pencucian uang secara ilegal melalui bank-bank di Amerika. Portillo dijatuhi hukuman 5 tahun 10 bulan. Dia juga diminta untuk membayar denda USD 2,5 juta.

Mantan presiden yang menjabat sejak 2000-2004 tersebut tidak harus menjalani seluruh hukuman. Masa hukumannya dipotong hingga dia hanya menjalani 18 bulan penjara. Sebab, selama proses penyelidikan dan persidangan, dia telah mendekam di penjara. Sampai saat ini hakim belum memutuskan apakah dia menjalani hukumannya di AS ataukah kembali ke Guatemala.

“Saat-saat di penjara merupakan pengalaman belajar yang sangat besar buat saya, tapi juga penderitaan luar biasa untuk keluarga saya,” ujar Portillo setelah pembacaan putusan.

Pengadilan New York punya yurisdiksi untuk mengadili karena uang suap datang dari rekening yang ada di salah satu bank di New York. Dalam sidang, Portillo mengakui telah menerima USD 2,5 juta dari Taiwan. Sebagai balasannya, dia akan mengakui Taiwan sebagai sebuah negara dan melakukan hubungan diplomatik selama dirinya menjabat sebagai presiden. Taiwan memang telah mendanai beberapa negara di Amerika Tengah dan Karibia. Tujuannya, mereka dianggap sebagai sebuah negara dan diakui telah memisahkan diri dari Tiongkok.

Nasib serupa dialami mantan Presiden Ekuador Jamil Mahuad. Pada 30 Mei lalu pengadilan di Ekuador memutus Mahuad bersalah karena telah membuat negara tersebut mengalami krisis ekonomi yang serius pada 1999. Sayangnya, Mahuad tidak ada dalam sidang atau disidang inabsensia. Dia dihukum 12 tahun penjara. Pada 2000 Mahuad dikudeta. Dia melarikan diri ke Amerika Serikat. Interpol sudah menyebarkan fotonya ke berbagai negara untuk ditangkap dua hari sebelum putusan pengadilan turun.

Kesalahan Mahuad terjadi pada Maret 1999. Kala itu Ekuador sedang mengalami inflasi tinggi. Harga minyak yang menjadi pendulang ekspor utama negara tersebut juga sedang turun tajam.

Menghadapi masalah itu, Mahuad kemudian menyuruh seluruh bank tutup selama beberapa hari. Dia juga membekukan rekening warga sipil. Tujuannya, melindungi para pengusaha bank yang dekat dengannya.

“Dampak keputusan ini masih dirasakan warga Ekuador hingga hari ini,” ujar Hakim Ximena Vintimilla yang memutus perkaranya. Mahuad bersikukuh tidak bersalah dan menganggap putusan tersebut berbau politis.

Melangkah ke perbatasan Ekuador, ada mantan Presiden Peru Alberto Fujimori yang dihukum 25 tahun penjara pada 7 April 2009. Dia didakwa telah melanggar HAM karena terlibat dalam aksi pembunuhan dan penculikan.

Aksi tersebut dilakukan pasukan paramiliter Grupo Colina pada 1990-an untuk menghadapi gerilyawan sayap kiri. Dia disidang selama 15 bulan sebelum diputus bersalah. Selama persidangan, dia bersikukuh tidak bersalah.

Fujimori dan Mahuad adalah pemimpin negara yang pernah dinominasikan untuk mendapatkan Nobel Perdamaian. Pasalnya, pada saat keduanya memimpin, Peru dan Ekuador berdamai. Padahal, sebelumnya dua negara tersebut selalu terlibat perselisihan di wilayah perbatasan.

Hukuman berat juga harus diterima mantan Presiden Liberia Charles Taylor. Pada 2012 dia diputus bersalah atas kejahatan perang di Sierra Leone sekitar 1990. Dia dituduh telah melakukan terorisme, pembunuhan, dan pemerkosaan serta menggunakan anak-anak sebagai tentara. Tak tanggung-tanggung, dia dihukum 50 tahun penjara. Dia menjalani hukuman di penjara kelas A Durham, Inggris. Belakangan, dia mengeluh karena jauh dari istri dan 15 anaknya yang tinggal di Afrika.

Kejahatan perang lain dilakukan mantan Presiden Argentina Carlos Menem. Dia telah menyelundupkan senjata ke Ekuador dan Kroasia pada 1990-an. Pada 13 Juni 2013 pengadilan Argentina menjatuhkan hukuman tujuh tahun penjara. Kala itu Menem telah lengser dan menjadi anggota dewan. Dia tidak bisa langsung dipenjara karena memiliki imunitas. (ap/bbc/fox news /france 24/sha/c7/tia/jpnn/tom/rbb)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/