LONDON – Film “The Act of Killing” yang menceritakan kisah preman Medan pelaku pembunuhan terhadap anggota dan simpatisan Partai Komunis Indonesia (PKI) terpilih sebagai film dokumenter terbaik dalam ajang BAFTA Awards atau penghargaan bagi film dan televisi bergengsi di Inggris. Joshua Oppenheimer yang menjadi sutradara The Act of Killing mengatakan film garapannya itu menjadi katalis perubahan tentang bagaimana Indonesia membicarakan masa lalunya.
“Akhirnya media dan publik membahas bencana moral yang terjadi dari genosida di Indonesia yang digambarkan dalam film tersebut tanpa rasa takut,” ujar Joshua saat menerima penghargaan di ajang BAFTA, Minggu (17/2) malam waktu London.
Joshua juga menyoroti keterlibatan Inggris dan Amerika dalam peristiwa pembantaian terhadap anggota dan simpatisan PKI karena berpartisipasi dalam peristiwa itu dan mengabaikan kejahatan-kejahatan yang terjadi. Selain itu, katanya. Inggris dan AS juga mendukung kediktatoran militer yang berkuasa di Indonesia setelah genosida itu.
Sutradara asal AS yang kini bermukim di Denmark itu juga berterima kasih kepada asisten sutradara dan para kru di Indonesia yang tidak dapat ditampilkan namanya dalam kredit film demi kepentingan kesemalatan. Namun, Joshua memberikan sentuhan lain saat menyampaikan pidato pada ajang BAFTA itu dengan menutupnya menggunakan Bahasa Indonesia. “Terima kasih sebesar-besarnya,” ujarnya.
‘The Act of Killing’ juga mendapatkan nominasi Oscar. Di ajang Academy Awards 2014 itu, ‘the Act of Killing’ akan bersaing dengan film, ‘Cutie and the Boxer,’ ‘Dirty Wars,’ ‘The Square’ dan ’20 Feet from Stardom.’
Sebelumnya, film yang menampilkan kisah pre man Medan bernama Anwar Congo itu sudan menyabet European Film Award untuk kategori film dokumenter terbaik dan Panorama Audience Award.
Film dokumenter ini juga juga memenangi penghargaan di festival film International di Berlin dan menyabet penghargaan Aung San Suu Kyi pada Human Rights Human Dignity International Film Festival tahun 2013.(guardian/esy/jpnn)
LONDON – Film “The Act of Killing” yang menceritakan kisah preman Medan pelaku pembunuhan terhadap anggota dan simpatisan Partai Komunis Indonesia (PKI) terpilih sebagai film dokumenter terbaik dalam ajang BAFTA Awards atau penghargaan bagi film dan televisi bergengsi di Inggris. Joshua Oppenheimer yang menjadi sutradara The Act of Killing mengatakan film garapannya itu menjadi katalis perubahan tentang bagaimana Indonesia membicarakan masa lalunya.
“Akhirnya media dan publik membahas bencana moral yang terjadi dari genosida di Indonesia yang digambarkan dalam film tersebut tanpa rasa takut,” ujar Joshua saat menerima penghargaan di ajang BAFTA, Minggu (17/2) malam waktu London.
Joshua juga menyoroti keterlibatan Inggris dan Amerika dalam peristiwa pembantaian terhadap anggota dan simpatisan PKI karena berpartisipasi dalam peristiwa itu dan mengabaikan kejahatan-kejahatan yang terjadi. Selain itu, katanya. Inggris dan AS juga mendukung kediktatoran militer yang berkuasa di Indonesia setelah genosida itu.
Sutradara asal AS yang kini bermukim di Denmark itu juga berterima kasih kepada asisten sutradara dan para kru di Indonesia yang tidak dapat ditampilkan namanya dalam kredit film demi kepentingan kesemalatan. Namun, Joshua memberikan sentuhan lain saat menyampaikan pidato pada ajang BAFTA itu dengan menutupnya menggunakan Bahasa Indonesia. “Terima kasih sebesar-besarnya,” ujarnya.
‘The Act of Killing’ juga mendapatkan nominasi Oscar. Di ajang Academy Awards 2014 itu, ‘the Act of Killing’ akan bersaing dengan film, ‘Cutie and the Boxer,’ ‘Dirty Wars,’ ‘The Square’ dan ’20 Feet from Stardom.’
Sebelumnya, film yang menampilkan kisah pre man Medan bernama Anwar Congo itu sudan menyabet European Film Award untuk kategori film dokumenter terbaik dan Panorama Audience Award.
Film dokumenter ini juga juga memenangi penghargaan di festival film International di Berlin dan menyabet penghargaan Aung San Suu Kyi pada Human Rights Human Dignity International Film Festival tahun 2013.(guardian/esy/jpnn)