26.7 C
Medan
Monday, June 17, 2024

TKI Terancam Hukuman Mati di Cina

Keluarga Mengadu ke Komisi IX DPR-RI

JAKARTA-Kasus TKI yang terancam hukuman mati seakan tak ada habisnya. Setelah Ruyati yang sudah mengalami nasib tragis dihukum mati di Arab Saudi, satu lagi TKI bernama Nur Budiyati juga terancam bernasib serupa. TKI asal Wonosobo, Jawa Tengah ini diancam hukum seumur hidup oleh Pemerintah Cina lantaran kedapatan membawa narkoba jenis heroin seberat 1 kilogram.

Saras dari Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Wonosobo mengatakan, Nur Bidayati berangkat sebagai TKI ke Hongkong pada 29 Februari 2008. Ia diberangkatkan oleh agen TKI PT Dindin Berkat Wonosobo. Setelah 8 bulan bekerja, ibu 3 orang anak tersebut mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK). “Seharusnya dibawa pulang oleh agensinya tapi malah dibawa ke Cina dengan alasan menunggu majikan baru di Hongkong. Dari situlah permasalahan dimulai saat Nur Bidayati dititipi sebuah barang oleh Peter warga negara Ghana. Ternyata barang itu berisi heroin,” kata Saras saat mendampingi keluarga Nur Bidayati bertemu dengan Anggota Komisi IX DPR RI Rieke Diah Pitaloka di ruangannya, Selasa (20/9).

Nur Bidayati ditangkap pada 17 Desember 2008 di Baiyun International Airport, Guangzhou Cina. Saras menuturkan, berdasarkan pengakuan Nur Bidayati, tak ada satu pun pengacara yang mendampingi saat persidangan. Tercatat, sudah dua kali persidangan dijalani TKI berusia 38 tahun tersebut.

Pihak keluarga sendiri, lanjut Saras, baru mengetahui bahwa Nur Bidayati ditahan di Rutan No 1 Kota Guangzho beberapa bulan silam. Pemerintah melalui Kementerian Luar Negeri sebenarnya sudah mengirim surat namun ditujukan kepada mantan suami yang bersangkutan bernama Ahmadun.

“Tapi karena merasa sudah bercerai sang suami melakukan pembiaran atas surat tersebut,” ucap Saras.
Masruri, ayah dari Nur Bidayati, yang ikut bertemu Rieke berharap anaknya dapat dibebaskan dari segala tuntutan. “Saya sudah kirim surat ke presiden. Permintaannya untuk dibebaskan karena keluarga yakin Nur Bidayati tidak bersalah,” ungkap Masruri. Sang anak, Aziz juga menyampaikan harapan serupa. Ada keinginan yang sudah lama ia pendam yakni berkomunikasi dengan sang ibu.

“Komunikasi terakhir sama ibu saat sebelum berangkat tahun 2008. Minimal ada komunikasi dulu. Saya ingin tahu kondisi ibu sekarang,” tuturnya.

Rieke Diah Pitaloka yang menerima langsung kedatangan keluarga Nur Bidayati menegaskan bahwa dirinya sudah menyampaikan permasalahan ini kepada Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) dan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu). Terkait pengakuan Nur Bidayati bahwa tidak ada pengacara maupun pendamping, Rieke mengaku sangat menyayangkan.(tas/jpnn)

Keluarga Mengadu ke Komisi IX DPR-RI

JAKARTA-Kasus TKI yang terancam hukuman mati seakan tak ada habisnya. Setelah Ruyati yang sudah mengalami nasib tragis dihukum mati di Arab Saudi, satu lagi TKI bernama Nur Budiyati juga terancam bernasib serupa. TKI asal Wonosobo, Jawa Tengah ini diancam hukum seumur hidup oleh Pemerintah Cina lantaran kedapatan membawa narkoba jenis heroin seberat 1 kilogram.

Saras dari Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Wonosobo mengatakan, Nur Bidayati berangkat sebagai TKI ke Hongkong pada 29 Februari 2008. Ia diberangkatkan oleh agen TKI PT Dindin Berkat Wonosobo. Setelah 8 bulan bekerja, ibu 3 orang anak tersebut mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK). “Seharusnya dibawa pulang oleh agensinya tapi malah dibawa ke Cina dengan alasan menunggu majikan baru di Hongkong. Dari situlah permasalahan dimulai saat Nur Bidayati dititipi sebuah barang oleh Peter warga negara Ghana. Ternyata barang itu berisi heroin,” kata Saras saat mendampingi keluarga Nur Bidayati bertemu dengan Anggota Komisi IX DPR RI Rieke Diah Pitaloka di ruangannya, Selasa (20/9).

Nur Bidayati ditangkap pada 17 Desember 2008 di Baiyun International Airport, Guangzhou Cina. Saras menuturkan, berdasarkan pengakuan Nur Bidayati, tak ada satu pun pengacara yang mendampingi saat persidangan. Tercatat, sudah dua kali persidangan dijalani TKI berusia 38 tahun tersebut.

Pihak keluarga sendiri, lanjut Saras, baru mengetahui bahwa Nur Bidayati ditahan di Rutan No 1 Kota Guangzho beberapa bulan silam. Pemerintah melalui Kementerian Luar Negeri sebenarnya sudah mengirim surat namun ditujukan kepada mantan suami yang bersangkutan bernama Ahmadun.

“Tapi karena merasa sudah bercerai sang suami melakukan pembiaran atas surat tersebut,” ucap Saras.
Masruri, ayah dari Nur Bidayati, yang ikut bertemu Rieke berharap anaknya dapat dibebaskan dari segala tuntutan. “Saya sudah kirim surat ke presiden. Permintaannya untuk dibebaskan karena keluarga yakin Nur Bidayati tidak bersalah,” ungkap Masruri. Sang anak, Aziz juga menyampaikan harapan serupa. Ada keinginan yang sudah lama ia pendam yakni berkomunikasi dengan sang ibu.

“Komunikasi terakhir sama ibu saat sebelum berangkat tahun 2008. Minimal ada komunikasi dulu. Saya ingin tahu kondisi ibu sekarang,” tuturnya.

Rieke Diah Pitaloka yang menerima langsung kedatangan keluarga Nur Bidayati menegaskan bahwa dirinya sudah menyampaikan permasalahan ini kepada Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) dan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu). Terkait pengakuan Nur Bidayati bahwa tidak ada pengacara maupun pendamping, Rieke mengaku sangat menyayangkan.(tas/jpnn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/