SUMUTPOS.CO – Lemah dan membisu, bocah bernama Neelofar, tiga tahun, terbaring di pelukan neneknya di bangku belakang sebuah taksi yang melaju kencang menuju ibukota Afghanistan, Kabul.
Sebuah tabung plastik masih menempel di tubuhnya.
Satu tangan dibalut perban bekas selang infus yang dipasang untuk menyelamatkan nyawanya.
Neelofar berada dalam kondisi kritis setelah diperkosa dan ia membutuhkan perawatan medis khusus yang hanya terdapat di ibukota.
Taksi itu melintasi jalan berliku di pegunungan dan menempuh delapan jam perjalanan dari Salang ke Kabul.
Beberapa hari sebelumnya, gadis kecil itu sedang bermain dengan teman-temannya di depan rumahnya ketika seorang pria menggendongnya dan membawanya ke kebun.
Menurut keluarga dan staf medis, pria itu membekap mulutnya, memperkosanya dan kemudian berusaha membunuhnya.
“Pria itu berusaha membekapnya dan berusaha mencabut nyawa Neelofar karena ia [pria tersebut] merasa takut,” kata Monija, dokter yang merawat si balita setelah serangan itu.
“Ada tanda bekas kekerasan di lehernya.”
PERJALANAN SANG AYAH
Ibu dan ayah Neelofar saat itu sedang tidak di rumah. Menurut keluarga, setelah kejadian, seorang lelaki lain melewati kebun itu dan mendengar suara.
Ia menemukan Neelofar berdarah dan membawanya ke masjid desa.
Polisi kemudian menangkap pemuda berusia 18 tahun terkait kasus itu. Ia diduga merupakan tetangga korban dan mengenal keluarga Neelofar.
Pada saat kejadian, ayah Neelofar, Abdul sedang menempuh perjalanan selama delapan hari ke kota Bandar Abbas di Iran untuk mencari kerja.
Ia mendapat kabar dari rekannya tentang insiden itu dan ia kemudian kembali pulang ke Kabul, separuh jalan ditempuhnya dengan berjalan kaki.
Lelah, lapar dan haus karena sudah berhari-hari tidak makan, ia mengatakan kepada BBC bahwa hidup anak perempuannya telah berakhir.
Di masyarakat yang didominasi lelaki, korban perkosaan akan diasingkan dan dianggap pelacur.
Pernikahan tidak mungkin terjadi dan keluarga diliputi rasa malu.
Namun Abdul khawatir polisi tidak akan mengusut kasus ini karena keluarganya miskin.
“Presiden tidak mendengarkan orang miskin dan tidak punya uang,” kata Abdul.
“Jika pemerintah tidak memberikan hak saya berdasarkan hukum Syariah dan hukum Afghanistan, saya akan membawa enam orang anak saya yang lain dan membunuh mereka di depan istana presiden dan saya akan meninggalkan Afghanistan. Istri dan ibu saya juga mengatakan akan bunuh diri.”
TINGGAL DI PANTI ASUHAN
Sementara itu, setelah perjalanan panjang dan melelahkan dari desanya ke ibukota, Neelofar kini dirawat di rumah sakit anak modern dan mendapat perhatian penuh.
Dokter berharap ia dapat pulih dan sehat kembali.
Namun kemungkinan ia tidak akan kembali lagi ke desa karena stigma sebagai korban perkosaan.
Bila ia pulih kelak, ia bisa tinggal di salah satu panti asuhan tempat korban-korban perkosaan dibesarkan dan mendapat pendidikan.
Seorang anak perempuan di panti asuhan di Kabul sangat senang belajar dan bercita-cita ingin menjadi dokter.
Ia adalah satu-satunya anak perempuan dari desanya yang pernah belajar menulis dan membaca. (BBC)