31.7 C
Medan
Monday, May 20, 2024

Dua Reaktor Terbakar Lagi

Radiasi Nuklir Kian Parah, PBB Yakin Segera Teratasi

TOKYO- Ancaman radiasi akibat krisis nuklir di Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Fukushima Daiichi masih serius. Apalagi, setelah muncul laporan bahwa tingkat radiasi dan suhu di kawasan PLTN berjarak sekitar 250 km timur laut Tokyo kembali stabil, bahkan kebakaran justru terjadi lagi, Senin (21/3).

Tanda itu kembali muncul ketika, asap yang cukup tebal terlihat di atas bangunan reaktor nomor 3 pada PLTN tersebut. Pihak berwenang maupun pemerintah Jepang menyatakan, tekanan di reaktor itu sempat meningkat. Selain itu, asap berwarna keabu-abuan juga terlihat mengepul dari reaktor nomor 2.

Tokyo Electric Power Co. (TEPCO), selaku operator PLTN, menyatakan pihaknya belum mengetahui tentang penyebab munculnya asap dari dua reaktor tersebut. Dugaan kuat mengenai terjadinya kebakaran lagi di PLTN Fukushima Daiichi beredar luas setelah pemerintah Jepang mengklaim ada kemajuan dalam upaya mencegah bencana nuklir di lokasi.

Menyusul insiden kebakaran tersebut, TEPCO langsung meng evakuasi sebagian pekerjanya. Tak disebutkan secara persis jumlahnya. Terdapat 300 insinyur yang bekerja di PLTN Fukushima Daiichi untuk membendung dampak terburuk bencana nuklir sejak tragedi Chernobyl, Ukraina, pada 1986.

Para pekerja mendapatkan risiko radias tinggi. TEPCO menolak menginformasikan pekerjanya yang telah terkena radiasi. Hanya, perusahaan menyatakan bahwa para pekerja yang beresiko dan radiasi sedikitnya 100 milisieverts atau sama dengan level saat bekerja dalam kondisi normal selama dua tahun.

Dirjen Badan Energi Atom Internasional atau IAEA (badan PBB yang mengawasi nuklir) Yukiya Amano, saat berada di Jepang menyatakan kini krisis nuklir di Negeri Matahari Terbit tetap serius. Tetapi, dia optimistis krisis nuklir itu akan teratasi.  “Saya memang tidak ragu bahwa Jepang akan mampu secara efektif mengatasi krisis tersebut,” terang Amano.

“Kami juga melihat lampu (penyelesaian) dari krisis ini,” tambah seorang pejabat Jepang mengutip pernyataan Perdana Menteri (PM) Naoto Kan secara terpisah.

Kendati begitu, Amano menilai ada hal yang perlu diantisipasi. “Kami melihat risiko tinggi debu radioaktif terisap para pekerja di PLTN. Sejauh ini memang belum ada tanda-tanda bahwa hal itu telah terjadi,” tuturnya.
Tetapi, berita soal kemajuan penanganan krisis nuklir dibayangi kekhawatiran mengenai penyebaran radioaktif ke atmosfer setelah makanan dan supai air terkontaminasi.

Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO (badan PBB di bidang kesehatan) kemarin menyatakan bahwa radiasi pada makanan di Jepang ternyata lebih serius dibandingkan yang diduga sebelumnya. “Situasinya jelas sangat serius,” kata Peter Cordingley, juru bicara kantor regional WHO yang berpusat di Manila, Filipina, kepada Reuters via telepon. Penyebaran radioaktif ternyata tidak hanya terbatas pada radius 20-30 km seperti perkiraan semula. Kendati begitu, Cordingley menyebut bahwa tidak ada bukti makanan yang terkontaminasi dari Fukushima telah mencapai negara-negara lain.

Sementara itu, korban jiwa akibat gempa dan tsunami di Jepang terus bertambah. Kemarin Polisi Nasional Jepang (NPA) menginformasikan bahwa korban jiwa dalam tragedi tersebut telah melampaui 21 ribu orang.
Korban tewas yang dikonfirmasi sebanyak 8.450 orang. Lalu, 12.931 lainnya hilang. Polisi memerkirakan lebih dari 15 ribu orang tewas di Prefektur Miyagi. Kerugian akibat bencana tersebut telah men capai dolar US 250 miliar (sekitar Rp2.250 triliun). Itu menjadikan bencana alam tersebut sebagai yang termahal dalam sejarah di dunia. (rtr/afp/cak/dwi/jpnn)

Radiasi Nuklir Kian Parah, PBB Yakin Segera Teratasi

TOKYO- Ancaman radiasi akibat krisis nuklir di Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Fukushima Daiichi masih serius. Apalagi, setelah muncul laporan bahwa tingkat radiasi dan suhu di kawasan PLTN berjarak sekitar 250 km timur laut Tokyo kembali stabil, bahkan kebakaran justru terjadi lagi, Senin (21/3).

Tanda itu kembali muncul ketika, asap yang cukup tebal terlihat di atas bangunan reaktor nomor 3 pada PLTN tersebut. Pihak berwenang maupun pemerintah Jepang menyatakan, tekanan di reaktor itu sempat meningkat. Selain itu, asap berwarna keabu-abuan juga terlihat mengepul dari reaktor nomor 2.

Tokyo Electric Power Co. (TEPCO), selaku operator PLTN, menyatakan pihaknya belum mengetahui tentang penyebab munculnya asap dari dua reaktor tersebut. Dugaan kuat mengenai terjadinya kebakaran lagi di PLTN Fukushima Daiichi beredar luas setelah pemerintah Jepang mengklaim ada kemajuan dalam upaya mencegah bencana nuklir di lokasi.

Menyusul insiden kebakaran tersebut, TEPCO langsung meng evakuasi sebagian pekerjanya. Tak disebutkan secara persis jumlahnya. Terdapat 300 insinyur yang bekerja di PLTN Fukushima Daiichi untuk membendung dampak terburuk bencana nuklir sejak tragedi Chernobyl, Ukraina, pada 1986.

Para pekerja mendapatkan risiko radias tinggi. TEPCO menolak menginformasikan pekerjanya yang telah terkena radiasi. Hanya, perusahaan menyatakan bahwa para pekerja yang beresiko dan radiasi sedikitnya 100 milisieverts atau sama dengan level saat bekerja dalam kondisi normal selama dua tahun.

Dirjen Badan Energi Atom Internasional atau IAEA (badan PBB yang mengawasi nuklir) Yukiya Amano, saat berada di Jepang menyatakan kini krisis nuklir di Negeri Matahari Terbit tetap serius. Tetapi, dia optimistis krisis nuklir itu akan teratasi.  “Saya memang tidak ragu bahwa Jepang akan mampu secara efektif mengatasi krisis tersebut,” terang Amano.

“Kami juga melihat lampu (penyelesaian) dari krisis ini,” tambah seorang pejabat Jepang mengutip pernyataan Perdana Menteri (PM) Naoto Kan secara terpisah.

Kendati begitu, Amano menilai ada hal yang perlu diantisipasi. “Kami melihat risiko tinggi debu radioaktif terisap para pekerja di PLTN. Sejauh ini memang belum ada tanda-tanda bahwa hal itu telah terjadi,” tuturnya.
Tetapi, berita soal kemajuan penanganan krisis nuklir dibayangi kekhawatiran mengenai penyebaran radioaktif ke atmosfer setelah makanan dan supai air terkontaminasi.

Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO (badan PBB di bidang kesehatan) kemarin menyatakan bahwa radiasi pada makanan di Jepang ternyata lebih serius dibandingkan yang diduga sebelumnya. “Situasinya jelas sangat serius,” kata Peter Cordingley, juru bicara kantor regional WHO yang berpusat di Manila, Filipina, kepada Reuters via telepon. Penyebaran radioaktif ternyata tidak hanya terbatas pada radius 20-30 km seperti perkiraan semula. Kendati begitu, Cordingley menyebut bahwa tidak ada bukti makanan yang terkontaminasi dari Fukushima telah mencapai negara-negara lain.

Sementara itu, korban jiwa akibat gempa dan tsunami di Jepang terus bertambah. Kemarin Polisi Nasional Jepang (NPA) menginformasikan bahwa korban jiwa dalam tragedi tersebut telah melampaui 21 ribu orang.
Korban tewas yang dikonfirmasi sebanyak 8.450 orang. Lalu, 12.931 lainnya hilang. Polisi memerkirakan lebih dari 15 ribu orang tewas di Prefektur Miyagi. Kerugian akibat bencana tersebut telah men capai dolar US 250 miliar (sekitar Rp2.250 triliun). Itu menjadikan bencana alam tersebut sebagai yang termahal dalam sejarah di dunia. (rtr/afp/cak/dwi/jpnn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/