MINA, SUMUTPOS.CO – Banyaknya jamaah haji yang meninggal selama pelaksanaan ibadah di Armuzna (Arafah Muzdalifah Mina), terutama di Mina, menjadi salah satu isu yang mencuat. Dari laporan sejumlah kantor berita internasional, lebih dari 577 jamaah dari berbagai negara meninggal.
Di sejumlah media sosial, beredar foto dan video yang memperlihatkan para jamaah yang meninggal di sekitaran jamarat tanpa didampingi petugas. Diduga, banyaknya jamaah yang meninggal diakibatkan mengalami heatstroke. Efek dari cuaca panas ekstrem yang melanda kawasan Makkah, termasuk di Mina, selama masa puncak haji.
Kemenag RI menyampaikan, situasi para jamaah selama berada di Armuzna, terutama di Mina.
Berdasarkan data terakhir, sebanyak 27 jamaah Indonesia meninggal selama di Mina. Dirjen PHU Kemenag RI Hilman Latief menjelaskan, seluruh jamaah yang meninggal berada di bawah penanganan petugas kesehatan selama di Mina. “Tidak ada yang tak mendapat perawatan di luar kendali,” katanya.
Menurut Hilman, seluruh jamaah Indonesia mendapat penanganan selama mengalami gangguan kesehatan. Baik di tenda misi haji Mina maupun di seluruh rumah sakit di Makkah.
Selain itu, para jamaah yang sempat mengalami gangguan kesehatan selama lempar jumrah di Jamarat juga mendapat penanganan dari tim medis yang disiagakan di sana. Terkait beredarnya video tentang sejumlah jamaah yang meninggal di jalanan di Jamarat maupun Mina, Hilman menyebut bahwa situasi itu tidak terjadi pada jemaah Indonesia.
Selain itu, selama Armuzna, data terakhir menyebutkan bahwa ada sembilan jemaah asal Indonesia yang menjnggal selama di Arafah saat prosesi wukuf pada Jumat (14/6) hingga Sabtu. Mayoritas dialami para jemaah yang sudah memiliki komorbid atau penyakit bawaan.
Jamaah Negara Lain juga Bermasalah
Sementara itu, Menag Yaqut Cholil Qoumas mengatakan, kepadatan di Mina jadi pembahasan sejak lama. Sebab, saat kuota Indonesia ditambah, luas lahan pemondokan tidak bertambah. Apalagi, area Mina Jadid (kawasan perluasan Mina di perbatasan Mina-Muzdalifah) tak lagi dipakai.
“Problem ini tak hanya dialami Indonesia, tapi juga jemaah dari negara-negara lain,” kata Yaqut di sela-sela pertemuan dengan petugas haji Indonesia di Makkah pada Rabu (19/6) malam.
Meski begitu, jelas Yaqut, secara umum persoalan-persoalan yang muncul bisa diselesaikan oleh PPIH Arab Saudi. “Sebab, kita sudah menerapkan manajemen pengelolaan selama di Mina. Sehingga ketika muncul masalah, bisa langsung tertangani,” ujarnya.
Yaqut mencontohkan ketika sejumlah jemaah tak kebagian tenda. PPIH langsung mengalihfungsikan tenda mashariq untuk jemaah. “Demikian juga masalah lainnya,” ucap dia.
Persoalan tersebut, kata Yaqut, sudah disampaikannya saat bertemu dengan menteri haji Arab Saudi. Diharapkan, masalah itu bisa dicarikan solusi agar layanan haji pada tahun mendatang bisa lebih baik. “Arab Saudi sedang mencari skema terbaik. Dan itu butuh waktu. Karena skema layanan haji di Armuzna saling terkait,” ungkapnya.
Usai Safari Wukuf, 300 Jamaah Kembali ke Kloter
Sebanyak 300 jamaah haji yang mengikuti safari wukuf lansia dan disabilitas non mandiri kembali bergabung dengan anggota kelompok terbang (kloter) di hotel mereka masing-masing di Makkah. Proses pemulangan jamaah dari hotel transit menuju hotel kloter di sektor Makkah diwarnai dengan rasa haru dan tangis bahagia.
“Alhamdulillah, seluruh jamaah haji safari wukuf lansia dan disabilitas non mandiri sudah kembali bergabung dengan jamaah lainnya di kloter masing-masing. Mereka kemarin secara bertahap kami kembalikan, sejak pagi sampai dini hari, dalam suasana penuh haru dan tangis bahagia,” kata Kepala Bidang Layanan Lansia dan Disabilitas Slamet Sodali, Jumat (21/6).
Ikut melepas kepulangan jamaah safari wukuf lansia dan disabilitas non mandiri, dari hotel transit ke sektor masing-masing di Makkah, Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Hilman Latief, serta Staf Khusus Menteri Agama Ishfah Abidal Aziz. “Selama sepekan di hotel transit, mereka dilayani petugas selama 24 jam. Hal ini membentuk ikatan emosiaonal layaknya orang tua dan anak. Banyak dari mereka menangis menyampaikan terima kasih dan tidak sedikit pula yang ingin terus berada di hotel transit,” sambungnya.
Sejak 6 Zulhijjah 1445 Hijriah atau 12 Juni 2024, jamaah safari wukuf lansia dan disabilitas non mandiri diambil dari kloter untuk dibawa ke hotel transit di wilayah Aziziyah untuk persiapan menjalani puncak haji. Mereka dilayani layaknya orang tua sendiri, baik saat makan bahkan hingga urusan di kamar mandi.
Pada 9 Zulhijjah 1445 Hijriah atau 15 Juni 2024, mereka diberangkatkan menuju Arafah dengan 10 bus guna menjalani wukuf. Sebelumnya, para petugas memastikan mereka sudah bersih-bersih dan bersuci, serta berihram. Petugas lalu membimbing mereka untuk berniat haji jelang keberangkatan menuju Arafah.
Selama di Arafah, mereka dibimbing oleh petugas pembimbing ibadah yang ada di setiap bus. Proses wukuf diawali dengan khutbah wukuf, lalu salat Jamak Taqdim Qashar Zuhur dan Asar yang juga dilakukan di atas bus. Jemaah lalu diberi waktu untuk berzikir dan berdoa. Setelah itu, bus berangkat dari Arafah kembali ke hotel transit di wilayah Aziziyah.
Kembali ke hotel dari Arafah, para petugas membantu jamaah untuk membersihkan diri, lalu beristirahat. Mereka masih mengenakan kain ihram sampai para petugas badal menjalankan Lontar Jumrah Aqabah pada 10 Zulhijjah atau Thawaf Ifadlah. Setelah itu lontar aqabah atau ifadlah ditunaikan, jemaah baru melakukan tahallul, berganti pakaian biasa.
“Alhamdulillah, kami sangat bersyukur, proses Safari Wukuf Lansia dan Disabilitas Non Mandiri tahun ini berjalan lancar. Jemaah dalam keadaan sehat hingga kembali ke kloter masing-masing,” kata Slamet.
“Selain Wukuf di Arafah, seluruh rangkaian ibadah haji jemaah safari wukuf dibadalkan oleh petugas, baik lontar jumrah, maupun thawaf ifadlah,” sambungnya. (*/c9/oni)