30 C
Medan
Friday, May 17, 2024

Perang makin Berkobar, Dunia Harus Paksa Rusia Berdamai

KYIV, SUMUTPOS.CO – Perang Rusia dan Ukraina makin berkobar. Di hari pertama sejak Presiden Rusia, Vladimir Putin mengumumkan pernyataan perang, bentrok antar pasukan militer dari kedua belah pihak mulai berlangsung. Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mendesak dunia untuk mengambil tindakan, guna memaksa Rusia menghentikan serangannya ke Ukraina.

“Kami sedang membangun koalisi anti-Putin,” tulis Zelensky di Twitter, setelah berbicara dengan para pemimpin Amerika Serikat, Uni Eropa, Inggris, Jerman, dan Polandia.

“Dunia harus memaksa Rusia untuk berdamai,” tulisnya seperti diberitakan kantor berita AFP, Kamis (24/2).

Keputusan Presiden Putin melancarkan invasi ke Ukraina menuai kutukan para pemimpin dunia, terutama sekutu-sekutu Barat negara tersebut. “Doa seluruh dunia bersama rakyat Ukraina malam ini, karena mereka menderita serangan yang tidak beralasan dan tidak dapat dibenarkan oleh pasukan militer Rusia,” kata Presiden Amerika Serikat Joe Biden, tak lama setelah operasi militer Rusia dimulai.

Dia memperingatkan Rusia bertanggung jawab atas kematian dan kehancuran yang akan ditimbulkan dari serangan ini. “Dunia akan meminta pertanggungjawaban Rusia,” katanya.

Sekjen PBB Antonio Guterres juga mengecam langkah Rusia. Pemimpin badan dunia itu bahkan mengajukan permohonan langsung dan pribadi kepada Presiden Rusia Vladimir Putin setelah sesi darurat Dewan Keamanan PBB, mendesaknya untuk menghentikan serangan “atas nama kemanusiaan.”

“Atas nama kemanusiaan, jangan biarkan dimulainya apa yang bisa menjadi perang terburuk sejak awal abad ini di Eropa,” katanya.

“Konflik harus dihentikan sekarang. Ini menjadi hari paling menyedihkan,” tambah Sekjen PBB.

Kepala NATO, Jens Stoltenberg mengatakan, Rusia telah memilih jalan agresi terhadap negara yang berdaulat dan merdeka. Menurutnya, serangan itu membahayakan nyawa warga sipil yang tak terhitung jumlahnya. “Serangan itu pelanggaran berat hukum internasional, dan ancaman serius bagi keamanan Eropa-Atlantik,” kecamnya.

Para duta besar NATO akan mengadakan pertemuan darurat pada Kamis pagi waktu Eropa untuk membahas serangan itu.

Sementara, Perdana Menteri Inggris Boris Johnson mengaku terkejut dengan serangan Rusia itu. “Saya terkejut dengan peristiwa mengerikan di Ukraina dan saya telah berbicara dengan Presiden (Volodymyr) Zelensky untuk membahas langkah selanjutnya,” kata pemimpin Inggris itu dalam cuitan di Twitter.

“Presiden Putin telah memilih jalan pertumpahan darah dan kehancuran dengan meluncurkan serangan tak beralasan ini ke Ukraina. Inggris dan sekutu-sekutu kita akan merespons dengan tegas,” imbuhnya.

Ketua Uni Eropa Ursula von der Leyen dan Charles Michel juga angkat bicara. “Pikiran kami bersama Ukraina dan para wanita, pria, dan anak-anak yang tidak bersalah saat mereka menghadapi serangan dan ketakutan yang tidak beralasan ini atas hidup mereka,” tulis mereka di Twitter.

“Kami akan meminta pertanggungjawaban Kremlin,” imbuhnya.

Tak ketinggalan, Kanselir Jerman Olaf Scholz juga menyampaikan kecamatnnya. “Tindakan tidak bermoral oleh Putin,” kecamnya. Dia pung mengaku akan berbicara dengan Presiden Ukraina untuk menyampaikan solidaritas penuh negaranya.

Korban Berjatuhan

Dimulainya serangan militer Rusia di Ukraina pada hari Kamis (24/2) telah menyebabkan kekacauan. Korban jiwa dan luka-luka mulai dilaporkan di Ukraina. Dilansir dari Hindustan Times, Kamis (24/2), Kementerian dalam negeri Ukraina mengatakan, 1 orang tewas dan 1 lagi terluka di Brovary, Kyiv. Sementara itu, separatis yang didukung Rusia mengatakan, mereka telah mengklaim kendali atas dua kota di wilayah Luhansk.

Setelah pejabat Presiden Rusia Vladimir Putin memerintahkan operasi tersebut, pasukan Rusia menembakkan rudal ke beberapa kota di Ukraina dan juga mendaratkan pasukan di Pantai Selatan negara itu. Sementara militer Ukraina mengatakan, mereka telah menembak jatuh lima pesawat Rusia dan satu helikopter di wilayah pemberontak Luhansk. “Aset pertahanan udara angkatan bersenjata Ukraina telah kami tekan,” kata kementerian pertahanan Rusia kepada kantor berita Interfax.

Ukraina Bunuh 50 Militer Rusia

Ukraina tidak tinggal diam terkait invasi militer Rusia ke Ukraina. Komando Militer Ukraina mengklaim telah membunuh sekitar 50 tentara Rusia. Seperti dilansir AFP, Kamis (24/2/), pihak Komando Militer Ukraina mengklaim, mereka telah membunuh sekitar 50 penjajah Rusia. Mereka memastikan memukul mundur serangan terhadap sebuah kota di garis depan dengan pemberontak yang didukung Moskow. “Shchastya terkendali. 50 penjajah Rusia tewas,” kata staf umum Angkatan Bersenjata Ukraina di Twitter.

AFP tidak dapat segera mengkonfirmasi jumlah korban tewas tersebut. Selain itu pihak militer Ukraina juga memastikan telah menghancurkan sejumlah pesawat Rusia di distrik Kramatorsk. Mereka mengklaim telah menghancurkan 6 pesawat. “Pesawat Rusia lainnya dihancurkan di distrik Kramatorsk. Ini adalah yang keenam,” lanjut staf umum angkatan bersenjata itu.

Sementara, Ukraina juga melaporkan jatuhnya korban akibat invasi Rusia ke negaranya. Korban terus bertambah, baik kematian maupun korban luka-luka.

Petugas perbatasan Ukraina melaporkan, pasukan darat Rusia telah memasuki wilayah mereka dari berbagai arah, melalui perbatasan Belarusia, wilayah Luhansk, Sumy, Kharkiv, Chernihiv dan Zhytomyr hingga melalui semenanjung Krimea. Militer Rusia diketahui memasuki wilayah Ukraina dengan mengendarai tank dan alat berat lainnya. “Setidaknya tiga orang tewas dalam invasi di perbatasan,” demikian dilaporkan petugas penjaga perbatasan, dilansir Al Arabiya, Kamis (24/2).

Pejabat pemerintah Ukraina memberikan angka korban lebih tinggi. “Sedikitnya delapan orang tewas dan sembilan luka-luka akibat serangan Rusia,” kata seorang penasihat Menteri Dalam Negeri Ukraina secara terpisah.

Selama beberapa tahun konflik dengan separatis pro Rusia di Ukraina Timur, belum ada laporan korban jiwa di sepanjang perbatasan Krimea. Kematian terbaru ini jadi yang pertama dalam sejarah konflik di lokasi tersebut.

Indonesia Rasakan Dampak Ekonomi

Dampak perang Rusia dan Ukraina bisa terasa sampai Indonesia. Secara fisik, dampaknya memang mungkin tidak terasa, tapi secara ekonomi ini bisa mengganggu perdagangan internasional, terutama sektor energi dan minyak.

Pakar hubungan internasional dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Riza Noer Arfani melihat, sektor ekonomi sebagai sektor yang paling mungkin kena dampaknya bagi Indonesia. Apalagi dunia (termasuk Indonesia) baru saja ancang-ancang mau lepas dari keterpurukan ekonomi akibat pandemi Covid-19

“Perang ini mengancam pemulihan ekonomi internasional, maka Indonesia harus berbicara,” ujar Riza, yang punya bidang keahlian dalam bidang ekonomi-politik internasional ini.

Forum G20 dapat digunakan Indonesia untuk mengakhiri perang Rusia vs Ukraina. Presidensi G20 Indonesia masih berlangsung dan harus dimanfaatkan semaksimal mungkin.

Selain G20, Indonesia bisa mengusahakan perdamaian lewat forum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan ASEAN. Indonesia punya tujuan menciptakan perdamaian dunia sebagaimana amanat Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia 1945. Selain langkah konvensional, langkah nonkonvensional juga perlu ditempuh. “Ini perlu kerja di luar kerja diplomatik, mungkin kerja intelijen melalui jalur-jalur yang tidak konvensional. Ini perlu dipikirkan Indonesia,” kata Riza.

Riza melihat kehadiran Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) dan Amerika Serikat (AS) dalam konflik Ukraina versus Rusia justru malah menambah kacau perang ini. Saat ini kedua belah pihak perlu menahan diri. “Kehadiran NATO dan AS mendukung Ukraina hanya semacam memperparah kondisi konfliknya,” kata Riza.

Perang ini adalah permukaan paling atas dari masalah-masalah Rusia-Ukraina yang menumpuk tidak terselesaikan. Dialog konstruktif gagal dirancang. Perang sudah terjadi. Perlu pihak yang netral untuk menengahi dan menghentikan perang. “Yang diperlukan adalah pihak di luar AS dan sekutunya. Apakah China, India, atau Indonesia. Indonesia, menurut saya, bisa karena ada di Presidensi G20,” kata Riza. (dtc/jpc)

KYIV, SUMUTPOS.CO – Perang Rusia dan Ukraina makin berkobar. Di hari pertama sejak Presiden Rusia, Vladimir Putin mengumumkan pernyataan perang, bentrok antar pasukan militer dari kedua belah pihak mulai berlangsung. Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mendesak dunia untuk mengambil tindakan, guna memaksa Rusia menghentikan serangannya ke Ukraina.

“Kami sedang membangun koalisi anti-Putin,” tulis Zelensky di Twitter, setelah berbicara dengan para pemimpin Amerika Serikat, Uni Eropa, Inggris, Jerman, dan Polandia.

“Dunia harus memaksa Rusia untuk berdamai,” tulisnya seperti diberitakan kantor berita AFP, Kamis (24/2).

Keputusan Presiden Putin melancarkan invasi ke Ukraina menuai kutukan para pemimpin dunia, terutama sekutu-sekutu Barat negara tersebut. “Doa seluruh dunia bersama rakyat Ukraina malam ini, karena mereka menderita serangan yang tidak beralasan dan tidak dapat dibenarkan oleh pasukan militer Rusia,” kata Presiden Amerika Serikat Joe Biden, tak lama setelah operasi militer Rusia dimulai.

Dia memperingatkan Rusia bertanggung jawab atas kematian dan kehancuran yang akan ditimbulkan dari serangan ini. “Dunia akan meminta pertanggungjawaban Rusia,” katanya.

Sekjen PBB Antonio Guterres juga mengecam langkah Rusia. Pemimpin badan dunia itu bahkan mengajukan permohonan langsung dan pribadi kepada Presiden Rusia Vladimir Putin setelah sesi darurat Dewan Keamanan PBB, mendesaknya untuk menghentikan serangan “atas nama kemanusiaan.”

“Atas nama kemanusiaan, jangan biarkan dimulainya apa yang bisa menjadi perang terburuk sejak awal abad ini di Eropa,” katanya.

“Konflik harus dihentikan sekarang. Ini menjadi hari paling menyedihkan,” tambah Sekjen PBB.

Kepala NATO, Jens Stoltenberg mengatakan, Rusia telah memilih jalan agresi terhadap negara yang berdaulat dan merdeka. Menurutnya, serangan itu membahayakan nyawa warga sipil yang tak terhitung jumlahnya. “Serangan itu pelanggaran berat hukum internasional, dan ancaman serius bagi keamanan Eropa-Atlantik,” kecamnya.

Para duta besar NATO akan mengadakan pertemuan darurat pada Kamis pagi waktu Eropa untuk membahas serangan itu.

Sementara, Perdana Menteri Inggris Boris Johnson mengaku terkejut dengan serangan Rusia itu. “Saya terkejut dengan peristiwa mengerikan di Ukraina dan saya telah berbicara dengan Presiden (Volodymyr) Zelensky untuk membahas langkah selanjutnya,” kata pemimpin Inggris itu dalam cuitan di Twitter.

“Presiden Putin telah memilih jalan pertumpahan darah dan kehancuran dengan meluncurkan serangan tak beralasan ini ke Ukraina. Inggris dan sekutu-sekutu kita akan merespons dengan tegas,” imbuhnya.

Ketua Uni Eropa Ursula von der Leyen dan Charles Michel juga angkat bicara. “Pikiran kami bersama Ukraina dan para wanita, pria, dan anak-anak yang tidak bersalah saat mereka menghadapi serangan dan ketakutan yang tidak beralasan ini atas hidup mereka,” tulis mereka di Twitter.

“Kami akan meminta pertanggungjawaban Kremlin,” imbuhnya.

Tak ketinggalan, Kanselir Jerman Olaf Scholz juga menyampaikan kecamatnnya. “Tindakan tidak bermoral oleh Putin,” kecamnya. Dia pung mengaku akan berbicara dengan Presiden Ukraina untuk menyampaikan solidaritas penuh negaranya.

Korban Berjatuhan

Dimulainya serangan militer Rusia di Ukraina pada hari Kamis (24/2) telah menyebabkan kekacauan. Korban jiwa dan luka-luka mulai dilaporkan di Ukraina. Dilansir dari Hindustan Times, Kamis (24/2), Kementerian dalam negeri Ukraina mengatakan, 1 orang tewas dan 1 lagi terluka di Brovary, Kyiv. Sementara itu, separatis yang didukung Rusia mengatakan, mereka telah mengklaim kendali atas dua kota di wilayah Luhansk.

Setelah pejabat Presiden Rusia Vladimir Putin memerintahkan operasi tersebut, pasukan Rusia menembakkan rudal ke beberapa kota di Ukraina dan juga mendaratkan pasukan di Pantai Selatan negara itu. Sementara militer Ukraina mengatakan, mereka telah menembak jatuh lima pesawat Rusia dan satu helikopter di wilayah pemberontak Luhansk. “Aset pertahanan udara angkatan bersenjata Ukraina telah kami tekan,” kata kementerian pertahanan Rusia kepada kantor berita Interfax.

Ukraina Bunuh 50 Militer Rusia

Ukraina tidak tinggal diam terkait invasi militer Rusia ke Ukraina. Komando Militer Ukraina mengklaim telah membunuh sekitar 50 tentara Rusia. Seperti dilansir AFP, Kamis (24/2/), pihak Komando Militer Ukraina mengklaim, mereka telah membunuh sekitar 50 penjajah Rusia. Mereka memastikan memukul mundur serangan terhadap sebuah kota di garis depan dengan pemberontak yang didukung Moskow. “Shchastya terkendali. 50 penjajah Rusia tewas,” kata staf umum Angkatan Bersenjata Ukraina di Twitter.

AFP tidak dapat segera mengkonfirmasi jumlah korban tewas tersebut. Selain itu pihak militer Ukraina juga memastikan telah menghancurkan sejumlah pesawat Rusia di distrik Kramatorsk. Mereka mengklaim telah menghancurkan 6 pesawat. “Pesawat Rusia lainnya dihancurkan di distrik Kramatorsk. Ini adalah yang keenam,” lanjut staf umum angkatan bersenjata itu.

Sementara, Ukraina juga melaporkan jatuhnya korban akibat invasi Rusia ke negaranya. Korban terus bertambah, baik kematian maupun korban luka-luka.

Petugas perbatasan Ukraina melaporkan, pasukan darat Rusia telah memasuki wilayah mereka dari berbagai arah, melalui perbatasan Belarusia, wilayah Luhansk, Sumy, Kharkiv, Chernihiv dan Zhytomyr hingga melalui semenanjung Krimea. Militer Rusia diketahui memasuki wilayah Ukraina dengan mengendarai tank dan alat berat lainnya. “Setidaknya tiga orang tewas dalam invasi di perbatasan,” demikian dilaporkan petugas penjaga perbatasan, dilansir Al Arabiya, Kamis (24/2).

Pejabat pemerintah Ukraina memberikan angka korban lebih tinggi. “Sedikitnya delapan orang tewas dan sembilan luka-luka akibat serangan Rusia,” kata seorang penasihat Menteri Dalam Negeri Ukraina secara terpisah.

Selama beberapa tahun konflik dengan separatis pro Rusia di Ukraina Timur, belum ada laporan korban jiwa di sepanjang perbatasan Krimea. Kematian terbaru ini jadi yang pertama dalam sejarah konflik di lokasi tersebut.

Indonesia Rasakan Dampak Ekonomi

Dampak perang Rusia dan Ukraina bisa terasa sampai Indonesia. Secara fisik, dampaknya memang mungkin tidak terasa, tapi secara ekonomi ini bisa mengganggu perdagangan internasional, terutama sektor energi dan minyak.

Pakar hubungan internasional dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Riza Noer Arfani melihat, sektor ekonomi sebagai sektor yang paling mungkin kena dampaknya bagi Indonesia. Apalagi dunia (termasuk Indonesia) baru saja ancang-ancang mau lepas dari keterpurukan ekonomi akibat pandemi Covid-19

“Perang ini mengancam pemulihan ekonomi internasional, maka Indonesia harus berbicara,” ujar Riza, yang punya bidang keahlian dalam bidang ekonomi-politik internasional ini.

Forum G20 dapat digunakan Indonesia untuk mengakhiri perang Rusia vs Ukraina. Presidensi G20 Indonesia masih berlangsung dan harus dimanfaatkan semaksimal mungkin.

Selain G20, Indonesia bisa mengusahakan perdamaian lewat forum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan ASEAN. Indonesia punya tujuan menciptakan perdamaian dunia sebagaimana amanat Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia 1945. Selain langkah konvensional, langkah nonkonvensional juga perlu ditempuh. “Ini perlu kerja di luar kerja diplomatik, mungkin kerja intelijen melalui jalur-jalur yang tidak konvensional. Ini perlu dipikirkan Indonesia,” kata Riza.

Riza melihat kehadiran Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) dan Amerika Serikat (AS) dalam konflik Ukraina versus Rusia justru malah menambah kacau perang ini. Saat ini kedua belah pihak perlu menahan diri. “Kehadiran NATO dan AS mendukung Ukraina hanya semacam memperparah kondisi konfliknya,” kata Riza.

Perang ini adalah permukaan paling atas dari masalah-masalah Rusia-Ukraina yang menumpuk tidak terselesaikan. Dialog konstruktif gagal dirancang. Perang sudah terjadi. Perlu pihak yang netral untuk menengahi dan menghentikan perang. “Yang diperlukan adalah pihak di luar AS dan sekutunya. Apakah China, India, atau Indonesia. Indonesia, menurut saya, bisa karena ada di Presidensi G20,” kata Riza. (dtc/jpc)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/