SYDNEY, SUMUTPOS.CO – Kepolisian Australia menembak mati seorang remaja yang ditengarai sebagai pendukung Islamic State of Iraq and Syria (ISIS). Anak muda yang diidentifikasi sebagai Abdul Numan Haider itu ditembak Selasa (23/9). Namun, polisi baru memberikan keterangan kemarin (24/9).
Kepala Komisioner Polisi Victoria Ken Lay menjelaskan, Haider menjadi perhatian polisi sejak lama. Pria berdarah Afghanistan tersebut diperkirakan dekat dengan kelompok radikal al-Furqan. Seminggu yang lalu, paspornya ditolak petugas. Tidak disebutkan dia akan melakukan perjalanan ke mana.
Nah, Selasa lalu polisi meminta Haider datang ke kantor polisi di Endeavour Hills pukul 20.00 waktu setempat. Sejatinya, dia akan diwawancarai terkait dengan alasan penolakan paspornya. Saat dia datang, dua anggota tim gabungan antiterorisme menyambut dia dan menjabat tangannya. Namun, beberapa saat kemudian, Haider langsung mengeluarkan pisau dan menyerang dua petugas tersebut. Salah seorang petugas hanya terluka parah di bagian lengan, tetapi seorang lainnya ditusuk di kepala, leher, dan perut.
”Kondisi mereka sempat kritis, namun sekarang keduanya stabil,” ujar Lay. Salah seorang polisi tersebut akhirnya menembak Haider untuk melindungi diri.
Haider diyakini memiliki ketertarikan khusus dengan ISIS. Di dinding Facebook-nya, terpampang fotonya yang menggunakan penutup wajah dan membawa bendera ISIS. Beberapa hari sebelum penusukan, dia terlihat berada di pusat perbelanjaan sambil membawa bendera ISIS.
Penusukan yang dilakukan Haider juga bertepatan dengan ajakan ISIS agar pengikutnya di seluruh penjuru membunuh militer maupun warga sipil negara-negara yang menentang mereka. Di antaranya, Amerika Serikat (AS), Australia, Prancis, Inggris, dan negara lainnya yang melakukan serangan udara ke basis mereka di Iraq dan Syria.
Saat ini Autralia memang meningkatkan kewaspadaan penuh pada terorisme oleh ISIS. Setidaknya, sudah ada 60 warga Australia yang pergi ke Iraq dan Syria untuk bergabung dengan ISIS. Ada ketakutan bahwa mereka akan pulang ke Negeri Kanguru dan melakukan teror.
Kemarin parlemen Australia juga mengumumkan rancangan undang-undang (RUU) baru. Dalam RUU Legislasi Amandemen Antiteror tersebut, warga Austalia yang ketahuan terlibat perang bersama ISIS akan dihukum berat. Begitu juga dengan warga yang diduga mendukung militan ISIS.
Dalam rancangan undang-undang itu, juga dicantumkan larangan mengunjungi beberapa negara seperti Iraq dan Syria tanpa alasan yang jelas. Mereka boleh pergi ke negara-negara tersebut untuk kepentingan kemanusiaan, liputan, mengunjungi keluarga, atau berada dalam kapasitas tugas negara dan PBB.
Sementara itu, Presiden Amerika Serikat Barack Obama menegaskan, serangan terhadap basis ISIS terus dilakukan. Serangan udara selama tersebut hanyalah awal, bakal disusul serangan-serangan berikutnya yang lebih besar. Obama menyeru negara-negara lain agar ikut bekerja sama membantu memusnahkan ISIS.
Juru Bicara Pentagon John Kirby menambahkan, serangan udara di Syria telah memporak-porandakan ISIS. Namun, untuk menghancurkan mereka secara keseluruhan, butuh waktu bertahun-tahun.
”Dibutuhkan usaha yang luar biasa dari semua pihak yang terlibat,” ujarnya. Hingga kemarin, serangan udara di Syria dan Iraq masih dilakukan. Serangan di Al Qa’im berhasil merusak delapan kendaraan tempur ISIS. Sementara itu, di Baghdad dan Irbil, Iraq, lokasi penyimpanan senjata serta kendaraan tempur ISIS dapat dihancurkan. Obama harus mempetanggungjawabkan serangan-serangan tersebut di hadapan majelis umum PBB. Sebab, serangan itu dilakukan tanpa persetujuan Kongres AS dan Dewan Keamanan PBB terlebih dahulu. (AFP/Reuters/BBC/CNN/sha/c23/a mi)