MEDAN- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan enam tersangka dalam kasus dugaan penyuapan kepada Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT), Jumat (4/10) dini hari. Keenamnya adalah AM, CHN, HB, CN, STA, dan TCW. (Lihat grafis di bawah)
Ketua KPK Abraham Samad menyebutkan para tersangka dijerat dalam dua kasus dugaan penyuapan untuk proses sengketa Pilkada di MK. Kini, mereka ditahan di KPK dengan sangkaan pasal suap di UU Tipikor.
Penangkapan Ketua MK Akil Mochtar membawa ingatan pada tahun 2010. Dalam tracking pemberitaan yang dilakukan Sumut Pos, Akil Mochtar disebut-sebut ‘main mata’ dalam sejumlah Pilkada. Selain Pilkada Gunung Mas, Kalimantan Tengah dan Pilkada Banten yang membuatnya tertangkap, mantan anggota Komisi Hukum DPR RI dari Partai Golkar tersebut juga ditengarai ‘main mata’ dalam Pilkada Simalungun, Pilkada Banyuasin, Sumatera Selatan, serta Pilkada Merauke di Papua.
Kecurigaan terhadap ‘sepak terjang’ Akil Mochtar dalam sengketa Pilkada di MK membuncah pertama kali saat Pakar Hukum Tata Negara, yang juga pengacara Refly Harun, menuding adanya praktik mafia kasus di MK dalam artikel di sebuah media nasional pada 2010 silam. Ia menyebut Akil Mochtar diduga menerima uang Rp1 miliar dalam bentuk pecahan dolar AS dari calon Bupati Simalungun, JR Saragih, klien Refly.
Berdasar testimoni Refly Harun dan Maheswara Prabandono kepada tim investigasi hakim konstitusi, JR Saragih meminta Refly untuk menurunkan biaya pengacara menjadi Rp2 miliar. Pasalnya, duit sebesar Rp1 miliar akan diberikan kepada seorang Hakim MK bernama Akil Mochtar. Hanya saja, Akil membantah tuduhan tersebut. MK menindaklanjuti dengan membentuk Majelis Kehormatan Hakim. (selengkapnya baca: Refly Harun vs Akil Mochtar)
Dalam operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK, Jumat (4/10) dini hari, MK diketahui tengah menangani perkara sengketa pemilihan Bupati Gunung Mas, Kalimantan Tengah. Pada Rabu (2/10) siang sebelum ditangkap, Akil memimpin sidang dengan agenda mendengarkan keterangan saksi dalam sengketa Pilkada tersebut.
Pemilihan Bupati Gunung Mas digugat ke MK oleh bakal calon Bupati Jaya Samaya Monong-Daldin. Gunung Mas menggelar pemilihan pada 4 September 2013. Pemilihan bupati ini diikuti empat bakal calon, yakni Jaya Samaya Monong-Daldin, Awin Usup-Yundae, Hambit Bintih-Arton S Dohong, dan Kusnadi B Halijam-Barthel D Suhi.
Jaya Samaya Monong-Daldin diusung Partai Demokrat, Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerinda), Partai Persatuan Nasional (PPN), Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), serta Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Sedangkan Awin Usup-Yundae diusung Partai Demokrasi Kebangsaan (PDK).
Pasangan petahana (incumbent) Hambit Bintih-Arton S Dohong diusung Partai Demokrasi Indonesia Pembangunan (PDI-P), Partai Merdeka, Partai Penegak Demokrasi Indonesia (PPDI), Partai Damai Sejahtera (PDS), Partai Patriot, Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Demokrasi Pembaharuan (PDP). Sementara Kusnadi B Halijam-Barthel D Suhin diusung Partai Golongan Karya (Golkar).
Komisi Pemilihan Umum menetapkan pasangan Hambit Bintih dan Arton S Dohong sebagai pemenang pada 11 September. Jaya-Daldin menuding banyak kecurangan terstruktur, sistematis, masif, dan sangat berpengaruh terhadap perolehan masing-masing pasangan calon.
Gugatan Jaya-Daldin mengajukan termuat dalam perkara nomor 122/PHPU.D-XI/2013. Mereka menuntut MK membatalkan keputusan KPU Gunung Mas Nomor 19 tentang pasangan calon terpilih Pilkada Gunung Mas. Mereka juga meminta perhitungan suara ulang. MK sudah menggelar empat kali sidang sengketa pilkada Gunung Mas ini yang dipimpin Akil Mochtar.
Dalam penelusuran Sumut Pos, Akil juga pernah tercatat sebagai hakim ketua dalam perksara gugatan Pilkada Kota Medan pada 2010 silam. Ditemui kemarin, anggota DPRD Sumut dari Fraksi PDI-P, Alamsyah Hamdani, mengaku pernah ditawari oleh seorang makelar kasus, untuk memenangkan gugatannya ke MK dalam perkara sengketa Pilkada Kota Medan tahun 2010 lalu.
Kala itu, ia menjabat ketua koordinator kuasa hukum pasangan calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Sofyan Tan-Nelly Armayanti yang menggugat kemenangan pasangan Rahudman Harahap-T Dzulmi Eldin.
“Saya tak mengira. Sebab MK adalah salah satu lembaga hukum paling bersih. Ketika Akil Mochtar tertangkap tangan oleh KPK, barulah saya tahu lembaga ini ternyata tak bersih juga,” ungkap Alamsyah.
Alamsyah juga mengaku pernah didatangi seseorang di Mahkamah Konstitusi (MK) dengan mengaku-ngaku kenal pejabat di MK dengan menawarkan jasa untuk memenangkan gugatan mereka dalam sengketa pelaksanaan Pilkada Kota Medan putaran II pada 19 Juni 2010 silam.
“Saya yakin itu makelar yang mengaku-ngaku kenal dengan para hakim di MK dan menawarkan jasanya untuk memenangkan gugutan pasangan Sofyan Tan-Nelly Armayanti dalam sengketa pelaksanaan Pilkada Kota Medan 2010 lalu. Karena saya yakin dan memiliki bukti yang cukup. Kami menganggap MK itu bersih, makanya saya tolak tawaran tersebut. Majelis hakim ketua yang menyidangkan gugatan kami itu adalah Akil Mochtar,” tegasnya.
Alamsyah menyesalkan hasil Pilkada Kota Medan yang digugat PDIP-P ternyata kandas di tangan Akil. “Saya betul-betul tak menyangka. Tawaran seorang makelar untuk mengurus sengketa kami saat itu rupanya benar juga,” ucapnya. Saat dikejar apakah makelar tersebut sempat menyampaikan biaya pengurusan sengketa gugatan hasil Pilkada Sofyan Tan-Nelly Armayanti di MK, Alamsyah mengaku tidak tahu.
“Saya tak tahu nominal yang ditawarkan makelar itu. Saya keburu tolak tawaran itu karena waktu itu saya yakin gugatan kami akan menang. Saya lebih yakin dengan hakim-hakim MK karena saat itu saya anggap MK adalah lembaga bersih. Tapi kayaknya saya terlalu naif memercayai hakim di MK. Dengan terkuaknya kasus ini, saya menduga jangan-jangan putusan sengketa Pilkada Kota Medan tahun 2000 lalu juga tak murni,” paparnya.
Menyikapi kasus yang membelit pimpinan lembaga terhormat itu, MK segera membentuk Majelis Kehormatan untuk menentukan nasib Akil Mochtar.
“Iya, kami akan membentuk majelis kehormatan untuk mengusut kasus Akil,” ujar Patrialis Akbar, Hakim Konstitusi MK, di kantor MK, kemarin.
Majelis kehormatan ini, kata Patrialis, nantinya akan melibatkan 5 pihak. Kelima pihak itu adalah: Komisi Yudisial, perguruan tinggi, mantan ketua lembaga tinggi negara, mantan hakim konstitusi, dan hakim konstitusi yang ada.
“Memang hari ini akan segera diberitahukan kepada lima pihak tersebut,” ujar Akil. Patrialis belum memerinci lebih detail siapa yang diundang. “Sekjen yang akan berbicara langsung dengan mereka.” Nantinya, lanjut Patrialis, masing-masing instansi berhak mengajukan kandidat sebagai anggota majelis kehormatan itu. “Tiap lembaga kan punya rekomendasi terbaik untuk jadi anggota majelis kehormatan,” kata Patrialis.
“Kemungkinan besar besok sudah dibentuk majelis kehormatan,” ujar Patrialis. “Kalau hari ini baru mengundang mereka-mereka saja,” dia menambahkan. (rud/far/net)
Berikut enam nama para tersangka
Enam Orang Resmi Tersangka
1. AM adalah Ketua MK Akil Mochtar.
2. CHN adalah Chairun Nisa, anggota DPR asal Fraksi Golkar.
3. HB adalah Hambit Bintih, Bupati Gunung Mas.
4. CN adalah Cornelis Nalau seorang pengusaha.
5. STA adalah Susi Tur Andayani seorang advokat.
6. TCW adalah adik gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah sekaligus suami Wali Kota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany, Tubagus Chery Wardana alias Wawan.