Ketika Buruh Menuntut Kenaikan UMP
Aksi unjuk rasa yang dilakukan buruh di Medan Sumatera Utara dan sekitarnya menyisakan ‘kenangan pahit’ bagi pengusaha. Betapa tidak, selama dua hari terhitung sejak Senin (10/12) hingga Selasa (11/12) pengusaha banyak dirugikan. Buruh melakukan demo untuk menuntut kenaikan gaji menjadi Rp2,2 juta dari yang sebelumnya hanya Rp1.375.000 (itu pun sudah dinaikkan Rp70.000). Kondisi pabrik kosong melompong. Yang tersisa hanya petugas security yang berjaga-jaga di sekitar pabrik.
Parahnya lagi saat aksi itu ribuan buruh dari berbagai perusahaan yang ada di Kabupaten Deliserdang dan sekitarnya melumpuhkan jalan Tol Belawan-Medan-Tanjung Morawa (Belmera). Akibatnya arus lalu lintas di jalan lintas Sumatera (jalinsum) di kawasan Tanjung Morawa putus total.
Kondisi jalanan macet karena arus lalu lintas harus dialihkan ke jalan alternatif semisal untuk jurusan Medan menuju Kisaran harus dialihkan dari jalan alternatif belakang kantor Polisi Jalan Raya (PJR) Direktorat Lalu Lintas Polda Sumut dan keluar ke Simpang Kayu Besar. Sementara untuk arus lalu lintas dari Kisaran menuju Medan harus dialihkan dari Jalan Bakaran Batu Lubukpakam, terus menuju Aras Kabu dan keluar ke daerah Tembung hingga menuju Jalan Letda Sujono Medan.
Kondisi ini membuat Direktur Utama PT Kawasan Industri Medan (KIM), Ir Gandhi Tambunan angkat bicara. Menurut orang nomor satu di perusahaan plat merah tersebut demonstrasi buruh selama tiga hari berturut menciptakan kerugian besar bagi pihak investor.
Di KIM kata Gandhi saat ini ada 330 perusahaan baik itu yang menghuni KIM I dan II tidak beroperasi.
“Kalau di total-total kerugian pengusaha dalam sehari saja pabrik tidak beroperasi bisa mencapai Rp50 miliar. Jadi kalau tiga hari tidak beroperasi maka kerugian diprediksikan menjadi Rp150 miliar,” terang Gandhi.
Gandhi menjelaskan aksi unjuk rasa buruh menuntut ditetapkannya kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar Rp2,2 juta sudah di luar dari batas normal. Ini dikarenakan massa pengunjuk rasa kerap berbuat anarkis dengan melakukan perusakan fasilitas milik pengusaha pada saat mensweeping pabrik-pabrik di KIM. Selain itu akibat aksi ini, banyak dampak negatif yang ditimbulkan. Bahkan dari informasi yang beredar ada beberapa pengusaha yang ada di KIM ini akan hengkak, dikarenakan kondisi keamanan yang tidak terjaga dengan baik. “Informasinya memang ada sekitar beberapa investor yang akan keluar dari KIM, tapi laporan resmi soal itu belum ada diterima PT KIM,” katanya.
Dia juga sangat menyayangkan atas ketidakmampuan aparat keamanan dalam memberikan jaminan keamanan terhadap fasilitas para investor, sehingga mengakibatkan sedikitnya 5 industri menjadi sasaran perusakan massa buruh.
“Kalau terus-terusan begini dan tidak adanya jaminan keamanan, para investor akan enggan berinvestasi di Sumut karena tidak kondusif. Dan dampaknya perekonomian di daerah ini pun akan terganggu,” ungkapnya.
Di tempat terpisah Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Sumut Ivan Batubara mengatakan, aksi penolakan ketetapan upah ini merupakan gelombang besar yang ditularkan oleh aksi buruh di Jakarta.
“Serikat pekerja harusnya paham, jika kondisi bisnis di Jakarta dan daerah itu berbeda. Ya enggak bisa digeneralisasi. Kemampuan pengusaha di sini, jauh berbeda dengan korporasi nasional yang biasanya berada di Jakarta,” ucapnya.
Ivan menambahkan, demonstrasi merupakan bentuk saluran politik yang halal, namun tidak serta merta menjadi senjata praktis untuk merubah kebijakan yang pada akhirnya hanya merugikan banyak pihak. “Demo boleh-boleh saja. Tapi jangan pula mencoreng merusak apa yang saat ini telah ada,” ungkapnya.
Sementara itu Sekretaris Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sumut Laksmana Adhyaksa meminta buruh paham akan kondisi pengusaha yang tengah terpuruk akibat hempasan krisis global. “Kita meminta agar buruh menahan diri. Kondisinya memang sedang tidak baik. Secara kasat mata semua pengusaha, di sektor apapun itu merasakan dampak krisis global ini. Buruh harusnya dapat memahami kondisi pengusaha, ini untuk kepentingan bersama, untuk kepentingan buruh juga. Kalau kita tidak sanggup membayar upah, artinya aktifitas produksi harus dilakukan, karena daya beli masyarakat juga tidak membaik. Kita cari solusi bersama lah,” katanya.
Lebih lanjut, Laksamana juga meminta buruh tidak melihat persoalan UMP secara sederhana, pasalnya kenaikan dari Rp1,305 juta yang ditetapkan Pemprov sumut, dengan nominal minila Rp2 juta yang dituntut buruh, mungkin dinilai merupakan angka yang kecil. Namun bagi pengusaha, jumlah tersebut sangatlah besar, karena harus dikali dengan seluruh pekerja.
“Kita pahami kondisi buruh, kita bukan ini menyengsarakan, atau mengabaikan tuntutan buruh. Memang bagi mereka kenaikan yang dituntut mungkin tidak besar, tapi bagi pengusaha, nominalnya besar sekali itu. Harus dikali dengan jumlah pekerja, belum lagi proporsi yang disesuaikan dengan jabatan pekerjaan. Kan tidak mungkin juga diberlakukan sama. Buruh juga pasti menolak,” katanya.
Ketua DPD Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sumut, Parlindungan Purba SH, MM mengatakan, ada dugaan buruh berbuat anarkis karena ditunggangi pihak ketiga. “Kami mengharapkan aparat keamanan dapat bertindak tegas untuk menyelamatkan perekonomian daerah tidak semakin terpuruh sebagai dampak lumpuhnya produksi berbagai jenis usaha,” ujar dia.
Di Belawan Internasional Container Terminal (BICT), juga mengalami kondisi tak jauh berbeda. Penumpukan kontainer terjadi selama dua hari terakhir disebabkan tertahannya arus keluar masuk barang di pelabuhan ini. Guna mengurangi kerugian beberapa pengguna jasa melakukan aktivitas pengiriman barang pada malam hari.
“Selama dua hari akses pintu masuk pelabuhan memang terpaksa ditutup menggunakan kontainer dari mulai pukul 07.00 WIB hingga 17.00 WIB. Sedang sore harinya dibuka kembali, dan pada waktu-waktu tersebut pengguna jasa melakukan aktivitasnya,” ujar M Eriansyah Boy, Staf PT Pelabuhan Indonesia I Medan.
Terkait atas kondisi itu, menejemen PT Pelabuhan Indonesia I mengeluarkan kebijakan untuk tidak memungut biaya tarif tambahan apapun kepada pengusaha yang barangnya tertahan selama dua hari (Senin dan Selasa) di pelabuhan. “Kejadian seperti itukan dikarenakan faktor kondisi yang sama-sama tidak dinginkan. Untuk itu kita memberi kemudahan dengan tidak memungut biaya tambahan selama dua hari, bagi pengguna jasa yang barangnya tertahan akibat aksi unjuk rasa buruh,” terangnya.
Kerugian juga diderita oleh PT Jasa Marga Cabang Belmera. Pemblokiran akses menuju Jalan Tol Belmera dari Belawan, Medan, dan TanjungMorawa oleh massa buruh mengakibatkan perusahaan plat merah ini merugi sekitar Rp149 juta.
Kasubbag Manajemen Lalu Lintas dan Patroli PT Jasa Marga Cabang Belmera, Nurmawan mengatakan, sekitar 50 persen pendapatan perusahaan pengelola jalan tol ini mengalami kerugian jika dibandingkan dengan kondisi normal.
“Untuk selama dua hari saja (Senin dan Selasa-red) kerugian mencapai Rp149 juta, akibat seluruh jalan menuju gerbang tol diblokir massa buruh,” jelas Nurmawan.
Terkait aksi buruh ini, PT Jasa Marga juga meminta bantuan pengamanan tambahan dari polisi dan TNI guna mengantisipasi terjadinya hal-hal tak dinginkan.”Sejauh ini tidak ada fasilitas jalan tol dirusak massa pengunjuk rasa, pengamanan eksternal kita lakukan dengan meminta bantuan dari aparat Kepolisian dan TNI. Sedangkan petugas pengaman internal melibatkan petugas patroli jalan raya (PJR),” ungkapnya.
Saat aksi unjuk rasa massa buruh tetap melakukan sweeping terhadap seluruh pabrik di KIM I dan II. Tidak cuma di KIM, ribuan massa dari berbagai organisasi serikat buruh juga berkonvoi melakukan penyisiran terhadap pabrik-pabrik yang berada di luar KIM hingga menuju ke arah Belawan.
Selain itu kemacetan terjadi di Jalan Lintas Sumatera hingga Tanjung Morawa. Arus lalu lintas terhenti karena para buruh melakukan sweeping di sepanjang jalan yang dilintasinya. Buruh berhenti di pabrik yang ada di tepi jalan, seperti PT Siantar Top dan Kedaung Group.
Buruh yang bertahan di depan pintu tol itu, menyebabkan lalu lintas di jalan lintas sumatera (Jalinsum) lumpuh total. Ribuan kendaraan mengantre di sepanjang jalan dari Kota Medan. Panjang antrean hingga sekitar 5 km.
Sesampainya di depan pintu tol Tanjung Morawa, mereka bergabung dengan buruh dari Tanjung Morawa dan Lubuk Pakam. Di tempat ini, selain menutup pinto tol, pengunjuk rasa juga menutup Jalinsum. Pengguna jalan yang ingin menuju ke Medan terpaksa melewati jalan kampung dari Kayu Besar menuju Batang Kuis dan Tembung.
Aksi buruh ini terjadi setelah Plt Gubernur Sumut menolak merevisi kembali UMP 2013 menjadi Rp2,2 juta. Sebelumnya, Gatot menandatangani revisi UMP Sumut 2013 menjadi sebesar Rp1.375.000. Revisi ini hanya naik Rp 70.000 dari besaran yang ditetapkan sebelumnya.
“Kita akan menduduki pinto tol ini hingga pukul 18.00 WIB, kalau revisi UMP 2013 menjadi Rp2,2 juta tidak juga disetujui Plt Gubernur Sumut Gatot Pudjonugroho, besok pagi kita kembali lagi ke sini,” teriak Sutan Baginda Harahap, pimpinan aksi buruh di depan pintu masuk Tol Belmera di Tanjung Morawa. (bbs/jpnn)