30 C
Medan
Tuesday, May 28, 2024

Biaya Demo Korbankan Gaji Sehari

Selama melangsungkan aksi kemarin, buruh minimal harus mengeluarkan uang untuk dirinya sendiri sebesar Rp30 ribu. Dana tersebut untuk uang makan, minum, rokok, bensin, dan lainnya. Dengan kata lain, uang tersebut tidak terlalu jauh dengan pendapatan mereka per harinya bila bekerja.

Polisi berjaga-jaga  Gerbang Pintu Tol Tanjungmorawa saat demo buruh menolak revisi UMP, kemarin//TRIADI WIBOWO/SUMUT POS
Polisi berjaga-jaga di Gerbang Pintu Tol Tanjungmorawa saat demo buruh menolak revisi UMP, kemarin//TRIADI WIBOWO/SUMUT POS

Menurut Ketua Umum Kesatuan Buruh Independent (KBI) Sumut, Parulian, untuk bergerak dari satu tempat ke tempat yang lainnya, dirinya mengeluarkan uang sebesar Rp10 ribu untuk uang minyak (bensin). Sedangkan sisanya untuk uang makan, minum, rokok, dan lainnya.

“Uang yang kita keluarkan selama melakukan aksi itu tidak beda jauh dengan uang yang kita keluarkan saat sehari-hari. Jadi tidak masalahlah,” ujarnya.
Dijelaskannya, selama melakukan aksi beberapa hari ini, belum ada sama sekali buruh mengeluh karena mengeluarkan uang secara personal. Malah, terkadang, para buruh ini melakukan patungan untuk menyewa berbagai perlengkapan untuk berdemonstrasi. Seperti sound system, mobil, dan lainnya. “Kadang, kita patungan untuk beli minuman air putih (mineral, Red) dan foto kopi kertas yang berisi orasi,” lanjutnya. Walaupun begitu, bukan berarti semua dana dalam orasi tersebut ditanggung oleh para buruh. Adakalanya, organisasi juga mengeluarkan dana untuk menunjang gerakan tersebut.
“Dana organisasi itu bersumber dari berbagai macam. Ada yang dari kumpulan saat akan melakukan orasi, ada pula yang mengambil uang kas dan lainnya,” lanjutnya.

Sementara itu, Ketua Dewan Perwakilan Cabang (DPC) Serikat Buruh Seluruh Indonesia (SBSI) 1992, Adi Sitanggang, menyatakan per harinya dalam melakukan aksi ini dirinya bisa mengocek kantong sebesar Rp60 hingga Rp70 ribu. Dengan perincian, 3 liter bensin, rokok 1 bungkus, nasi bungkus, uang patungan sebesar Rp20 ribu, dan lainnya. Uang dikeluarkan Adi termasuk besar, malah bisa dikatakan lebih besar pengeluaran bila dibandingkan upahnya bila bekerja. “Upah pada umumnya sebesar Rp1.285.000 per bulan. Tidak rugi, karena ini pengorbanan,” ungkapnya.

Upah tersebut, bila dihitung dengan 26 hari kerja, maka per buruh berpenghasilan mencapai Rp50 ribu per hari. Tetapi dengan aksi ini, bisa dikatakan merugi, malah nombok. Karena pengusaha tidak akan membayar upah, bila buruh tidak bekerja.

Sementara itu, pengamat Ekonomi dari Unimed, M Ishak menyatakan bahwa selama melakukan aksi ini, minimal buruh harus mengalami kerugian uang mencapai Rp65 ribu pe rhari.

“Ini kalau catatan upah yang didapat buruh adalah Rp1.285.000 per bulan. Dan itu, belum termasuk kerugian tenaga,” ujarnya.
Untuk menghitung kerugian tersebut, didapat melalui, upah per bulan yang dibagi selama hari kerja (26 hari). Kemudian ditambahkan 0,5 persen sebagai pembuangan peluang yang diciptakan (atau biasanya disebut sebagai bonus produktivitas), dan uang Rp15 ribu sebagai dana untuk pengeluaran bensin, makan, minum, dan lainnya.

“Yang terlihat itu hanya Rp15 ribu nya saja. Tetapi sebenarnya lebih. Karena tenaga dalam hal ini belum dihitung,” lanjutnya.
Untuk mengelar aksi demontrasi, setiap serikat buruh berkewajiban membiaya sendiri untuk sewa soundsystem. Biaya itu dikumpulkan dari pengurus dan anggota serikat buruh. Setiap sewa soundsystem serikat buruh mengeluarkan anggaran Rp300 ribu-Rp500 ribu per hari.

“Biaya sound system berasal dari buruh dan anggota yang kita kumpulkan. Makanya, inilah pengorbanan, tunjuanya untuk kenaikan UMP,” tegas pengurus serikat pekerja yang tergabung Pekerja Buruh Melawan (PBM) Antonius Tampubolon, saat berada di gerbang Tol Tanjugmorawa.  (ram/btr)

Selama melangsungkan aksi kemarin, buruh minimal harus mengeluarkan uang untuk dirinya sendiri sebesar Rp30 ribu. Dana tersebut untuk uang makan, minum, rokok, bensin, dan lainnya. Dengan kata lain, uang tersebut tidak terlalu jauh dengan pendapatan mereka per harinya bila bekerja.

Polisi berjaga-jaga  Gerbang Pintu Tol Tanjungmorawa saat demo buruh menolak revisi UMP, kemarin//TRIADI WIBOWO/SUMUT POS
Polisi berjaga-jaga di Gerbang Pintu Tol Tanjungmorawa saat demo buruh menolak revisi UMP, kemarin//TRIADI WIBOWO/SUMUT POS

Menurut Ketua Umum Kesatuan Buruh Independent (KBI) Sumut, Parulian, untuk bergerak dari satu tempat ke tempat yang lainnya, dirinya mengeluarkan uang sebesar Rp10 ribu untuk uang minyak (bensin). Sedangkan sisanya untuk uang makan, minum, rokok, dan lainnya.

“Uang yang kita keluarkan selama melakukan aksi itu tidak beda jauh dengan uang yang kita keluarkan saat sehari-hari. Jadi tidak masalahlah,” ujarnya.
Dijelaskannya, selama melakukan aksi beberapa hari ini, belum ada sama sekali buruh mengeluh karena mengeluarkan uang secara personal. Malah, terkadang, para buruh ini melakukan patungan untuk menyewa berbagai perlengkapan untuk berdemonstrasi. Seperti sound system, mobil, dan lainnya. “Kadang, kita patungan untuk beli minuman air putih (mineral, Red) dan foto kopi kertas yang berisi orasi,” lanjutnya. Walaupun begitu, bukan berarti semua dana dalam orasi tersebut ditanggung oleh para buruh. Adakalanya, organisasi juga mengeluarkan dana untuk menunjang gerakan tersebut.
“Dana organisasi itu bersumber dari berbagai macam. Ada yang dari kumpulan saat akan melakukan orasi, ada pula yang mengambil uang kas dan lainnya,” lanjutnya.

Sementara itu, Ketua Dewan Perwakilan Cabang (DPC) Serikat Buruh Seluruh Indonesia (SBSI) 1992, Adi Sitanggang, menyatakan per harinya dalam melakukan aksi ini dirinya bisa mengocek kantong sebesar Rp60 hingga Rp70 ribu. Dengan perincian, 3 liter bensin, rokok 1 bungkus, nasi bungkus, uang patungan sebesar Rp20 ribu, dan lainnya. Uang dikeluarkan Adi termasuk besar, malah bisa dikatakan lebih besar pengeluaran bila dibandingkan upahnya bila bekerja. “Upah pada umumnya sebesar Rp1.285.000 per bulan. Tidak rugi, karena ini pengorbanan,” ungkapnya.

Upah tersebut, bila dihitung dengan 26 hari kerja, maka per buruh berpenghasilan mencapai Rp50 ribu per hari. Tetapi dengan aksi ini, bisa dikatakan merugi, malah nombok. Karena pengusaha tidak akan membayar upah, bila buruh tidak bekerja.

Sementara itu, pengamat Ekonomi dari Unimed, M Ishak menyatakan bahwa selama melakukan aksi ini, minimal buruh harus mengalami kerugian uang mencapai Rp65 ribu pe rhari.

“Ini kalau catatan upah yang didapat buruh adalah Rp1.285.000 per bulan. Dan itu, belum termasuk kerugian tenaga,” ujarnya.
Untuk menghitung kerugian tersebut, didapat melalui, upah per bulan yang dibagi selama hari kerja (26 hari). Kemudian ditambahkan 0,5 persen sebagai pembuangan peluang yang diciptakan (atau biasanya disebut sebagai bonus produktivitas), dan uang Rp15 ribu sebagai dana untuk pengeluaran bensin, makan, minum, dan lainnya.

“Yang terlihat itu hanya Rp15 ribu nya saja. Tetapi sebenarnya lebih. Karena tenaga dalam hal ini belum dihitung,” lanjutnya.
Untuk mengelar aksi demontrasi, setiap serikat buruh berkewajiban membiaya sendiri untuk sewa soundsystem. Biaya itu dikumpulkan dari pengurus dan anggota serikat buruh. Setiap sewa soundsystem serikat buruh mengeluarkan anggaran Rp300 ribu-Rp500 ribu per hari.

“Biaya sound system berasal dari buruh dan anggota yang kita kumpulkan. Makanya, inilah pengorbanan, tunjuanya untuk kenaikan UMP,” tegas pengurus serikat pekerja yang tergabung Pekerja Buruh Melawan (PBM) Antonius Tampubolon, saat berada di gerbang Tol Tanjugmorawa.  (ram/btr)

Artikel Terkait

Tragedi Akhir Tahun si Logo Merah

Incar Bule karena Hasil Lebih Besar

Baru Mudik Usai Lebaran

Terpopuler

Artikel Terbaru

/