Hal ini terungkap ketika tim Sumut Pos mencari tahu ujung atau buntut dari kerusuhan pada Senin (17/6) lalu. Seorang aktivis yang ‘berpengalaman’ dalam aksi demonstrasi secara blak-blakan mengungkapkan permainan di balik unjuk rasa. Ya, soal tarif tadi.
Ditemui di Kawasan Jalan Selamat Ketaren, Minggu (23/6) malam, aktivis yang sengaja namanya disamarkan ini pun bercerita kalau saat ini di Medan sudah agak sulit melihat unjuk rasa yang benar-benar murni. Dan, hal itu sudah menjadi rahasia umum di antara aktivis. Artinya, aksi yang berbuntut rusuh di kawasan Jalan Perintis Kemerdekaan tempo hari patut dicurigai ditunggangi orang yang tak bertanggung jawab.
Apalagi pihak kepolisian pun telah membaca itu. Setidaknya Kepala Satuan Reserse Kriminal Polresta Medan, Kompol M Yorisa Marzuki, saat ditemui Sumut Pos di Polresta Medan pada Rabu (19/6) lalu mengatakan, ada aliran dana yang mengalir ke demonstran. Saat itu Yoriz menyebutkan, intelijen Polresta Medan juga tengah mendalami seorang yang diduga sebagai aktor intelektual dalam kerusuhan malam itu. Seorang kaki tangan aktor intelektual sudah di BAP. “Kami mau tangkap aktor intelektual dibalik kerusuhan yang menyebabkan rusaknya KFC, kampus, fasilitas umum dan hotel. Kami sudah ketahui ada bukti pengiriman uang. Tapi ini perlu penyelidikan mendalam, karena kerusuhan ini sudah direncanakan,” terangnya kala itu.
Atas dasar itu, Sumut berusaha percaya dengan yang diungkapkan aktivis’berpengalaman’ tadi. Dan, keterangan yang dia berikan cukup mencengangkan. Dia mengakui adanya sistem bayar dan deal-dealan dalam kebanyakan aksi demonstrasi. Disebutnya, tarif yang dikenakan dalam setiap aksi demonstrasi mulai dari Rp5 juta untuk aksi demo biasa dengan sebatas berorasi, hingga Rp15 juta untuk aksi demo dengan menggunakan sound system dan diisi dengan bakar ban hingga pada menggoyang pagar tempat yang didemo.
“Kalau ada pendemo yang luka atau ditangkap, itu tanggung jawab donatur. Biasanya permintaan paling banyak itu, untuk aksi demo bertarif Rp5 juta hingga Rp7 juta. Kalau banyak tidaknya pesanan, tergantung jaringan kita,” terang sang aktivis.
Lalu, siapa pengorder demo? Si aktivis tersenyum. “Kalau untuk pendana dari aksi demo itu sendiri, kebanyakan berasal dari dalam instansi yang kita demo, karena persaingan jabatan,” ungkap sembari tersenyum.
Namun, sang aktivis menggarisbawahi pemesanan demo biasanya tidak sampai rusuh seperti di Universitas HKBP Nommensen (UHN). Pasalnya, pesanan hanya sebatas menggertak objek dengan orasi-orasi tajam, dengan sound system yang besar, goyang-goyang pagar, hingga bakar ban. Semua kerusuhan yang terjadi, disebutnya terjadi karena spontanitas saat aksi berlangsung. Itu dikarenakan adanya penyusup dan sikap berlebihan dari petugas yang mengamankan demo, sehingga memprovokasi massa.
Soal deal, kabarnya tidak hanya berkaitan dengan sang pendemo. Aparat yang mengamankan juga dikabarkan melakukan deal-deal tertentu. Ketika hal ini dikonfirmasi ke pihak kepolisian, tentu saja mereka membantah.
Bahkan, Kapolresta Medan, AKBP Nico Afinta menegaskan kalau kasus kerusuhan di UHN akan disampaikan hingga ke pengadilan. Begitu juga dengan para tersangka berjumlah 44 orang, disebutnya juga akan turut disampaikan ke persidangan.
“ Siapa yang bilang kasus itu tidak akan sampai ke persidangan? Setelah lengkap, akan kita serahkan BAP kasus itu ke Kejaksaan untuk selanjutnya disidangkan. Kalau memang ada yang menyampaikan informasi itu, tanyakan saja sama yang memberi informasinya itu,” ungkapnya via sambungan telepon, akhir pecan lalu.
Lebih lanjut, Nico menyebut kalau para tersangka masih dalam penahanan pihaknya. Sebanyak 14 orang tersangka, sudah berada di ruang tahanan (Tahti) Polresta Medan dan sisanya masih dirawat di RS Bhayangkara Medan. Begitu juga dengan pemeriksaan terhadap para tersangka, disebutnya masih terus dilakukan secara estafet.
“Memang ada saya lakukan pertemuan dengan BEM se-Kota Medan dan organisasi-organisasi Kemahasiswaan yang ada di Kota Meadan, beberapa waktu lalu. Namun, pertemuan itu saya hanya mengajak untuk sama-sama menjaga keamanan di Kota Medan. Tidak ada lobi-lobi dan deal-dealan dalam pertemuan itu,” sambung Nico.
Soal deal-dealan, Sumut Pos pun menemui dua mahasiswa UHN yang terlibat aksi. Mereka adalah RA dan BB. Kedua mahasiswa yang berasal dari Nias itu tidak menjawab dengan tegas soal transaksi demo. “Kalau ada bayaran, setahu kami tidak ada. Namun, tidak kami pungkiri kalau kami tidak tahu lebih jauh lagi soal bayar-bayaran itu. Pastinya, sebahagian besar teman kami Mahasiswa yang ikut dalam aksi itu, murni karena panggilan hati nurani atas penolakan terhadap kenaikkan harga BBM,” ungkap mereka.
Hal ini makin menarik karena pada beberapa hari lalu, beberapa jam setelah kerusuhan, seorang alumni UHN buka mulut. “Padahal, Grand Angkasa dan KFC selalu nyetor ke mahasiswa, kenapa dihancurkan juga,” keluh seorang alumnus UHN yang tak ingin namanya disebutkan kepada Sumut Pos.
JIka begitu, siapa sebenarnya dalang atau aktor intelektual yang membiayai demo hingga rusuh di kawasan kampus UHN itu? (*)
Unjuk Rasa Berbayar Marak di Medan
Hal ini terungkap ketika tim Sumut Pos mencari tahu ujung atau buntut dari kerusuhan pada Senin (17/6) lalu. Seorang aktivis yang ‘berpengalaman’ dalam aksi demonstrasi secara blak-blakan mengungkapkan permainan di balik unjuk rasa. Ya, soal tarif tadi.
Ditemui di Kawasan Jalan Selamat Ketaren, Minggu (23/6) malam, aktivis yang sengaja namanya disamarkan ini pun bercerita kalau saat ini di Medan sudah agak sulit melihat unjuk rasa yang benar-benar murni. Dan, hal itu sudah menjadi rahasia umum di antara aktivis. Artinya, aksi yang berbuntut rusuh di kawasan Jalan Perintis Kemerdekaan tempo hari patut dicurigai ditunggangi orang yang tak bertanggung jawab.
Apalagi pihak kepolisian pun telah membaca itu. Setidaknya Kepala Satuan Reserse Kriminal Polresta Medan, Kompol M Yorisa Marzuki, saat ditemui Sumut Pos di Polresta Medan pada Rabu (19/6) lalu mengatakan, ada aliran dana yang mengalir ke demonstran. Saat itu Yoriz menyebutkan, intelijen Polresta Medan juga tengah mendalami seorang yang diduga sebagai aktor intelektual dalam kerusuhan malam itu. Seorang kaki tangan aktor intelektual sudah di BAP. “Kami mau tangkap aktor intelektual dibalik kerusuhan yang menyebabkan rusaknya KFC, kampus, fasilitas umum dan hotel. Kami sudah ketahui ada bukti pengiriman uang. Tapi ini perlu penyelidikan mendalam, karena kerusuhan ini sudah direncanakan,” terangnya kala itu.
Atas dasar itu, Sumut berusaha percaya dengan yang diungkapkan aktivis’berpengalaman’ tadi. Dan, keterangan yang dia berikan cukup mencengangkan. Dia mengakui adanya sistem bayar dan deal-dealan dalam kebanyakan aksi demonstrasi. Disebutnya, tarif yang dikenakan dalam setiap aksi demonstrasi mulai dari Rp5 juta untuk aksi demo biasa dengan sebatas berorasi, hingga Rp15 juta untuk aksi demo dengan menggunakan sound system dan diisi dengan bakar ban hingga pada menggoyang pagar tempat yang didemo.
“Kalau ada pendemo yang luka atau ditangkap, itu tanggung jawab donatur. Biasanya permintaan paling banyak itu, untuk aksi demo bertarif Rp5 juta hingga Rp7 juta. Kalau banyak tidaknya pesanan, tergantung jaringan kita,” terang sang aktivis.
Lalu, siapa pengorder demo? Si aktivis tersenyum. “Kalau untuk pendana dari aksi demo itu sendiri, kebanyakan berasal dari dalam instansi yang kita demo, karena persaingan jabatan,” ungkap sembari tersenyum.
Namun, sang aktivis menggarisbawahi pemesanan demo biasanya tidak sampai rusuh seperti di Universitas HKBP Nommensen (UHN). Pasalnya, pesanan hanya sebatas menggertak objek dengan orasi-orasi tajam, dengan sound system yang besar, goyang-goyang pagar, hingga bakar ban. Semua kerusuhan yang terjadi, disebutnya terjadi karena spontanitas saat aksi berlangsung. Itu dikarenakan adanya penyusup dan sikap berlebihan dari petugas yang mengamankan demo, sehingga memprovokasi massa.
Soal deal, kabarnya tidak hanya berkaitan dengan sang pendemo. Aparat yang mengamankan juga dikabarkan melakukan deal-deal tertentu. Ketika hal ini dikonfirmasi ke pihak kepolisian, tentu saja mereka membantah.
Bahkan, Kapolresta Medan, AKBP Nico Afinta menegaskan kalau kasus kerusuhan di UHN akan disampaikan hingga ke pengadilan. Begitu juga dengan para tersangka berjumlah 44 orang, disebutnya juga akan turut disampaikan ke persidangan.
“ Siapa yang bilang kasus itu tidak akan sampai ke persidangan? Setelah lengkap, akan kita serahkan BAP kasus itu ke Kejaksaan untuk selanjutnya disidangkan. Kalau memang ada yang menyampaikan informasi itu, tanyakan saja sama yang memberi informasinya itu,” ungkapnya via sambungan telepon, akhir pecan lalu.
Lebih lanjut, Nico menyebut kalau para tersangka masih dalam penahanan pihaknya. Sebanyak 14 orang tersangka, sudah berada di ruang tahanan (Tahti) Polresta Medan dan sisanya masih dirawat di RS Bhayangkara Medan. Begitu juga dengan pemeriksaan terhadap para tersangka, disebutnya masih terus dilakukan secara estafet.
“Memang ada saya lakukan pertemuan dengan BEM se-Kota Medan dan organisasi-organisasi Kemahasiswaan yang ada di Kota Meadan, beberapa waktu lalu. Namun, pertemuan itu saya hanya mengajak untuk sama-sama menjaga keamanan di Kota Medan. Tidak ada lobi-lobi dan deal-dealan dalam pertemuan itu,” sambung Nico.
Soal deal-dealan, Sumut Pos pun menemui dua mahasiswa UHN yang terlibat aksi. Mereka adalah RA dan BB. Kedua mahasiswa yang berasal dari Nias itu tidak menjawab dengan tegas soal transaksi demo. “Kalau ada bayaran, setahu kami tidak ada. Namun, tidak kami pungkiri kalau kami tidak tahu lebih jauh lagi soal bayar-bayaran itu. Pastinya, sebahagian besar teman kami Mahasiswa yang ikut dalam aksi itu, murni karena panggilan hati nurani atas penolakan terhadap kenaikkan harga BBM,” ungkap mereka.
Hal ini makin menarik karena pada beberapa hari lalu, beberapa jam setelah kerusuhan, seorang alumni UHN buka mulut. “Padahal, Grand Angkasa dan KFC selalu nyetor ke mahasiswa, kenapa dihancurkan juga,” keluh seorang alumnus UHN yang tak ingin namanya disebutkan kepada Sumut Pos.
JIka begitu, siapa sebenarnya dalang atau aktor intelektual yang membiayai demo hingga rusuh di kawasan kampus UHN itu? (*)