Siapa bilang solar langka? Pihak Pertamina mengatakan tidak. Solar dalam keadaan aman.
Begitu menurut mereka. Tapi cobalah lihat di jalanan, antrean truk dan mobil bermesin diesel tak terelakkan. Stasiun Pengisian Bahan Bakar (SPBU) bahkan bangga menuliskan: Solar Habis!
Pekan lalu, Sumut Pos memantau sejumlah SPBU di Jalan Putri Hijau, Jalan Asrama, Jalan Ringroad, Jalan Tritura, dan Jalan Sisingamangaraja hingga ke Tanjungmorawa. Hampir seluruhnya memajangkan plang solar habis, tersisa di Jalan Putri Hijau. Di SPBU terakhir, solar masih dijajakan hanya saja antrean mobil berbahan bakar diesel antre hingga ke jalan.
Kejadian serupa pun terjadi di SPBU di Jalan Sisingamangaraja dekat simpang Mariendal, sekitar 2 Km dari Terminal Amplas. Antrean bus berbahan bakar diesel pada Jumat (22/3) membuat Jalan Sisingamangaraja terjadi kemacetan sepanjang 500 meter.
Persoalan kehabisannya solar di sejumlah SPBU dan menciptakan antrean panjang membuat sejumlah warga bertanya-tanya. Sebelumnya, Pertamina mengaku stok solar di Sumut cukup banyak. Sehingga tidak ada terjadi kelangkaan solar.
“Solar subsidi sudah disalurkan sebanyak 1 tangki, tapi langsung habis dalam waktu 6 jam,” kata penanggung jawab SPBU Nomor 14.201.147 di Jalan Tritura Medan, Riki. Dia mengatakan solar ditempatnya telah habis sejak Kamis (21/3) lalu.
Riki pun menerangkan, sejak 1 Maret 2013 pembatasasan solar subsidi memang dilakukan di SPBU tempatnya. Batasan tersebut berupa pengurangan kuota solar subsidi yang biasanya sebelum Maret 2013 bisa dipesan kapan saja. Kini pesanan malah dibatasi dua tangki per minggu.
“Untuk truk-truk belakangan ini selalu mengisi solar dalam jumlah full. Karena alasannya, SPBU lainnya mulai jarang ada solar,” ujarnya.
Sementara itu, di SPBU lainnya seperti di SPBU Nomor 14201127 diakui solar subsidi di SPBU-nya sering mengalami kehabisan stok solar sejak 1 Maret lalu karena adanya pembatasan. “Kami biasanya menerima penyaluran solar subsidi sebanyak 1 tangki per hari tapi sejak Maret lalu menjadi 28 tangki per bulan,” kata Dodo, Manajer Pemasaran SPBU Nomor 142.011.27.
Dia menyebutkan, setiap truk tetap diisi dengan solar subsidi, sebab seluruh penyalurannya tidak ada larangan. “Begitu truk dan kendaraan mau minta isi solar. Ya kami jual,” ujarnya.
Pembatasan solar subsidi bagi truk dan industri, diatur berdasarkan Permen ESDM No 1/2013. Aturan yang bersumber dari Permen No 12/2013 tentang penghematan dan pengendalian BBM bersubsidi yang mulai diberlakukan 1 Maret.
Pertamina tetap bertahan dengan dengan mengatakan bahwa solar itu ada dan tidak langka. Tetapi penyalurannya yang salah sebab sesuai aturan Permenb ESDM nomor 1 tahun 2013 pasal 6 yang melarang penggunaan solar subsidi untuk mobil angkutan pertambangan, perkebunan, dan kehutanan terhitung tanggal 1 maret.
Humas Pertamina Divre I wilayah Sumut-Aceh, Sonny Mirath mengatakan, alasan peraturan dikeluarkan oleh pemerintah terhadap BBM premium subsidi dan solar subsidi agar bisa dinikmati oleh masyarakat yang berhak seperti becak motor, angkutan umum, kendaraan angkutan sembako milik perorangan maupun UKM, dan lainnya.
“Penyaluran yang tak tepat sementara BBM baik yang subsidi maupun nonsubsidi sudah ditetapkan, maka yang akan terjadi adalah permasalahan. Makanya saya tetap katakan solar itu ada. Hanya saja, untuk pembagiannya yang sudah ditentukan,” ucapnya.
Dia menegaskan, berapa pun solar yang diminta oleh perusahaan pertanian, perkebunan, kehutanan dan lainnya akan diberikan. Dengan catatan solar untuk jenis solar nonsubsidi.
Sedangkan Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Sumut, Johan Brien mengatakan pihak pengusaha sudah menataati peraturan menteri untuk membeli solar nonsubsidi, khususnya untuk keperluan perusahaan. “Kami sudah menataati Peraturan Menteri yang diberlakukan sejak 1 Maret lalu, untuk kegiatan perusahaan besar termasuk ongkos truk yang mengangkut hasil perkebunan, pertambangan, dan kehutanan. Sedangkan untuk industri langsung pihak kami tentunya sudah menaati dengan membeli solar nonsubsidi ke Pertamina atau ke distributor,” katanya.
Irfan Mutiara, seorang pengusaha perkebunan mengatakan soal kelangkaan solar bermuara pada pemerintah. Artinya, pemerintah harus tegas terhadap spekulan yang bermain di belakang.
“Peraturan tersebut sudah betul, tetapi yang jadi masalah adalah solar ini sengaja di tumpuk oleh spekulan untuk disalurkan kepihak yang tak berhak menerimanya,” kata pengusaha yang pernah menjabat sebagai Ketua Kadin Sumut itu.
Irfan juga mengatakan, sebaiknya pemerintah menaikan harga daripada pembatasan solar. “Karena ketika solar menghilang di pasaran maka masyarakat akan panik dan ujung-ujungnya mencari langkah yang lainnya seperti sebagian pengusaha menaikkan harga produksinya,” jelas Irfan.
Makanya, diharapkan pemerintah harus mampu untuk menindak mafia-mafia yang bermain solar. “Saat ini banyak sekali agen-agen spekulan yang menyelundupkan solar untuk dijual ke industri atau pengusaha bahkan diselundupkan ke negara lain seperti Malaysia, Filipina, dan lainnya,’” pungkasnya. (*)