33 C
Medan
Tuesday, May 28, 2024

Gara-gara Stiker

Dalam pembatasan penggunaan BBM subsidi, peraturan menteri ESDM tersebut menyatakan kendaraan Dinas, milik Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) diwajibkan menggunakan stiker untuk memudahkan karyawan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) membedakan antara kendaraan dinas maupun kendaraan milik umum.

Tetapi saat ini, yang menjadi kendala dalam pelaksanaan Permen ESDM no1/2013 ini adalah striker yang menjadi penanda. Karena, hingga saat ini striker tersebut belum diketahui bentuknya seperti apa dan lainnya.

Kepala Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Sumut, Binsar Situmorang mengatakan, sampai sekarang belum ada menerima stiker pengenal untuk ditempelkan pada seluruh mobil dinas milik pemda maupun Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan mobil barang yang digunakan pada kegiatan perkebunan dan pertambangan. “Stiker itu kan didistribusikan oleh Direktorat Jenderal (Ditjen) Migas atau Kementerian ESDM. Kalaupun bisa dicetak sendiri oleh Pemda, tentu harus ada contohnya terlebih dahulu, tidak bisa buat sendiri,” ujarnya.

Dijelaskannya, walaupun belum menerima tetapi Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu) tetap menginstruksikan pemerintah Kabupaten atau Kota melaksanakan aturan tersebut dengan menerbitkan surat edaran keseluruh Kab/Kota. “Surat edaran itu disampaikan juga untuk melakukan konversi dari premium bersubsidi ke premium nonsubsidi atau pertamax dan aturan turunan lainnya termasuk dalam hal menggunakan kendaraan dinas,” jelasnya.

Data dari Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2011 hingga saat ini, kendaraan dinas baik roda 4 maupun roda milik pemprovsu yang layak pakai maupun tidak ada sekitar 2850 kendaraan. Dimana, roda 4 sebanyak 1136 kendaraan, dan roda 2 sebanyak 1714 kendaraan.

Pemakai mobil dinas tersebut pada umumnya adalah Kepala Dinas (Kadis), Kepala Bagian (Kabag) dan Kepala Bidang (Kabid) atau yang memiliki jabatan tingkat eselon I, II, dan III. Ssedangkan jatah BBM tersebut, pada eselon II dan III sekitar 20 liter perminggu.

Menurut Kepala Biro Asisten II Pemprovsu, Ibnu S Hutomo, saat ini mobil dinas sudah menggunakan pertamax. Tetapi, pembelian masih menggunakan voucher. Karena, anggaran untuk BBM kendaraan tersebut masih berupa premium. “Karena sudah memakai pertamax jadi pembelian BBM kita pakai voucher. Di SPBU diganti menjadi pertamax,” ujarnya.

Dijelaskannya, untuk voucher ini masih berlaku untuk jenis bahan bakar subsidi atau premium. Tetapi, saat pengisian akan menjadi pertamax. Begitu juga kepada perusahaan yang dimaksud sesuai aturan ini. Hanya saja bagaimana penerapannya nantinya, dia berharap ada pengawasan di lapangan. Sebab, sebagian besar perusahaan memakai mobil sewaan. “Kalau perusahaan kan, mereka juga banyak pakai mobil yang disewa dari perusahaan lain. Itu bagaimana pula? Kita harap ada pengawasannya nantinya,” ucapnya.

Asisten Customer Relation Fuel Retail Marketing Region I PT Pertamina, Sonny Mirath menyatakan sejak diberlakukan peraturan menteri mulai 1 Februari 2013, untuk pelarangan penggunaan bensin RON 88 bagi kendaraan dinas instansi pemerintah, pemerintah daerah, BUMN, BUMD di wilayah Sumatera dan Kalimantan. Kemudian, Peraturan Menteri ESDM juga melarang penggunaan solar subsidi untuk mobil angkutan pertambangan, perkebunan, dan kehutanan terhitung 1 Maret 2013.

Untuk mematuhi peraturan tersebut, Pertamina menambah outlet BBM nonsubsidi, yaitu Pertamax dan Solar Non Subsidi. “Kini, dari total 685 SPBU di wilayah Sumbagut (Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, dan Kepulauan Riau), sudah ada 248 SPBU yang menyediakan Pertamax dan 36 SPBU yang menyediakan solar nonsubsidi,” tambahnya.

Sesuai dengan Peraturan BPH Migas No 3 Tahun 2012, kendaraan yang tidak berhak menerima BBM Subsidi wajib ditempel stiker yang menyatakan kendaraan tersebut menggunakan BBM non subsidi. Penerbitan dan pemasangan stiker tersebut dapat dilakukan oleh pemerintah seperti yang dilakukan di Jawa-Bali. “Kalau di Jawa dan Bali strikernya gratis. Karena ini diterbitkan dari pusat. Pemasangan striker ini untuk memudahkan petugas SPBU saat mengisi BBM,” lanjutnya.

Stiker kendaraan pengguna BBM non subsidi akan menjadi pedoman Pertamina dalam menjalankan penyaluran di lapangan. Pertamina akan memberikan sanksi administratif kepada SPBU apabila petugas SPBU menyalurkan BBM subsidi kepada kendaraan yang memiliki stiker tersebut.
“Kita akan memudahkan mobil yang telah memiliki stiker. Sementara yang tidak akan kita berikan saksi administratif hingga pemutusan hubungan usaha,” tambahnya.

Berdasarkan Peraturan Presiden RI No 15/2012, pengaturan, pengawasan, dan verifikasi terhadap kelancaran dan ketepatan pelaksanaan pendistribusian jenis BBM tertentu dilaksanakan oleh Badan Pengatur Hilir Migas (BPH Migas), bekerjasama dengan instansi terkait/pemerintah daerah.
Pertamina siap melakukan kerja sama dengan seluruh Pemerintah Daerah, aparat keamanan, dan stakeholders lainnya demi terjalannya Peraturan Menteri ESDM di wilayah masing-masing. (*)

Dalam pembatasan penggunaan BBM subsidi, peraturan menteri ESDM tersebut menyatakan kendaraan Dinas, milik Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) diwajibkan menggunakan stiker untuk memudahkan karyawan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) membedakan antara kendaraan dinas maupun kendaraan milik umum.

Tetapi saat ini, yang menjadi kendala dalam pelaksanaan Permen ESDM no1/2013 ini adalah striker yang menjadi penanda. Karena, hingga saat ini striker tersebut belum diketahui bentuknya seperti apa dan lainnya.

Kepala Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Sumut, Binsar Situmorang mengatakan, sampai sekarang belum ada menerima stiker pengenal untuk ditempelkan pada seluruh mobil dinas milik pemda maupun Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan mobil barang yang digunakan pada kegiatan perkebunan dan pertambangan. “Stiker itu kan didistribusikan oleh Direktorat Jenderal (Ditjen) Migas atau Kementerian ESDM. Kalaupun bisa dicetak sendiri oleh Pemda, tentu harus ada contohnya terlebih dahulu, tidak bisa buat sendiri,” ujarnya.

Dijelaskannya, walaupun belum menerima tetapi Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu) tetap menginstruksikan pemerintah Kabupaten atau Kota melaksanakan aturan tersebut dengan menerbitkan surat edaran keseluruh Kab/Kota. “Surat edaran itu disampaikan juga untuk melakukan konversi dari premium bersubsidi ke premium nonsubsidi atau pertamax dan aturan turunan lainnya termasuk dalam hal menggunakan kendaraan dinas,” jelasnya.

Data dari Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2011 hingga saat ini, kendaraan dinas baik roda 4 maupun roda milik pemprovsu yang layak pakai maupun tidak ada sekitar 2850 kendaraan. Dimana, roda 4 sebanyak 1136 kendaraan, dan roda 2 sebanyak 1714 kendaraan.

Pemakai mobil dinas tersebut pada umumnya adalah Kepala Dinas (Kadis), Kepala Bagian (Kabag) dan Kepala Bidang (Kabid) atau yang memiliki jabatan tingkat eselon I, II, dan III. Ssedangkan jatah BBM tersebut, pada eselon II dan III sekitar 20 liter perminggu.

Menurut Kepala Biro Asisten II Pemprovsu, Ibnu S Hutomo, saat ini mobil dinas sudah menggunakan pertamax. Tetapi, pembelian masih menggunakan voucher. Karena, anggaran untuk BBM kendaraan tersebut masih berupa premium. “Karena sudah memakai pertamax jadi pembelian BBM kita pakai voucher. Di SPBU diganti menjadi pertamax,” ujarnya.

Dijelaskannya, untuk voucher ini masih berlaku untuk jenis bahan bakar subsidi atau premium. Tetapi, saat pengisian akan menjadi pertamax. Begitu juga kepada perusahaan yang dimaksud sesuai aturan ini. Hanya saja bagaimana penerapannya nantinya, dia berharap ada pengawasan di lapangan. Sebab, sebagian besar perusahaan memakai mobil sewaan. “Kalau perusahaan kan, mereka juga banyak pakai mobil yang disewa dari perusahaan lain. Itu bagaimana pula? Kita harap ada pengawasannya nantinya,” ucapnya.

Asisten Customer Relation Fuel Retail Marketing Region I PT Pertamina, Sonny Mirath menyatakan sejak diberlakukan peraturan menteri mulai 1 Februari 2013, untuk pelarangan penggunaan bensin RON 88 bagi kendaraan dinas instansi pemerintah, pemerintah daerah, BUMN, BUMD di wilayah Sumatera dan Kalimantan. Kemudian, Peraturan Menteri ESDM juga melarang penggunaan solar subsidi untuk mobil angkutan pertambangan, perkebunan, dan kehutanan terhitung 1 Maret 2013.

Untuk mematuhi peraturan tersebut, Pertamina menambah outlet BBM nonsubsidi, yaitu Pertamax dan Solar Non Subsidi. “Kini, dari total 685 SPBU di wilayah Sumbagut (Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, dan Kepulauan Riau), sudah ada 248 SPBU yang menyediakan Pertamax dan 36 SPBU yang menyediakan solar nonsubsidi,” tambahnya.

Sesuai dengan Peraturan BPH Migas No 3 Tahun 2012, kendaraan yang tidak berhak menerima BBM Subsidi wajib ditempel stiker yang menyatakan kendaraan tersebut menggunakan BBM non subsidi. Penerbitan dan pemasangan stiker tersebut dapat dilakukan oleh pemerintah seperti yang dilakukan di Jawa-Bali. “Kalau di Jawa dan Bali strikernya gratis. Karena ini diterbitkan dari pusat. Pemasangan striker ini untuk memudahkan petugas SPBU saat mengisi BBM,” lanjutnya.

Stiker kendaraan pengguna BBM non subsidi akan menjadi pedoman Pertamina dalam menjalankan penyaluran di lapangan. Pertamina akan memberikan sanksi administratif kepada SPBU apabila petugas SPBU menyalurkan BBM subsidi kepada kendaraan yang memiliki stiker tersebut.
“Kita akan memudahkan mobil yang telah memiliki stiker. Sementara yang tidak akan kita berikan saksi administratif hingga pemutusan hubungan usaha,” tambahnya.

Berdasarkan Peraturan Presiden RI No 15/2012, pengaturan, pengawasan, dan verifikasi terhadap kelancaran dan ketepatan pelaksanaan pendistribusian jenis BBM tertentu dilaksanakan oleh Badan Pengatur Hilir Migas (BPH Migas), bekerjasama dengan instansi terkait/pemerintah daerah.
Pertamina siap melakukan kerja sama dengan seluruh Pemerintah Daerah, aparat keamanan, dan stakeholders lainnya demi terjalannya Peraturan Menteri ESDM di wilayah masing-masing. (*)

Artikel Terkait

Tragedi Akhir Tahun si Logo Merah

Incar Bule karena Hasil Lebih Besar

Baru Mudik Usai Lebaran

Terpopuler

Artikel Terbaru

/