Kota Medan mengalami kemajuan dari tahun ke tahun. Kota yang berdiri pada 1 Juni 1589 tersebut telah menjadi Kota Metropolitan. Ke depan bakal dikembangkan lagi menjadi Kota Internasional, dengan konsep pembangunan vertikal.
“Kalau dibandingkan dengan 20 tahun silam, Medan ini tentu mengalami kemajuan yang pesat. Kalau 20 tahun yang lalu, pembangunan kota lebih ke konsep horizontal, tapi sekarang menggunakan pembangunan vertikal. Bandingannya, dulu belum ada bangunan pencakar langit, sekarang sudah berdiri bangunan pencakar langit,” kata Kepala Badan Perencana Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Medan, Zulkarnain Lubis kepada Sumut Pos, kemarin.
Dalam menuju kota Internasional 20 tahun mendatang, masih banyak aspek yang perlu dibenahi. Salah satunya adalah soal tata ruang. Dikatakan sebagai kota internasional, tata ruang harus lebih terspesialisasi. Contohnya, seperti lalulintas. “Kalau kota internasional, jalur lalulintas harus dibuat khusus, seperti jalur roda empat, roda dua dan sebagainya harus dipisah. Sekarang, jalur lalu-lintas kita kan masih satu,” sebutnya.
Selain itu, kawasan industri harus terpisah dari pemukiman, Ruang Terbuka Hijau (RTH) lebih berkualitas, sistem lampu hias dan jalan harus 24 jam, serta sarana dan prasarana harus standar internasional.
“Memang masih banyak yang harus kita penuhi, tapi seiring perjalanan waktu, 20 tahun mendatang mungkin bisa kita capai. Kita akan capai dengan perlahan-lahan,” katanya.
Dijelaskannya, dalam kurun waktu 20 tahun belakangan ini, Kota Medan tentunya mengalami perkembangan. Dulu, Medan masih dikategorikan sebagai Kota Besar, tapi sekarang sudah masuk kategori metropolitan. Masuknya ke dalam kategori metropolitan tersebut ditandai dengan pembangunan sejumlah aspek. Dari sisi pembangunan, berdirinya beberpa gedung pencakar langit yang dijadikan pusat bisnis. Begitu juga dengan bidang ekonomi, pendapatan perkapita penduduk Kota Medan ini mencapai 5.000 dolar setahun. Dari segi jumlah penduduk juga berkembang pasat dengan 2.983.868 jiwa. “Kita memang mengalami perkembangan pesat selama 20 tahun terakhir ini,” katanya.
Dibandingkan dengan 20 tahun silam, kawasan bisnis di Medan belum begitu banyak. Bahkan, saat ini Kota Medan masih memakai konsep tradisional. Bangunan-bangunan pencakar langit juga belum ada karena memang konsepnya horizontal. Kalau dari segi ekonomi, pendapatan perkapita warga Kota Medan pada tahun 1990 masih sekitar 500 hingga 1000 dolar setahun.
Dalam menuju Medan Kota Internasional ini, Pemko telah merancang dalam Rencana Pembangunan Jangka Penjang (RJPD) 2006 hingga 2025 dan Rancangan Tata Ruang Wilayah (RTRW) tahun 2011-2031. Dalam RTRW tersebut telah diterangkan beberapa pembangunan Kota Medan, seperti Kawasan Central Bisnis Districk (CBD) dan sebagainya. Disitu juga direncanakan membangun Terminal Tipe B di CBD, terminal tipe C untuk penumpang dan ikan di Belawan.
“Untuk rencana pembangunan ke depan, kita sudah konsep seperti pembangunan kawasan CBD, dan sarana pendukung. Pembangunan Medan Utara menjadi kawasan administrasi regional untuk pelabuhan internasional Belawan. Mudah-mudahan, rencana pembangunan jangka panjang itu bisa kita capai,” harapnya. (dek)
Kompak demi Pelayanan Maksimal
Staf Khusus Mendagri Umar Syadat Hasibuan, mengingatkan pentingnya jajaran birokrat di Pemko Medan untuk menjaga kekompakan. Alasannya, jika jajaran birokrasi tidak kompak, maka berimbas pada buruknya pelayanan ke masyarakat.
Pria bergelar doktor itu merasa perlu mengingatkan hal tersebut, lantaran dalam beberapa tahun belakangan Pemko Medan menghadapi persoalan serupa, yakni walikota tersangkut kasus hukum. Bahkan, saat era Abdillah, wakil-nya yakni Ramli Lubis, juga terkena kasus hukum.
Saat itu, jajaran birokrasi terbelah dalam dua kubu yang tidak rukun. Pelayanan publik pun jadi kacau.
“Nah, di zaman Rahudman, pelayanan sudah mulai membaik. Saya ambil contoh, Seikam-bing bisa dia tertibkan. Pelayanan masyarakat bagus. Tapi itu cuma sebentar karena Rahudman harus menghadapi kasus hukum meski itu bukan terjadi saat dia menjabat wali kota,” ujar Umar Syadat Hasibuan kepada koran ini di Jakarta, kemarin (30/6).
Karena itu, tatkala Rahudman saat ini sedang nonaktif dan Pemko Medan dipimpin Plt Walikota Dzulmi Eldin, maka pelayanan publik dan program-program lain jangan sampai ngadat. Bagaimana caranya?
Dosen di Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) itu menyebut birokrasi harus bekerja secara profesional, tidak masuk pada kubu-kubuan. “Karena saya melihat sudah mulai ada dua kubu di internal Pemko Medan. Ini bahaya, maka saya harus ingatkan sejak sekarang,” kata Umar.
Dia juga mengingatkan pentingnya Eldin bersikap tegas dan profesional dalam menjalankan tugasnya sebagai Plt Wali Kota Medan. “Termasuk harus tegas dalam mengendalikan jajaran SKPD, jajaran birokrasi di Pemko Medan. Ini dalam pengertian positif bahwa para pegawai di Pemko Medan harus memberikan pelayanan kepada masyarakat secara baik,” ujarnya.
Jika Eldin tidak tegas, sementara kewenangan Rahudman untuk mengendalikan birokrat juga sudah jauh berkurang karena nonaktif, maka kualitas pemerintahan Pemko bakal merosot.
“Dampak lain jika Eldin tidak berani tegas, pengkubuan akan makin keras dan dampaknya makin runyam,” kata Umar.
Pengkubuan di jajaran birokrasi, lanjut Umar, biasanya akan berimbas pada persoalan penempatan jabatan. Jika pengkubuan berlangsung lama, maka para pejabat hanya sibuk memikirkan bagaimana mempertahankan jabatannya. Di kubu lain, hanya sibuk mencari cara mendongkel jabatan itu.
“Jika itu terjadi, masyarakat tidak pernah mendapat perhatian. Pejabat hanya sibuk dengan persoalan konflik di internalnya. Jangan sampai ini membesar di Pemko Medan,” pungkas Umar. (sam)