26 C
Medan
Saturday, November 23, 2024
spot_img

Kampus Tirai, Menampung Pecandu Napza dan HIV-AIDS

Kenalkan Metode Baru, Minimum Perawatan 1 Bulan

Kampus Tirai merupakan unit dari lembaga Medan Plus yang bertujuan memberikan pelayanan bagi pengguna narkotika, psikotropika, dan zat adiktif (Napza) dan penderita HIV/AIDS.

Kampus Tirai Medan Plus yang terletak di Jalan Pijer Podi nomor 38, Padang Bulan, Medan ini berdiri sejak pertengahan 2005 lalu. Kampus ini memiliki program membantu pemerintah untuk menampung para pecandu Napza dan penderita HIV/AIDS secara gratis.

Seiring perjalanan waktu, Kampus Tirai ini mengalami kendala di segala bidang, hingga akhirnya tutup. Namun pada pertengahan 2010 lalu, kampus ini bangkit kembali, setelah adanya komitmen dari beberapa mantan pecandu Napza untuk membantu masyarakat yang masih ketergantungan dengan Napza.

Dalam proses pemulihan dan memberi motivasi kepada orang-orang yang ketergantungan Napza bukanlah hal yang mudah. Karenanya, Kampus Tirai saat ini membutuhkan sponsorship atau seseorang yang mau mengambil peran dalam proses pemulihan orang lain.

“Sponsorship bukan merupakan seorang pecandu, tetapi lebih efektif dan berguna jika mempunyai pengetahuan yang cukup tentang adiksi (ketergantungan),” ujar Eban, pengelola Kampus Tirai saat ditemui di kampus tersebut.
Eben menjelaskan, Kampus Tirai sudah merawat sebanyak 18 orang penyalaguna Napza dan penderita HIV/AIDS. Kampus Tirai juga memperkenalkan metode pemulihan baru dengan standart pelayanan, Intensif (rawat inap dengan minimum perawatan satu bulan) dan non intensif (rawat jalan) yang mengacu pada program pemulihan andiksi berbasis masyarakat (PABM).

“Awalnya dengn Individual konseling untuk melihat seberapa tingkat ketergantungan dan dampak lain yang berhubungan dengan lingkungan, keluarga dan penggunaan zat. Kita juga mempunyai trik manplaning yang merupakan program pemulihan yang dilakukan bersama consolar dan keluarganya. Jadi kalau dibutuhkan penanganan medis, kita akan berkordinasi dengan pihak medisnya,” ucap Eban lagi.
Kampus Tirai yang mendapatkan biaya dari beberapa donatur dan sumbangan dari keluarga yang dirawat dengan seikhlas hati mengharapkan kepada beberapa pihak untuk dapat menampung kembali bagi para mantan pecandu untuk dapat kembali kuliah, bekerja dan di tengah masyarakat.

“Semua itu tidak bisa dilakukan Medan Plus sendiri tanpa kerjasama dengan berbagai sektor,” jelasnya.

Ke depan, kata Eban, Medan Plus akan melakukan kerjasama lintas sektoral. Dia berharap, pemerintah dapat melihat kebutuhan masyarakat, khususnya dalam program pemulihan pelaku penyalahgunaan Napza dan HIV/AIDS.
Ternyata, Eban juga kesal terhadap polisi yang seharusnya dapat mengidentifikasi korban Napza. “Bagaimana polisi bisa berfikir untuk memutus mata rantai narkoba, jadi polisi jangan mengejar jumlah kasus Napza saja yang akhirnya harus mengorbankan pecandu sebagai pihak yang dirugikan dari bencana narkotika. Jadi, seharusnya negara bertanggung jawab terhadap bencana Narkoba. Di mana, aparat dan negara juga terlibat dalam peredaran Narkoba. Jadi diharapkan adanya tindakan tegas dari aparat. Kalau aparat tidak bisa mau menjadi apa negara kita ini,” ungkapnya dengan sedikit kesal.

Secara pribadi, Eban meminta kepada BNN (Badan Narkotika Nasional) mulai dari tingkat pusat sampai kabupaten/kota mengakomodir berbagai unsur, baik dari pemerintahan dan non pemerintahan harus melibatkan berbagai unsur agar tergabungnya mekanisme kontrol yang jelas.

Sekali lagi, Eban sangat mengharapkan kepada polisi agar lebih mampu mengantisipasi bagi pemakai untuk siapa yang ditolong dan ditodong. Sedangkan untuk target tangkapannya polisi bisa membedakan pemakai dan pengedar. Jadi efek jera yang dilakukan polisi tidak efektif.

“Jadi kita harapkan kepada teman-teman yang masih ketergantungan Napza bisa memanfaatkan UU Nomor 35 tahun 2009 untuk situasi yang dihadapi agar pecandu mengetahui hak-haknya,” katanya.(*)

Kenalkan Metode Baru, Minimum Perawatan 1 Bulan

Kampus Tirai merupakan unit dari lembaga Medan Plus yang bertujuan memberikan pelayanan bagi pengguna narkotika, psikotropika, dan zat adiktif (Napza) dan penderita HIV/AIDS.

Kampus Tirai Medan Plus yang terletak di Jalan Pijer Podi nomor 38, Padang Bulan, Medan ini berdiri sejak pertengahan 2005 lalu. Kampus ini memiliki program membantu pemerintah untuk menampung para pecandu Napza dan penderita HIV/AIDS secara gratis.

Seiring perjalanan waktu, Kampus Tirai ini mengalami kendala di segala bidang, hingga akhirnya tutup. Namun pada pertengahan 2010 lalu, kampus ini bangkit kembali, setelah adanya komitmen dari beberapa mantan pecandu Napza untuk membantu masyarakat yang masih ketergantungan dengan Napza.

Dalam proses pemulihan dan memberi motivasi kepada orang-orang yang ketergantungan Napza bukanlah hal yang mudah. Karenanya, Kampus Tirai saat ini membutuhkan sponsorship atau seseorang yang mau mengambil peran dalam proses pemulihan orang lain.

“Sponsorship bukan merupakan seorang pecandu, tetapi lebih efektif dan berguna jika mempunyai pengetahuan yang cukup tentang adiksi (ketergantungan),” ujar Eban, pengelola Kampus Tirai saat ditemui di kampus tersebut.
Eben menjelaskan, Kampus Tirai sudah merawat sebanyak 18 orang penyalaguna Napza dan penderita HIV/AIDS. Kampus Tirai juga memperkenalkan metode pemulihan baru dengan standart pelayanan, Intensif (rawat inap dengan minimum perawatan satu bulan) dan non intensif (rawat jalan) yang mengacu pada program pemulihan andiksi berbasis masyarakat (PABM).

“Awalnya dengn Individual konseling untuk melihat seberapa tingkat ketergantungan dan dampak lain yang berhubungan dengan lingkungan, keluarga dan penggunaan zat. Kita juga mempunyai trik manplaning yang merupakan program pemulihan yang dilakukan bersama consolar dan keluarganya. Jadi kalau dibutuhkan penanganan medis, kita akan berkordinasi dengan pihak medisnya,” ucap Eban lagi.
Kampus Tirai yang mendapatkan biaya dari beberapa donatur dan sumbangan dari keluarga yang dirawat dengan seikhlas hati mengharapkan kepada beberapa pihak untuk dapat menampung kembali bagi para mantan pecandu untuk dapat kembali kuliah, bekerja dan di tengah masyarakat.

“Semua itu tidak bisa dilakukan Medan Plus sendiri tanpa kerjasama dengan berbagai sektor,” jelasnya.

Ke depan, kata Eban, Medan Plus akan melakukan kerjasama lintas sektoral. Dia berharap, pemerintah dapat melihat kebutuhan masyarakat, khususnya dalam program pemulihan pelaku penyalahgunaan Napza dan HIV/AIDS.
Ternyata, Eban juga kesal terhadap polisi yang seharusnya dapat mengidentifikasi korban Napza. “Bagaimana polisi bisa berfikir untuk memutus mata rantai narkoba, jadi polisi jangan mengejar jumlah kasus Napza saja yang akhirnya harus mengorbankan pecandu sebagai pihak yang dirugikan dari bencana narkotika. Jadi, seharusnya negara bertanggung jawab terhadap bencana Narkoba. Di mana, aparat dan negara juga terlibat dalam peredaran Narkoba. Jadi diharapkan adanya tindakan tegas dari aparat. Kalau aparat tidak bisa mau menjadi apa negara kita ini,” ungkapnya dengan sedikit kesal.

Secara pribadi, Eban meminta kepada BNN (Badan Narkotika Nasional) mulai dari tingkat pusat sampai kabupaten/kota mengakomodir berbagai unsur, baik dari pemerintahan dan non pemerintahan harus melibatkan berbagai unsur agar tergabungnya mekanisme kontrol yang jelas.

Sekali lagi, Eban sangat mengharapkan kepada polisi agar lebih mampu mengantisipasi bagi pemakai untuk siapa yang ditolong dan ditodong. Sedangkan untuk target tangkapannya polisi bisa membedakan pemakai dan pengedar. Jadi efek jera yang dilakukan polisi tidak efektif.

“Jadi kita harapkan kepada teman-teman yang masih ketergantungan Napza bisa memanfaatkan UU Nomor 35 tahun 2009 untuk situasi yang dihadapi agar pecandu mengetahui hak-haknya,” katanya.(*)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/