25 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Mulai Masalah Guru di Kampung hingga Rentenir

Dari Pementasan Media Tradisional se-Sumut

Lomba pementasan Media Tradisional Kabupaten/Kota se-Sumatera Utara (Sumut) 2011 yang dilaksanakan Dinas Komunikasi dan Informatika Pemerintah Provinsi Sumatera Utara di Hotel Darma Deli Medan, Kamis (31/3).

Indra Juli, Medan

Aksi peserta dari Tebing Tinggi memang mengembalikan ke ceriaan di penghujung kegiatan yang mulai menjemukan. Dengan mengangkat judul Raja Tahtultak yang kecewa dengan ketiadaan tenaga pengajar di daerah kekuasaannyan
penonton dibuat tertawa.

“Abah kau ni tambah kisut justru engkau tambah bahenol,” ucap Abah melihat bodi putrinya yang kian menonjol. Sementara sang putri yang bangga justru melenggang-lenggokkan tubuh montoknya diiringi musik Melayu sebagai latar. Langsung saja membuat penonton tertawa.

Menurut Sutradara Burhan Syarief, judul Raja Tahtultak diambil dari kenyataan rendahnya perhatian kepada tenaga-tenaga pengajar tadi. Belum lagi berbagai pungutan baik legal maupun ilegal yang harus dibebankan kepada para guru. Memberikan para guru tadi satu alasan kuat menolak penempatan di daerah terpencil. Burhan pun membutuhkan waktu satu bulan untuk mempersiapkan pertunjukan itu.

Sebelumnya Kabupaten Asahan Kota Kisaran menampilkan tema Terjerat Utang. Bagaimana kemiskinan yang melanda membuat sebuah keluarga terjebak oleh seorang rentenir. Dengan memberikan uang, si rentenir berencana untuk mendapatkan anak gadisnya yang rupawan. “Kita coba menyampaikan pentingnya program pinjaman bergilir bagi masyarakat awam yang pernah disampaikan pemerintah. Apalagi daerah Asahan dan Kisaran terdapat beragam etnis,” ucap Pimpinan Ikatan Pelestari Seni Budaya Indonesia (IPSBI) Kisaran, Unita Yusbar Manurung.

Sementara itu Sirulo Community Mediation (SCM) yang mewakili Kabupaten Karo mengangkat kekayaan seni tradisi masyarakat Karo. Dalam hal ini alat musik tradisional yang terbuat dari bambu seperti keteng-keteng, blobat, dan surdam. Ada juga kulcapi. Untuk penampilan kali ini mereka mengangkat fenomena bagaimana masyarakat terlalu memuja kehidupan di kota.

“Sementara di desa juga punya potensi besar yang bila dikelola mampu memberikan kehidupan yang bisa lebih baik dari di kota,” ucap Pimpinan SCM sekaligus asisten sutradara, Ita Apulina.

Ya, pada kegiatan itu seluruh peserta diminta mengkomunikasikan fenomena yang ada di tengah-tengah masyarakatnya dalam bentuk pementasan sebagai media tradisional. Keberadaan media tradisional ini sendiri sebenarnya sudah ada di tengah-tengah masyarakat tradisional di berbagai daerah di Indonesia tak terkecuali Sumatera Utara (Sumut).“Ini bukan teater atau pun opera yang hanya dimiliki oleh satu suku bangsa saja. Tapi sebagai media tradisional yang memang sudah ada di tengah-tengah masyarakat,” papar Kepala Bidang SKDI Diskominfo Pemprovsu, Hj Rosmidar SAg MPd kepada Sumut Pos.

Masih Rosmidar, kegiatan serupa masih sering digelar di masa pemerintahan almarhum Presiden Soeharto hingga belakangan ini tidak pernah digelar kembali. Untuk itu melalui kegiatan ini Diskominfo Pemprovsu coba menghidupkan kembali keberadaan media tradisional sesuai dengan agenda Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo). Ke depan kegiatan ini akan menjadi agenda tetap dari Diskominfo Pemprovsu.

Menurut Ketua Pelaksana Dra Marhenita Tarigan, Lomba Pertunjukan Media Tradisional Kabupaten/Kota Se-Sumatera Utara (Sumut) 2011 diikuti oleh 10 wakil dari 14 kabupaten/kota yang terdaftar. Untuk setiap penampilan masing-masing peserta mendapat kesempatan selama 20-30 menit. Juara I dari kegiatan nantinya akan mewakili Sumut untuk lomba di tingkat regional dan nasional.

“Yang mendaftarkan diri ke panitia ada 14 karena Kabupaten Nias baru saja mendaftar. Untuk juara di tingkat provinsi akan membawa pulang tropi Gubernur Sumatera Utara dan akan dikirim ke tingkat regional dan nasional. Kita tidak meminta uang pendaftaran. Karena seluruh peserta menyediakan akomodasinya sendiri-sendiri,” jelas Dra Marhenita Tarigan.

Sumut yang memiliki 33 kabupaten/kota menunjukkan jumlah 14 peserta tadi termasuk minim. Akan lebih baik bila pelaksanaan berikutnya sosialisasi mengenai media tradisional ini dapat dimaksimalkan di seluruh daerah yang ada. Dengan demikian pelaksanaan kegiatan akan menampilkan kekayaan yang lebih beragam. (*)

Dari Pementasan Media Tradisional se-Sumut

Lomba pementasan Media Tradisional Kabupaten/Kota se-Sumatera Utara (Sumut) 2011 yang dilaksanakan Dinas Komunikasi dan Informatika Pemerintah Provinsi Sumatera Utara di Hotel Darma Deli Medan, Kamis (31/3).

Indra Juli, Medan

Aksi peserta dari Tebing Tinggi memang mengembalikan ke ceriaan di penghujung kegiatan yang mulai menjemukan. Dengan mengangkat judul Raja Tahtultak yang kecewa dengan ketiadaan tenaga pengajar di daerah kekuasaannyan
penonton dibuat tertawa.

“Abah kau ni tambah kisut justru engkau tambah bahenol,” ucap Abah melihat bodi putrinya yang kian menonjol. Sementara sang putri yang bangga justru melenggang-lenggokkan tubuh montoknya diiringi musik Melayu sebagai latar. Langsung saja membuat penonton tertawa.

Menurut Sutradara Burhan Syarief, judul Raja Tahtultak diambil dari kenyataan rendahnya perhatian kepada tenaga-tenaga pengajar tadi. Belum lagi berbagai pungutan baik legal maupun ilegal yang harus dibebankan kepada para guru. Memberikan para guru tadi satu alasan kuat menolak penempatan di daerah terpencil. Burhan pun membutuhkan waktu satu bulan untuk mempersiapkan pertunjukan itu.

Sebelumnya Kabupaten Asahan Kota Kisaran menampilkan tema Terjerat Utang. Bagaimana kemiskinan yang melanda membuat sebuah keluarga terjebak oleh seorang rentenir. Dengan memberikan uang, si rentenir berencana untuk mendapatkan anak gadisnya yang rupawan. “Kita coba menyampaikan pentingnya program pinjaman bergilir bagi masyarakat awam yang pernah disampaikan pemerintah. Apalagi daerah Asahan dan Kisaran terdapat beragam etnis,” ucap Pimpinan Ikatan Pelestari Seni Budaya Indonesia (IPSBI) Kisaran, Unita Yusbar Manurung.

Sementara itu Sirulo Community Mediation (SCM) yang mewakili Kabupaten Karo mengangkat kekayaan seni tradisi masyarakat Karo. Dalam hal ini alat musik tradisional yang terbuat dari bambu seperti keteng-keteng, blobat, dan surdam. Ada juga kulcapi. Untuk penampilan kali ini mereka mengangkat fenomena bagaimana masyarakat terlalu memuja kehidupan di kota.

“Sementara di desa juga punya potensi besar yang bila dikelola mampu memberikan kehidupan yang bisa lebih baik dari di kota,” ucap Pimpinan SCM sekaligus asisten sutradara, Ita Apulina.

Ya, pada kegiatan itu seluruh peserta diminta mengkomunikasikan fenomena yang ada di tengah-tengah masyarakatnya dalam bentuk pementasan sebagai media tradisional. Keberadaan media tradisional ini sendiri sebenarnya sudah ada di tengah-tengah masyarakat tradisional di berbagai daerah di Indonesia tak terkecuali Sumatera Utara (Sumut).“Ini bukan teater atau pun opera yang hanya dimiliki oleh satu suku bangsa saja. Tapi sebagai media tradisional yang memang sudah ada di tengah-tengah masyarakat,” papar Kepala Bidang SKDI Diskominfo Pemprovsu, Hj Rosmidar SAg MPd kepada Sumut Pos.

Masih Rosmidar, kegiatan serupa masih sering digelar di masa pemerintahan almarhum Presiden Soeharto hingga belakangan ini tidak pernah digelar kembali. Untuk itu melalui kegiatan ini Diskominfo Pemprovsu coba menghidupkan kembali keberadaan media tradisional sesuai dengan agenda Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo). Ke depan kegiatan ini akan menjadi agenda tetap dari Diskominfo Pemprovsu.

Menurut Ketua Pelaksana Dra Marhenita Tarigan, Lomba Pertunjukan Media Tradisional Kabupaten/Kota Se-Sumatera Utara (Sumut) 2011 diikuti oleh 10 wakil dari 14 kabupaten/kota yang terdaftar. Untuk setiap penampilan masing-masing peserta mendapat kesempatan selama 20-30 menit. Juara I dari kegiatan nantinya akan mewakili Sumut untuk lomba di tingkat regional dan nasional.

“Yang mendaftarkan diri ke panitia ada 14 karena Kabupaten Nias baru saja mendaftar. Untuk juara di tingkat provinsi akan membawa pulang tropi Gubernur Sumatera Utara dan akan dikirim ke tingkat regional dan nasional. Kita tidak meminta uang pendaftaran. Karena seluruh peserta menyediakan akomodasinya sendiri-sendiri,” jelas Dra Marhenita Tarigan.

Sumut yang memiliki 33 kabupaten/kota menunjukkan jumlah 14 peserta tadi termasuk minim. Akan lebih baik bila pelaksanaan berikutnya sosialisasi mengenai media tradisional ini dapat dimaksimalkan di seluruh daerah yang ada. Dengan demikian pelaksanaan kegiatan akan menampilkan kekayaan yang lebih beragam. (*)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/