MEDAN, SUMUTPOS.CO- Perusahaan Daerah Rumah Potong Hewan (PD RPH) sampai saat ini belum mampu melunasi tunggakan gaji karyawan selama 5 bulan. Sekarang Direktur Utama (Dirut) RPH Kota bingung untuk melunasi gaji karwannya tersebut. Untuk menutupi minimnya pendapatan RPH, Dirut berencana akan menyewakan mesin pendingin skala besar kepada pihak ketiga.
“Seluruh Direksi bingung untuk melunasi tunggakan gaji karyawan, karena minimnya pendapat RPH,” kata Dirut RPH Kota Medan, Putrama Alkhairi.
Kondisi tertunggaknya gaji karyawan menurut Putrama, diperparah dengan kondisi dalam penyertaan modal dari Pemerintah Kota (Pemko) Medan sebesar Rp3,9 miliar tidak dicantumkan poin pembayaran hutang gaji. Dampaknya, sampai saat ini tunggakan gaji karyawan sebesar Rp600 juta belum mampu terselesaikan. Apalagi sejak kasus PD Pembangunan mencuat dan penetapan status tersangka oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Medan kepada sejumlah Direksi, hanya karena menggunakan uang penyertaan modal yang tidak sesuai peruntukan.
“Kami tidak mau apa yang terjadi di PD Pembangunan, terjadi juga di PD RPH. Apalagi pembayaran hutang gaji karyawan tidak dicantumkan dalam peruntukan penyertaan modal,” ujar Putra kepada Sumut Pos, Senin (31/3).
Dia mengaku hutang gaji itu sudah ada sebelum dirinya menjabat sebagai Dirut RPH di tahun 2012.
Pihaknya sudah berkonsultasi dengan Kementerian Keuangan terkait penggunaan uang penyertaan modal yang tidak dicantumkan di dalam peruntukan penyertaan modal.
Kementerian Keuangan, kata dia, hanya memberikan jawaban uang penyertaan modal kepada Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) hanya bisa dipergunakan sesuai dengan aturan yang berlaku dan kebijakan masing-masing Pemerintah Daerah. “Jawabannya masih menggantung, tidak dinyatakan boleh atau tidak,” keluhnya.
Putra menjelaskan, penyertaan modal sebesar Rp3,9 miliar diberikan Pemko Medan pada akhir tahun 2012. Namun uang tersebut baru bisa dipergunakan setelah diterbitkannya Peraturan Wali Kota (Perwal) yang mengatur peruntukan penyertaan modal. “Kalau aturan itu jadi acuan, hutang gaji karyawan tidak bisa dibayarkan, maka dari itu seluruh Direksi saat ini serba salah,” jelasnya. Sedangkan hasil kontribusi yang didapat PD RPH saat ini hanya mampu membayar gaji karyawan dan seluruh Direksi serta biaya operasional.
Jika pemasukan RPH minim, maka yang didahulukan tetap gaji seluruh karyawan, sementara itu untuk biaya operasional dilakukan secara bertahap. “Seperti itulah keadaan PD RPH sekarang, namun saya memiliki beberapa poin alternatif untuk meningkatkan pendapatan RPH,” jelasnya.
Dia memaparkan RPH saat ini memiliki mesin pendingin skala besar, dan rencananya akan disewakan kepada pihak ketiga.
Selain itu, RPH juga berencana memotong sapi sendiri untuk dijual kepada rumah makan yang ada di Kota Medan. “Itu yang bisa kita lakukan ke depan untuk meningkatkan pendapatan RPH,” bebernya.
Lebih jauh dia mengungkapkan biaya rutin yang di keluarkan RPH ialah biaya gaji serta operasional sebesar Rp50-100 juta setiap bulan.
Seluruh biaya yang dikeluarkan RPH diambil dari pendapatan memotong hewan setiap harinya. Putra mengaku sejak bulan Februari, hewan yang dipotong dipihaknya rata-rata 8 ekor perhari dengan biaya Rp85 ribu untuk sapi australi dan Rp75 ribu untuk sapi dalam negeri setiap ekor.
Sebelum itu, lanjut dia, RPH setiap bulannya mampu memotong hewan rata-rata 30 ekor setiap harinya. ” Sekarang memang lagi berkurang jumlah hewan yang dipotong, maka dari itu kita akan kembangkan usaha lainnya,” tandasnya.
Sementara itu, Anggota Badan Pengawas BUMD, Irwan Ritonga menyarankan agar Dirut RPH menyampaikan persoalan ini kepada Pelaksana Tugas (Plt) Wali Kota selaku pemilik BUMD.
Peruntukan penyertaan modal itu diatur dalam Perwal, jika hutang gaji ingin dibayarkan maka Dirut RPH harus mengajukan permohonan pembuatan Perwal baru yang mengatur pembayaran hutang gaji didalam peruntukan penyertaan modal.
Pria yang menjabat sebagai Kepala Badan Pengelola Keuangan Daearah (BPKD) Kota Medan itu menambahkan, Badan Pengawas dibentuk dan tunjuk langsung oleh Kepala Daerah. Sehingga apapun yang dilakukan Badan Pengawas harus mendapat persetujuan dari Kepala Daerah selaku pemilik dari BUMD.
“Sampai saat ini permohonan itu belum ada masuk, seharusnya dia (Dirut RPH,Red) mengerti akan hal itu,” jelas Irwan. (dik/azw)