30.6 C
Medan
Friday, May 17, 2024

Uskup Agung Medan Pimpin Misa Arwah 40 Hari Wafatnya Opung Ode Binsar Sitompul

MEDAN, SUMUTPOS.CO- Keluarga besar Binsar Sitompul, mengadakan Misa Arwah 40 Hari Wafatnya personel Group Parisma 71 bergelar Opung Ode Doli, Minggu (17/10). Ibadah dipimpin Uskup Agung Medan Mgr Kornelus Sipayung OFMCap itu dilakukan hibryd.

Di lokasi acara, Jalan Bromo Gang Bahagia Medan, hadir tiga pastor dan puluhan suster dari sejumlah kongregasi. Acara inipun bisa disaksikan dari kanal YouTube Altur Manullang, Facebook Hendrik dan Conrad Naibaho, plus zoom meeting.

Biduan kelahiran Sibaganding Pahae, Tapanuli Utara, pada 15 April 1939, berpulang pada Rabu, 8 September di Medan. Saat pemakaman, karena diatur protokol kesehatan, massa dibatasi. Bahkan keturunan pria berkharisma itu, hanya empat orang yang diizinkan. Di antaranya Ir Paskalis Sitompul/Donna Siagian SE Msi.

“Jadi, saya ini orang yang ‘dianaktirikan’ karena tidak diizinkan-Nya, mengantar orang yang paling saya kasihi dan hormati,” protes Hendrik Sitompul.

Padahal, lanjutnya, banyak rencana yang hendak dilakukan, seperti harapan Binsar Sitompul ketika masih hidup. “Dengan misa arwah ini, saya sadar… orangtua saya sudah bersama-Nya. Selama ini saya merasa, papa saya masih ada di rumahnya,” ujarnya.

Setiap kata yang diutarakan putra sulung almarhum tersebut, penuh tekanan. Terkesan emosional. Berselang beberapa detik, tangisnya pun pecah.

Sang ibu, Polonia Br Lumbantobing, justru terlihat tegar. Padahal, perempuan kelahiran 27 Desember 1941 di Doloksanggul dari pasangan K Lumbantobing dan Martaulina Pasaribu, itu ‘ditipu’ oleh anak-anaknya soal kematian suaminya. “Kami menyimpan informasi itu sampai 8 hari. Kami tak berani menyampaikan, karena khawatir mengguncang jiwanya. Pastor Selestinus Manalu OFMCap dari Naga Huta yang kami minta menyampaikannya. Maaf, Ma… anak-anakmu berbohong,” tambanya.

Ps Selestinus Manalu OFMCap memang memiliki kedekatan erat dengan Ny Binsar Sitompul. YouTuber yang berisi kidung-kidung biarawan itu sangat sejuk dan menjadi guru spiritual Polonia Br Lumbantobing.

Singkat cerita, kabar duka disampaikan. Tetapi karena situasi Covid-19, masih belum memungkinkan untuk berkumpul. Padahal sejak kematian, anak-anak, pahompu, nini-nono almarhum dari seluruh penjuru, sudah berkumpul di Medan.

Pekan kedua kematian, keluarga dalam jumlah kecil mengadakan ibadah di makam Binsar Sitompul. Tetapi, Hendrik tetap belum yakin orangtuanya wafat. “Bagi saya orang Batak, kematian itu baru ‘sah’ jika pengebumiannya diiringi doa dan adat. Sekarang ini saya baru yakin, papa saya sudah bersama-Nya,” tambahnya.

Isak tangis pun pecah karena keturunan almarhum saling berangkulan. Emosional. Itu karena tiba-tiba istri almarhum menangis ketika pihak tulangnya muncul di depan pintu. Padahal kehadirannya untuk memberi penghiburan.

Untuk menenangkan, sejumlah kidung dilantunkan. Mulai lagu religi favorit almarhum dan keluarga hingga lagu etnik yang rutin dibawakan Binsar Sitompul kala masih hidup. Satu di antaranya adalah “Tung So Hulohas Ho Marsak” ciptaan Tigor Gibsy Marpaung.
Bagi Polonia Br Lumbantobing, lagu tersebut simbol cinta sang suami padanya.

Ketika emosional terkendali, ritual dilakukan. Ucapan belasungkawa dan penghiburan silih berganti, tapi air mata tetap bercucuran seperti hujan deras yang mengguyur rumah duka.

“Hujan ini berkah buat kami. Selama ini, Medan seperti terpanggang karena Matahari cerah dan suhu mendekat 40 derajat. Doa-doa yang kami terima menjadi penyejuk, seperti hujan saat ini,” ujar Hendrik Sitompul dan berharap kiranya kidung terus dilantunkan serta doa untuk orangtuanya tak henti didaraskan.

Keluarga terberkati tersebut dikaruniai 20 cucu dan 4 cicit berasal dari buah hatinya: Berta br Sitompul/S Lubis, Drs Hendrik H Sitompul MM/Ir Rospita T Br Marpaung MM, si teknokrat yang jadi ekonom, Ir Paskalis Sitompul/Donna Siagian SE Msi, Maria Rynelda br Sitompul SE/A Saragih SE, Yenita V br Sitompul AMD/S Manulang SE MSi, Daniel Sitompul/J Br Manullang, Andriani br Sitompul/TMA Panggabean. (rel/adz)

MEDAN, SUMUTPOS.CO- Keluarga besar Binsar Sitompul, mengadakan Misa Arwah 40 Hari Wafatnya personel Group Parisma 71 bergelar Opung Ode Doli, Minggu (17/10). Ibadah dipimpin Uskup Agung Medan Mgr Kornelus Sipayung OFMCap itu dilakukan hibryd.

Di lokasi acara, Jalan Bromo Gang Bahagia Medan, hadir tiga pastor dan puluhan suster dari sejumlah kongregasi. Acara inipun bisa disaksikan dari kanal YouTube Altur Manullang, Facebook Hendrik dan Conrad Naibaho, plus zoom meeting.

Biduan kelahiran Sibaganding Pahae, Tapanuli Utara, pada 15 April 1939, berpulang pada Rabu, 8 September di Medan. Saat pemakaman, karena diatur protokol kesehatan, massa dibatasi. Bahkan keturunan pria berkharisma itu, hanya empat orang yang diizinkan. Di antaranya Ir Paskalis Sitompul/Donna Siagian SE Msi.

“Jadi, saya ini orang yang ‘dianaktirikan’ karena tidak diizinkan-Nya, mengantar orang yang paling saya kasihi dan hormati,” protes Hendrik Sitompul.

Padahal, lanjutnya, banyak rencana yang hendak dilakukan, seperti harapan Binsar Sitompul ketika masih hidup. “Dengan misa arwah ini, saya sadar… orangtua saya sudah bersama-Nya. Selama ini saya merasa, papa saya masih ada di rumahnya,” ujarnya.

Setiap kata yang diutarakan putra sulung almarhum tersebut, penuh tekanan. Terkesan emosional. Berselang beberapa detik, tangisnya pun pecah.

Sang ibu, Polonia Br Lumbantobing, justru terlihat tegar. Padahal, perempuan kelahiran 27 Desember 1941 di Doloksanggul dari pasangan K Lumbantobing dan Martaulina Pasaribu, itu ‘ditipu’ oleh anak-anaknya soal kematian suaminya. “Kami menyimpan informasi itu sampai 8 hari. Kami tak berani menyampaikan, karena khawatir mengguncang jiwanya. Pastor Selestinus Manalu OFMCap dari Naga Huta yang kami minta menyampaikannya. Maaf, Ma… anak-anakmu berbohong,” tambanya.

Ps Selestinus Manalu OFMCap memang memiliki kedekatan erat dengan Ny Binsar Sitompul. YouTuber yang berisi kidung-kidung biarawan itu sangat sejuk dan menjadi guru spiritual Polonia Br Lumbantobing.

Singkat cerita, kabar duka disampaikan. Tetapi karena situasi Covid-19, masih belum memungkinkan untuk berkumpul. Padahal sejak kematian, anak-anak, pahompu, nini-nono almarhum dari seluruh penjuru, sudah berkumpul di Medan.

Pekan kedua kematian, keluarga dalam jumlah kecil mengadakan ibadah di makam Binsar Sitompul. Tetapi, Hendrik tetap belum yakin orangtuanya wafat. “Bagi saya orang Batak, kematian itu baru ‘sah’ jika pengebumiannya diiringi doa dan adat. Sekarang ini saya baru yakin, papa saya sudah bersama-Nya,” tambahnya.

Isak tangis pun pecah karena keturunan almarhum saling berangkulan. Emosional. Itu karena tiba-tiba istri almarhum menangis ketika pihak tulangnya muncul di depan pintu. Padahal kehadirannya untuk memberi penghiburan.

Untuk menenangkan, sejumlah kidung dilantunkan. Mulai lagu religi favorit almarhum dan keluarga hingga lagu etnik yang rutin dibawakan Binsar Sitompul kala masih hidup. Satu di antaranya adalah “Tung So Hulohas Ho Marsak” ciptaan Tigor Gibsy Marpaung.
Bagi Polonia Br Lumbantobing, lagu tersebut simbol cinta sang suami padanya.

Ketika emosional terkendali, ritual dilakukan. Ucapan belasungkawa dan penghiburan silih berganti, tapi air mata tetap bercucuran seperti hujan deras yang mengguyur rumah duka.

“Hujan ini berkah buat kami. Selama ini, Medan seperti terpanggang karena Matahari cerah dan suhu mendekat 40 derajat. Doa-doa yang kami terima menjadi penyejuk, seperti hujan saat ini,” ujar Hendrik Sitompul dan berharap kiranya kidung terus dilantunkan serta doa untuk orangtuanya tak henti didaraskan.

Keluarga terberkati tersebut dikaruniai 20 cucu dan 4 cicit berasal dari buah hatinya: Berta br Sitompul/S Lubis, Drs Hendrik H Sitompul MM/Ir Rospita T Br Marpaung MM, si teknokrat yang jadi ekonom, Ir Paskalis Sitompul/Donna Siagian SE Msi, Maria Rynelda br Sitompul SE/A Saragih SE, Yenita V br Sitompul AMD/S Manulang SE MSi, Daniel Sitompul/J Br Manullang, Andriani br Sitompul/TMA Panggabean. (rel/adz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/