Nyfara Salsabila Siregar, bayi berusia 1,6 bulan anak pasangan Muhammad Fajeri Siregar (30) dan Wenny Feblisya (30), warga Jalan Utomo No 6 Medan, divonis dokter menderita kelainan empedu (Biliary Atresia). Saat ini, kedua orangtuanya berjuang keras mencari dana sebanyak Rp1,5 miliar agar Nyfara bisa dioperasi di rumah sakit di Singapura.
Puput Julianti Damanik, Medan
Mungkin belum banyak yang tahu soal penyakit Billiary Atresia. Penyakit ini adalah penyumbatan pada saluran yang membawa cairan empedu dari hati ke kandung empedu. Kondisi ini biasanya terjadi sejak lahir. Penyumbatan ini bisa terjadi jika saluran empedu di dalam atau di luar hati tidak berkembang secara normal. Sampai saat ini belum diketahui dengan pasti apa penyebabnya.
Akibat penyumbatan itu, aliran cairan dari hati ke kandung empedu terhambat yang bisa menyebabkan kerusakan hati dan sirosis (hatinya mengecil). Jika tidak segera diobati bisa mengakibatkan kematian. Pengobatan yang dilakukan biasanya disebut dengan prosedur Kasai, yaitu menghubungkan hati dengan usus halus. Penderitanya juga memerlukan transplantasi hati.
Meski Nyfara menderita penyakit Biliary Atresia, tapi di wajahnya tak tampak sedang menyimpan penyakit tersebut. Nyfara seperti bocah lazimnya, berlari, bermain, menangis dan tertawa. Hanya saja, Nyfara tidak bisa keluar dan bermain sembarangan karena sistem kekebalan tubuhnya lemah sehingga rentan terserang penyakit. Nyfara juga tidak boleh kontak langsung dengan orang lain. Oleh kedua orangtuanya, Nyfara terpaksa ‘dikurung’ di dalam kamar tidur demi menjaga kesehatannya. “Kalau saya mau melihat Nyfara atau keluarga saya, harus steril. Nyfara gampang sekali sakit, makanya kami letak di kamar saja. Kalau saya ingin bermain sama dia, saya harus mandi dahulu,” ujar ayah Nyfara, Muhammad Fajeri Siregar saat disambangi wartawan koran ini di kediamannya, kemarin.
Pria yang akrab disapa Fajeri ini menuturkan, istrinya juga harus berada di kamar selama 24 jam untuk menemani Nyfara. “Istri saya juga selama 24 jam harus menemani Nyfara di dalam kamar. Makanannya pun harus diantar ke kamar. Istri saya sampai rindu melihat keramaian. Tapi demi anak kami, kami harus kuat menjalaninya dengan ikhlas,” ujar Fajeri.
Fajeri mengatakan, awalnya Nyfara lahir pada 6 Agustus 2012 lalu dalam kondisi normal. Berat badannya saat lahir 3,1 kg. Namun setelah Nyfara berumur sebulan, berat badannya tak kunjung naik. Bersama istrinya, ia membawa anak pertama mereka itu ke klinik terdekat. “Karena kondisi anak kami tak kunjung membaik, kami akhirnya membawanya ke Island Hospital di Penang-Malaysia,” tuturnya.
Dari rumah sakit di Penang itulah mereka baru tahu kalau anak mereka menderita Biliary Atresia dan harus menjalani operasi Kasai, tepatnya sebulan lalu. “Di usia 1,5 bulan Nyfara melakukan operasi pertamanya di RS Penang,” ujarnya.
Tentu saja sebagai orangtua, hati mereka teriris melihat bayinya menderita penyakit tersebut dan menjalani operasi. Terlebih istri Fajeri tak henti-hentinya menangis menerima kenyataan tersebut.
“Awalnya saya dan istri tidak sanggup menerima kenyataan ini, tapi karena anak saya adalah amanah dari Allah, kami tetap bersyukur dengan apa yang diberikan Nya kepada kami,” ujar Fajeri dengan mata berkaca-kaca.
Usai dioperasi, kata Fajeri, Nyfara sempat beberapa jam tidak bernafas. Untungnya pelayanan yang siap siaga dari perawat di RS Penang itu mampu mengatasi kondisi anaknya. “Saya dan istri hanya bisa menangis sambil berdoa. Istri saya down sekali saat itu. Syukurnya ada seorang dokter yang memeluk istri saya, memberi spirit. Si dokter bilang ia pernah menangani penyakit Biliary Atresia dan bisa sembuh dan tumbuh besar secara normal. Dari situ istri saya langsung bersemangat,” katanya sembari menahan tangis.
Pasca operasi, Fajeri harus rutin membawa Nyfara check up ke Penang setiap bulan. Checkup tiap bulan ternyata tetap tidak memberikan kemajuan kepada kesehatan Nyfara. Sebab, pada 18 Februari lalu mereka membawa Nyfara kembali ke Penang-Malaysia akibat HB dan albuminnya rendah sehingga membuat Nyfara harus melakukan transfusi darah. Limpanya juga membesar dan ada ascites yang merupakan ciri kerusakan hati. “Dokter di Penang akhirnya menyerah dan menyarankan untuk dioperasi di Singapura,” tuturnya.
Saat ini Fajeri terus melakukan konsultasi ke beberapa dokter penyakit anak di Medan untuk mengetahui kesembuhan penyakit anaknya. Dari konsultasi itu, dokter menyatakan kalau anaknya bisa sembuh, namun seumur hidupnya akan mengkonsumsi obat secara terus menerus. Selain itu harus dilakukan transplantasi hati yang menelan biaya operasi mencapai Rp1,5 miliar di RS Singapura nanti.
Fajeri mengaku, saat ini ia baru memiliki dana sebanyak Rp30 juta. Uang tersebut berasal dari bantuan para sahabatnya yang melakukan penggalangan dana. Penggalangan dana tersebut melalui broadcast yang dikirim via Blackberry.
“Awlanya saya cerita kepada sahabat-sahabat saya tentang penyakit anak saya. Sahabat-sahabat saya memutuskan untuk membuat semacam broadcast menggalang dana. Berkat kegigihan sahabat saya, akhirnya dapat terkumpul dana Rp30 juta. Tentu saja masih banyak kekurangan dana yang saya butuhkan untuk operasi hati anak saya,” kata dia.
Sedangkan saat ini istrinya sudah resign (berhenti) dari pekerjaannya demi menjaga Nyfara. Begitu juga dirinya, berhenti sementara menjadi dosen namun masih mempertahankan pekerjaannya di Sumatera Berlian Motor demi menghidupi keluarganya. Kini mereka sangat membutuhkan uluran tangan dari dermawan untuk operasi anak mereka. (*)