SUMUTPOS.CO – PEMPROV Sumut dan Pemko Medan telah memfasilitasi perayaan Hari Buruh Internasional (Mayday) dengan berbagai kegiatan, Selasa (1/5). Namun begitu, ada juga buruh yang memilih melakukan aksi di jalanan sebagai bentuk perjuangan menuntut kesejahteraan dan keadilan yang dinilai belum berpihak kepada mereka. Bahkan mereka menilai, Mayday bukan Funday.
Seribuan massa dari FSPMI menggelar peringatan Mayday di Bundaran Majestik dan di depan Kantor Gubernur Sumut. Mereka memilih melakukan aksi di jalanan sebagian bentuk peringatan atas perjuangan buruh menuntut kesejahteraan dan keadilan yang dinilai belum berpihak.
“Tolak upah murah, dan cabut PP 78/2015, tolak rencana penghapusan pasal pesangon dalam Undang-undang 13/2003, tolak tenaga kerja asing dan cabut Perpres 20/2018 tentang tenaga kerja asing,” ujar Ketua FSPMI Sumut Willy Agustomo.
Selain aksi demo dan teaterikal, mereka juga menggelar pertunjukan atau atraksi debus di depan Kantor Gubernur Sumut Jalan Diponegoro. Dalam orasinya, mereka mengecam kegiatan perayaan yang dilakukan rekannya sesama buruh di Komplek LPP Jalan Pancing Medan.
“Kami mengecam kegiatan seremonial seperti itu. Karena bukan itu esensi peringatan hari buruh. Karena itu, kami minta Pemprov tidak memfasilitasi kegiatan seperti itu tahun depan,” sebutnya.
Menurut Willy, acara tersebut hanya untuk ‘menina bobokkan’ buruh saja. “Kami menganggap, untuk apa kita bergandengan tangan hanya saat seremonial Mayday saja. Faktanya di Indonesia, Sumatera Utara khususnya, kasus perburuhan dan kesejahteraan buruh tidak tercapai, ” ungkap Willy.
Selain itu, kata Willy, Hari Buruh bukan perayaan, melainkan peringatan. Menurutnya, hari buruh penuh sejarah, untuk mewujudkan kesejahteraan bagi buruh. Oleh karena itu, ditegaskannya sudah selayaknya Buruh menyuarakan itu di momentum peringatan Hari Buruh.