25 C
Medan
Saturday, September 28, 2024

Pasca Dieksekusi, Keluarga Tarigan Tidur di Trotoar

Foto: Triadi Wibowo/Sumut Pos Proses eksekusi lahan di Kawasan Jalan Karya Wisata Medan, Rabu (31/8/2016). Warga menolak rencana eksekusi lahan seluas lima hektar milik PT Pertamina tersebut, karena sudah digunakan warga beberapa tahun sebagai tempat berdagang.
Foto: Triadi Wibowo/Sumut Pos
Proses eksekusi lahan di Kawasan Jalan Karya Wisata Medan, Rabu (31/8/2016). Warga menolak rencana eksekusi lahan seluas lima hektar milik PT Pertamina tersebut, karena sudah digunakan warga beberapa tahun sebagai tempat berdagang.

Setelah lahan tempat rumahnya berdiri dieksekusi Pengadilan Negeri Medan, Rabu (31/9/2016), Jonathan Tarigan bersama isteri dan 4 anaknya, bermalam di atas trotoar di seberang lahan yang dieksekusi, Jalan Karya Wisata simpang Jalan Karya Kasih, Pangkalan Masyhur, Medan Johor.

Parlindungan Harahap, Medan

Hanya dengan beralasan kartun bekas, pria berusia 67 tahun dan keluarganya itu tidur demi merajut mimpi. Begitu juga dengan perlengkapan rumah tangga yang biasanya tersusun rapi di rumah, kini tertumpuk tak beraturan di pinggir jalan. Sementara untuk mandi, Jonathan dan keluarganya sama sekali tak dapat melakukannya.

“Kalau untuk buang air saja, masih bisa kami numpang ke swalayan. Tapi, kalau tak dikasih, terpaksalah mencari tempat yang sepi hanya agar bisa buang air kecil,” ujar Jonathan saat ditemui Sumut Pos, Kamis (1/9).

Tidak memilik uang untuk menyewa rumah, menjadi alasan Jonathan dan keluarganya, untuk tinggal di pinggir jalan. Uang tali asih sebesar Rp3 juta yang diberi PT Pertamina selaku pemilik lahan, dikatakan Jonathan tak mencukupi untuk menyewa rumah.

“Uang yang mereka beri itu, sudah habis untuk menyewa motor pengangkut barang. Padahal untuk membongkar rumah dan mengangkati barang sudah kami lakukan sendiri. Jadi, mana ada lagi uang untuk membayar orang?” sambung Jonathan.

Dengan kondisi tersebut, Jonathan memperkirakan dirinya dan keluarga masih akan tinggal di pinggir jalan hingga satu minggu ke depan. Sulitnya mendapatkan pinjaman dari teman maupun keluarga menjadi salah satu alasan yang logis diterima akal.

Apalagi selama ini dirinya dan keluarga hanya menggantungkan hidup dari hasil menjual rokok dan kebutuhan sehari-hari lainnya di kios yang kini sudah rata dengan tanah.

“Selain saya, masih ada 1 kelaurga lagi yang belum mendapatkan rumah tinggal yang layak. Orang itu adalah keluarga Bru Karo. Mereka tidur di teras rumah kosong yang ada di komplek itu. Namun mereka sudah pergi mencari rumah sewa, karena pemilik rumah sudah mulai keberatan dengan barang milik mereka yang menumpuk di depan rumah, “ ungkap Jonathan menyambung cerita.

Diceritakan Jonathan, lahan yang mulai ditempatinya pada 5 tahun lalu itu dulunya hanya lahan yang dipenuhi semak belukar dan pepohonan. Tidak ada yang mengurus dan tidak ada plang pemberitahuan jika lahan tersebut milik siapa.

Oleh karena itu, diakui Jonathan jika dirinya membuka warung kecil di atas lahan. Seiring berjalan waktu, disebut Jonathan jika dirinya membangun rumah untuk tempat tinggal bersama keluarganya. Namun, Jonathan tetap mengakui jika lahan yang dipergunakannya untuk berjualan sekaligus membangun rumah memang bukan milik mereka.

“Dari kemarin sudah kami sampaikan jika kami bukan pemilik lahan. Kami hanya menempati saja. Namun, yang kami sesalkan kenapa kami tidak beri tempo (batas waktu) hingga kami menemukan rumah sewa yang layak huni,” ujar Jonathan mengakhiri perbincangan.

Foto: Triadi Wibowo/Sumut Pos Proses eksekusi lahan di Kawasan Jalan Karya Wisata Medan, Rabu (31/8/2016). Warga menolak rencana eksekusi lahan seluas lima hektar milik PT Pertamina tersebut, karena sudah digunakan warga beberapa tahun sebagai tempat berdagang.
Foto: Triadi Wibowo/Sumut Pos
Proses eksekusi lahan di Kawasan Jalan Karya Wisata Medan, Rabu (31/8/2016). Warga menolak rencana eksekusi lahan seluas lima hektar milik PT Pertamina tersebut, karena sudah digunakan warga beberapa tahun sebagai tempat berdagang.

Setelah lahan tempat rumahnya berdiri dieksekusi Pengadilan Negeri Medan, Rabu (31/9/2016), Jonathan Tarigan bersama isteri dan 4 anaknya, bermalam di atas trotoar di seberang lahan yang dieksekusi, Jalan Karya Wisata simpang Jalan Karya Kasih, Pangkalan Masyhur, Medan Johor.

Parlindungan Harahap, Medan

Hanya dengan beralasan kartun bekas, pria berusia 67 tahun dan keluarganya itu tidur demi merajut mimpi. Begitu juga dengan perlengkapan rumah tangga yang biasanya tersusun rapi di rumah, kini tertumpuk tak beraturan di pinggir jalan. Sementara untuk mandi, Jonathan dan keluarganya sama sekali tak dapat melakukannya.

“Kalau untuk buang air saja, masih bisa kami numpang ke swalayan. Tapi, kalau tak dikasih, terpaksalah mencari tempat yang sepi hanya agar bisa buang air kecil,” ujar Jonathan saat ditemui Sumut Pos, Kamis (1/9).

Tidak memilik uang untuk menyewa rumah, menjadi alasan Jonathan dan keluarganya, untuk tinggal di pinggir jalan. Uang tali asih sebesar Rp3 juta yang diberi PT Pertamina selaku pemilik lahan, dikatakan Jonathan tak mencukupi untuk menyewa rumah.

“Uang yang mereka beri itu, sudah habis untuk menyewa motor pengangkut barang. Padahal untuk membongkar rumah dan mengangkati barang sudah kami lakukan sendiri. Jadi, mana ada lagi uang untuk membayar orang?” sambung Jonathan.

Dengan kondisi tersebut, Jonathan memperkirakan dirinya dan keluarga masih akan tinggal di pinggir jalan hingga satu minggu ke depan. Sulitnya mendapatkan pinjaman dari teman maupun keluarga menjadi salah satu alasan yang logis diterima akal.

Apalagi selama ini dirinya dan keluarga hanya menggantungkan hidup dari hasil menjual rokok dan kebutuhan sehari-hari lainnya di kios yang kini sudah rata dengan tanah.

“Selain saya, masih ada 1 kelaurga lagi yang belum mendapatkan rumah tinggal yang layak. Orang itu adalah keluarga Bru Karo. Mereka tidur di teras rumah kosong yang ada di komplek itu. Namun mereka sudah pergi mencari rumah sewa, karena pemilik rumah sudah mulai keberatan dengan barang milik mereka yang menumpuk di depan rumah, “ ungkap Jonathan menyambung cerita.

Diceritakan Jonathan, lahan yang mulai ditempatinya pada 5 tahun lalu itu dulunya hanya lahan yang dipenuhi semak belukar dan pepohonan. Tidak ada yang mengurus dan tidak ada plang pemberitahuan jika lahan tersebut milik siapa.

Oleh karena itu, diakui Jonathan jika dirinya membuka warung kecil di atas lahan. Seiring berjalan waktu, disebut Jonathan jika dirinya membangun rumah untuk tempat tinggal bersama keluarganya. Namun, Jonathan tetap mengakui jika lahan yang dipergunakannya untuk berjualan sekaligus membangun rumah memang bukan milik mereka.

“Dari kemarin sudah kami sampaikan jika kami bukan pemilik lahan. Kami hanya menempati saja. Namun, yang kami sesalkan kenapa kami tidak beri tempo (batas waktu) hingga kami menemukan rumah sewa yang layak huni,” ujar Jonathan mengakhiri perbincangan.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/