28 C
Medan
Friday, May 17, 2024

KPK Diminta Usut BPN Sumut, Ganti Rugi Pembebasan Tol Tanjungmulia Tersendat

SUTAN SIREGAR/SUMUT POSTIANG BETON: Seorang pekerja duduk di atas tiang beton yang bakal digunakan untuk membangun ruas jalan tol Medan-Binjai Seksi I di kawasan Tanjungmulia, Medan, belum lama ini.

MEDAN, SUMTPOS.CO – Pembebasan lahan tol Medan-Binjai yang hingga kini belum terealisasi ganti ruginya, diduga akibat adanya mafia-mafia tanah dalam hal pembebasan. Bahkan, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sumut diduga memelihara mafia-mafia tanah yang di atas lahan tol Medan-Binjai.

Dugaan ini disampaikan Kuasa hukum ahli waris Kesultanan Deli, Sultan Amaluddin Sani Perkasa Alamsyah (Sultan Deli X).

“Terkait pernyataan Kepala BPN Sumut yang menyebutkan terkendalanya pembebasan lahan tol karena adanya sejumlah gugatan perdata di pengadilan, sangat mengada-ngada. Karena dari gugatan yang 11 tersebut jumlahnya sangat kecil dan bisa saja dimediasikan dan tidak mengganggu proyek jalan tol,” ujarnya.

Ia menduga, BPN Sumut memelihara mafia tanah. Sebab, ada warga yang tidak memiliki tanah justru mendapat ganti rugi. Sedangkan yang memiliki tanah tidak mendapat ganti rugi.

Menurut Afrizon, BPN Sumut juga adalah pihak yang paling bertanggungjawab atas realisasi pembayaran ganti rugi kepada ahli waris Sultan Deli, pemilik SHM bodong dan warga penggarap.”Idealnya persoalan ini sudah tuntas bila BPN Sumut mau duduk sama dan menjalankan putusan hakim. Asal tahu saja, sudah ada 4 gugatan kita di atas lahan 17,4 hektare tersebut yang sudah berkekuatan hukum tetap dan tinggal eksekusi.

Tapi karena mereka (BPN) Sumut, BPN Medan, serta pihak Kecamatan Medan Deli serta Kelurahan Mabar banyak kepentingan di dalam maka pembayaran ganti rugi terus tertunda, dan proyek jalan tol Medan-Binjai juga menjadi terkendala,” jelas Afrizon.

Afrizon meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar mengusut tuntas adanya peran mafia tanah yang diduga dilakukan BPN Sumut sebagai dalang kekisruhan dan dugaan korupsi dalam pembebasan lahan tol tersebut.”Kami akan segera melaporkan hal ini ke KPK, karena kami melihat banyak orang-orang yang ingin memiliki kepentigan di lahan itu,” ujar Afrizon.

Tak hanya itu, Afrizon juga menduga ada oknum-oknum Kejaksaan yang turut bermain di atas lahan tersebut. Sebab, BPN Sumut semakin besar kepala dan merasa memiliki pendamping kuat, sehingga pembayaran ganti rugi tidak terwujud hingga kini.

Meski demikian, lanjut Afrizon, banyak lahan tanah Kesultanan Deli yang telah dibayarkan ganti rugi secara gelap oleh BPN. Seperti, lahan di Jalan Alfaka dan Jalan Yos Sudarso. Sedangkan yang sudah berkekuatan hukum BPN justru tidak melakukan pembayaran.

Selain itu Aprizon menyebutkan, bahwa Perkara nomor 232 / PDT.G / 2017/ PN Medan, telah diputus tanggal 16 Juli 2018, oleh hakim PN Medan diketuai Saryana, dan mengabulkan gugatan penggugat.

“Dalam amar putusannya hakim menyebutkan, bahwa sesuai fakta dan bukti persidangan permohonan gugatan dikabulkam untuk sebagian, bahwa ahli waris adalah sah,alas hak berupa Grand Sultan yang dikonversi juga sah sebagai alas hak dasar gugatan penggugat,” paparnya.

Sedangkan delapan hektare lahan maupun 17,4 hektare dari 150 hektare yang terkena pembebasan lahan tol ganti rugi adaah benar milik para penggugat, papar Afrizon mengutip bunyi putusan hakim.

Hakim juga mengatakan adalah benar perbuatan para tergugat (PUPR, BPN Sumut, BPN Medan, Lurah Kelurahan Tanjungmulia), tidak berkekuatan hukum. Ganti rugi tol di atas lahan 17,4 hektare yang berada di Kelurahan Tanjungmulia Hilir yang nilai ganti ruginya sebesar Rp321 miliar untuk diserahkan kepada penggugat Sultan Amaluddin Sani Perkasa Alamsyah. Ganti rugi tersebut supaya dititipkan ke Pengadilan dalam bentuk konsinyasi.

Namun hingga saat ini, para tergugat tidak menjalankan putusan hakim, dengan alasan masih ada lagi 11 gugatan di atas lahan dimaksud. Itulah yang menjadi alasan BPN Sumut tidak mau melakukan pembayaran ganti rugi.

Penggugat yang sudah menyurati BPN Sumut dan tergugat lainnya juga sama sekali tidak merespon ajakan dari pemohon agar dilakukan mediasi dan pembayaran, sesuai putusan hakim. Akibatnya pembebasan lahan tol Medan – Binjai terus terkendala hingga saat ini. (man/ila)

SUTAN SIREGAR/SUMUT POSTIANG BETON: Seorang pekerja duduk di atas tiang beton yang bakal digunakan untuk membangun ruas jalan tol Medan-Binjai Seksi I di kawasan Tanjungmulia, Medan, belum lama ini.

MEDAN, SUMTPOS.CO – Pembebasan lahan tol Medan-Binjai yang hingga kini belum terealisasi ganti ruginya, diduga akibat adanya mafia-mafia tanah dalam hal pembebasan. Bahkan, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sumut diduga memelihara mafia-mafia tanah yang di atas lahan tol Medan-Binjai.

Dugaan ini disampaikan Kuasa hukum ahli waris Kesultanan Deli, Sultan Amaluddin Sani Perkasa Alamsyah (Sultan Deli X).

“Terkait pernyataan Kepala BPN Sumut yang menyebutkan terkendalanya pembebasan lahan tol karena adanya sejumlah gugatan perdata di pengadilan, sangat mengada-ngada. Karena dari gugatan yang 11 tersebut jumlahnya sangat kecil dan bisa saja dimediasikan dan tidak mengganggu proyek jalan tol,” ujarnya.

Ia menduga, BPN Sumut memelihara mafia tanah. Sebab, ada warga yang tidak memiliki tanah justru mendapat ganti rugi. Sedangkan yang memiliki tanah tidak mendapat ganti rugi.

Menurut Afrizon, BPN Sumut juga adalah pihak yang paling bertanggungjawab atas realisasi pembayaran ganti rugi kepada ahli waris Sultan Deli, pemilik SHM bodong dan warga penggarap.”Idealnya persoalan ini sudah tuntas bila BPN Sumut mau duduk sama dan menjalankan putusan hakim. Asal tahu saja, sudah ada 4 gugatan kita di atas lahan 17,4 hektare tersebut yang sudah berkekuatan hukum tetap dan tinggal eksekusi.

Tapi karena mereka (BPN) Sumut, BPN Medan, serta pihak Kecamatan Medan Deli serta Kelurahan Mabar banyak kepentingan di dalam maka pembayaran ganti rugi terus tertunda, dan proyek jalan tol Medan-Binjai juga menjadi terkendala,” jelas Afrizon.

Afrizon meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar mengusut tuntas adanya peran mafia tanah yang diduga dilakukan BPN Sumut sebagai dalang kekisruhan dan dugaan korupsi dalam pembebasan lahan tol tersebut.”Kami akan segera melaporkan hal ini ke KPK, karena kami melihat banyak orang-orang yang ingin memiliki kepentigan di lahan itu,” ujar Afrizon.

Tak hanya itu, Afrizon juga menduga ada oknum-oknum Kejaksaan yang turut bermain di atas lahan tersebut. Sebab, BPN Sumut semakin besar kepala dan merasa memiliki pendamping kuat, sehingga pembayaran ganti rugi tidak terwujud hingga kini.

Meski demikian, lanjut Afrizon, banyak lahan tanah Kesultanan Deli yang telah dibayarkan ganti rugi secara gelap oleh BPN. Seperti, lahan di Jalan Alfaka dan Jalan Yos Sudarso. Sedangkan yang sudah berkekuatan hukum BPN justru tidak melakukan pembayaran.

Selain itu Aprizon menyebutkan, bahwa Perkara nomor 232 / PDT.G / 2017/ PN Medan, telah diputus tanggal 16 Juli 2018, oleh hakim PN Medan diketuai Saryana, dan mengabulkan gugatan penggugat.

“Dalam amar putusannya hakim menyebutkan, bahwa sesuai fakta dan bukti persidangan permohonan gugatan dikabulkam untuk sebagian, bahwa ahli waris adalah sah,alas hak berupa Grand Sultan yang dikonversi juga sah sebagai alas hak dasar gugatan penggugat,” paparnya.

Sedangkan delapan hektare lahan maupun 17,4 hektare dari 150 hektare yang terkena pembebasan lahan tol ganti rugi adaah benar milik para penggugat, papar Afrizon mengutip bunyi putusan hakim.

Hakim juga mengatakan adalah benar perbuatan para tergugat (PUPR, BPN Sumut, BPN Medan, Lurah Kelurahan Tanjungmulia), tidak berkekuatan hukum. Ganti rugi tol di atas lahan 17,4 hektare yang berada di Kelurahan Tanjungmulia Hilir yang nilai ganti ruginya sebesar Rp321 miliar untuk diserahkan kepada penggugat Sultan Amaluddin Sani Perkasa Alamsyah. Ganti rugi tersebut supaya dititipkan ke Pengadilan dalam bentuk konsinyasi.

Namun hingga saat ini, para tergugat tidak menjalankan putusan hakim, dengan alasan masih ada lagi 11 gugatan di atas lahan dimaksud. Itulah yang menjadi alasan BPN Sumut tidak mau melakukan pembayaran ganti rugi.

Penggugat yang sudah menyurati BPN Sumut dan tergugat lainnya juga sama sekali tidak merespon ajakan dari pemohon agar dilakukan mediasi dan pembayaran, sesuai putusan hakim. Akibatnya pembebasan lahan tol Medan – Binjai terus terkendala hingga saat ini. (man/ila)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/