MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pasien Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA) di Sumatera Utara (Sumut) kembali bertambah menjadi 15 anak. Dari jumlah itu, 10 anak meninggal dunia, 2 masih dirawat, dan 3 anak dinyatakan sembuh. Pasien terakhir meninggal, saat menjalani perawatan di RSUP Haji Adam Malik Medan pada Minggu (30/10) kemarin.
KEPALA Dinas Kesehatan Sumut, Ismail Lubis mengatakan, sebaran kasus gangguan ginjal akut ini cukup masif di Sumut, dan saat ini tersebar di 5 kabupaten/kota, yakni Kota Medan 9 kasus, Kota Sibolga 2 kasus, Kabupaten Labuhanbatu 2 kasus, Kabupaten Mandailing Natal 1 kasus, dan Kota Binjai 1 kasus. “Jadi semua ada 15 kasus, dari situ 10 kasus meninggal, 3 sembuh, dan 2 sedang dirawat,” ujar Ismail kepada wartawan, Selasa (1/11).
Ismail mengimbau masyarakat, bila anaknya sakit dan volume air urinenya tidak normal atau sedikit, agar segera membawa anaknya ke rumah sakit terdekat untuk dilakukan penanganan medis. “Jangan tunggu parah baru dibawa ke rumah sakit. Jadi yang perlu sebenarnya, imbauan kita, kalau anak sakit silahkan bawa ke rumah sakit,” imbau Ismail.
Dia juga mengimbau kepada masyarakat, bila anaknya sakit jangan sembarang untuk memberikan obat. Untuk sementara, pemberian obat kepada anak sakit harus dalam pengawasan tenaga medis. “Jangan beli obat sembarangan, harus ada resep dokter. Karena anak kecil itu rentan terhadap obat, bawa ke fasilitas kesehatan terdekat,” imbaunya lagi.
Ismail juga menegaskan, untuk penanganan medis kasus ginjal akut, pasien tidak dikenakan biaya alias gratis. “Semua berobat itu gratis, kalau tidak ada kartu BPJS jumpai Dinas Kesehatan, kalau perlu perawatan ada dana nonregister kita, dan semua sifat gejala ginjal akut urinnya tak ada, segera bawa ke fasilitas kesehatan, tidak ada membayar,” tegasnya lagi.
Sementara, Kasubbag Humas RSU H Adam Malik Medan, Rosario Dhorothy mengatakan, pasien gagal ginjal yang meninggal terakhir, sudah dibawa ke kampung halamannya di Kota Sibolga untuk disemayamkan dan dikebumikan. “Iya betul, meninggal dunia pada 30 Oktober 2022. Kemudian, sudah dibawa ke kampungnya,” jelas Rosario saat dikonfirmasi, kemarin siang.
Kemudian, di RSUPH Adam Malik Medan, juga ada tambahan satu pasien dan dirawat pada Minggu (30/10), lalu. Pasien itu berasal dari Kota Medan. Dari total 15 kasus ginjal akut di Sumut saat ini, Rosario mengatakan, 11 pasien dirawat di RSUPH Adam Malik Medan. Dan saat ini, dua pasien masih menjalani perawatan di rumah sakit milik Kementerian Kesehatan (Kemenkes) itu. Saya tidak bicara total, yang disebut di media total di Sumut, saya tidak bisa info itu, karena berada di rumah sakit lain. Kalau di Adam Malik, total 11 pasien, dengan perincian Pulang Berobat Jalan (PBJ) 1 pasien, dirawat 2 pasien dan 8 pasien meninggal dunia,” beber Rasario.
159 Anak Meninggal, 46 Masih Dirawat
Sementara, total kasus gangguan ginjal akut se-Indonesia per 31 Oktober 2022, tercatat sebanyak 304 anak, di mana 159 di antaranya meninggal, dan 99 anak dinyatakan sembuh. Sedangkan sisanya, 46 anak masih dirawat di rumah sakit.
Mereka yang masih dirawat di rumah sakit tersebar di sejumlah provinsi di Indonesia. Sedikitnya, ada 27 provinsi yang melaporkan adanya kasus gangguan ginjal akut yang dikaitkan dengan dampak cemaran obat sirop dengan kandungan Etilena Glikol dan Dietilena Glikol (EG dan DEG) melebihi ambang batas aman.
“Kematian 52 persen. Kasus terdiri dari 41 persen anak perempuan dan 59 persen anak laki-laki. Total kasus terbanyak yang sakit adalah anak usia 1-5 tahun ada 173 anak. Kematian usia 1-5 tahun ada 106 anak,” kata Juru Bicara Kementerian Kesehatan Mohammad Syahril, Selasa (1/11).
Jumlah kasus anak yang masih dirawat paling banyak terdapat di RSCM sebanyak 10 anak. Lalu tersebar di Padang, Aceh, Bali, Banten, dan Jawa Barat.
Kasus Mulai Turun
Syahril menegaskan, sejak diumumkannya larangan penggunaan resep dan konsumsi obat sirop, kasus gangguan ginjal akut diklaim mulai turun. Sehari rata-rata ada 3-5 kasus bahkan di bawah angka tersebut. “Berbeda sekali saat larangan obat sirop belum kita umumkan itu lonjakannya sampai puluhan. Sekarang setelah adanya larangan obat sirop, kasus turun,” ungkapnya.
Apalagi sejak 24 Oktober, lanjutnya, BPOM sudah merilis daftar 198 obat sirup yang aman. Maka pada akhirnya angka kasus dan angka kematian diklaim turun. “Ditambah lagi ikhtiar kami dengan pembelian antipenawar racun atau antidotum Fomepizole. Itu upaya untuk menekan kematian dan sudah disebar ke seluruh rumah sakit yang merawat pasien anak dengan gangguan ginjal akut yang berujung gagal ginjal akut,” ungkapnya.
Syahril juga mengatakan, penelitian terhadap penyebab gangguan ginjal akut di Indonesia masih terus dikembangkan. “Saat ini kami sedang melakukan penelitian untuk mengetahui apa sih sebetulnya yang menyebabkan gangguan ginjal akut ini. Diduga penyebab gagal ginjal itu salah satunya keracunan, bisa dari makanan, minuman, dan obat-obatan,” ungkapnya.
Ia mengatakan, Kemenkes bersama Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI masih mengembangkan sejumlah kemungkinan lain penyebab gangguan ginjal akut. “Kandungan obat sirop harus betul-betul diteliti untuk mengetahui mana yang bisa menyebabkan keracunan pada ginjal. Setelah hasil penelitian keluar, BPOM punya tanggung jawab untuk mengevaluasi,” katanya.
Di sisi lain, pemerintah sudah menjalankan beberapa kebijakan untuk mencegah penambahan korban gangguan ginjal akut. Syahril mengatakan, pemerintah sudah menghentikan sementara penggunaan obat sirop untuk anak sebagai langkah cepat untuk mencegah kasus baru. “Untuk yang sudah sakit, kami melakukan tindakan salah satunya dengan hemodialisa dan pemberian antidotum, zat penawar,” ujarnya.
Dia mengatakan, 10 dari 11 pasien gangguan ginjal akut yang dirawat di RSCM semakin membaik setelah diberi Antidotum Fomepizole. Pemberian Fomepizole sesuai rekomendasi WHO. Data menunjukkan pemberian Fomepizole pada pasien gangguan ginjal akut yang diduga disebabkan oleh intoksikasi memiliki efektivitas hingga di atas 90 persen.
“Tidak ada kematian dan tidak ada perburukan lebih lanjut. Anak tersebut sudah dapat mengeluarkan air kecil atau air seni. Dan dari hasil pemeriksaan laboratorium, kadar etilen glikol dari 10 anak tersebut sudah tidak terdeteksi zat berbahaya,” ujarnya. (gus/jpc/adz)