26 C
Medan
Friday, May 3, 2024

Banjir Rendam Jabodetabek, 62 Ribu Mengungsi, 30 Orang Meninggal

MENUMPUK
Sejumlah mobil saling bertumpukan di Perumahan Pondok Gede Permai, Jati Asih, Bekasi, Jawa Barat, masih dibiarkan pemiliknya, Kamis (2/1). Puluhan kendaraan tersebut rusak parah terbawa arus banjir pada (1/1) lalu, bahkan ketinggian air mencapai tiga meter.
MENUMPUK
Sejumlah mobil saling bertumpukan di Perumahan Pondok Gede Permai, Jati Asih, Bekasi, Jawa Barat, masih dibiarkan pemiliknya, Kamis (2/1). Puluhan kendaraan tersebut rusak parah terbawa arus banjir pada (1/1) lalu, bahkan ketinggian air mencapai tiga meter.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Hujan deras yang terjadi sejak 31 Desember 2019 sampai 1 Januari 2020 mengakibatkan wilayah Jabodetabek mengalami banjir. Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), jumlah pengungsi akibat banjir di beberapa wilayah Jakarta mencapai 62 ribu jiwa. Sedangkan korban meninggal dunia, hingga Kamis (2/1) malam pukul 21.00 WIB, berjumlah 30 orang.

BNPB meng-update data korban jiwa akibat banjir di Jabodetabek. Data terbaru yang diterima BNPB, korban meninggal berjumlah 30 orang. “Sumbernya kan ada dari kita sendiri, kita kumpulkan dari berbagai sumber. Ada dari BPBD, TNI, dari Polri, dari Pusat Krisis Kesehatan, dari Kementerian Sosial, kita minta list-nya juga. Kemudian kita cross-check semua, terus kita kumpulkan. Banyak yang cocok, yang tidak cocok tetap kita tambahkan. Jadi sekarang hasilnya ada 30 orang meninggal,” kata Kepala Pusat Data, Informasi dan Hubungan Masyarakat BNPB Agus Wibowo di kantor BNPB, Jalan Proklamasi, Matraman, Jakarta Timur, Kamis (2/1).

Agus memerinci, sebaran korban meninggal di sembilan wilayah. Korban meninggal dunia paling banyak akibat banjir tercatat di Kabupaten Bogor. “Nah ini statistiknya itu kalau dari sisi wilayahnya, Tangerang Selatan 1, Kota Tangerang 1, Kota Bogor 1, Kabupaten Bekasi 1, Jakarta Pusat 1, Jakarta Barat 1, Kota Depok 3, Kota Bekasi 3, Jakarta Timur 7, dan Kabupaten Bogor 11, yang paling banyak. Ini Jabodetabek saja,” sambungnya.

Agus mengatakan, korban meninggal dunia karena terseret arus hingga tersengat listrik. “Dari sisi penyebabnya, itu paling banyak karena terseret arus banjir atau tenggelam, ini ada 17. Kemudian hipotermia 3, tertimbun longsor 5, dan tersengat listrik 5,” ungkap Agus.

ah pengungsi akibat banjir di beberapa wilayah Jakarta jumlahnya mencapai 62 ribu jiwa. Sementara, untuk pengungsi di Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi, hingga kini masih terus didata oleh petugas di lapangan. “Untuk pengungsi dari Jakarta tadi sudah naik menjadi 62.443 ribu jiwa. Sementara yang di Bekasi belum ada laporannya, tapi kemungkinan jumlahnya sama besar karena kan di Bekasi jauh lebih besar,” ujar Agus.

Jumlah pengungsi tersebut tersebar di 302 titik pengungsian. ýBNPB akan terus melakukan pendataan mengenai jumlah masyarakat yang terdampak banjir. Agus mengatakan, dalam mengevakuasi korban, pihaknya mengalami kendala seperti arusnya yang deras kemudian kurangnya perahu karet untuký menolong masyarakat terdampak banjir di Jakarta. “Daerah yang tingi sulit seperti di Kemang, dan itu arusnya deras karena tanggulnya jebol,” katanya.

Agus mengatakan, berdasarkan laporan yang ia terima status darurat banjir ýadalah 14 hari pertama. Nantinya akan dilihat kondisi terkini mengenai masyarakat yang terdampak banjir di Jakarta. Sementara untuk logistik makanan di tenda-tenda pengungsian akan ditangani oleh kepala daerah masing-masing wilayah. BNPB sesuai arahan meminta kepala daerah juga turun langsung.

Agus juga menyebutkan, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sudah menerjunkan tim satgas kesehatan. Menurut Agus, Kemenkes berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta maupun Dinas Kesehatan kabupaten/kota Bekasi dan Bogor. Sampai saat ini, menurut informasi dari Kementerian Kesehatan, masih banyak lokasi yang belum terlayani untuk fasilitas kesehantan. “Satu hal yang perlu untuk diwaspadai penyakit ikutan pasca banjir ini, seperti penyakit kulit, gatal-gatal, diare ISPA, Leptospirosis, dan lain-lain,” ungkap Agus.

Tidak hanya Kemenkes, aparat TNI juga mengerahkan 3.680 personel untuk membantu korban banjir di DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten. Mereka juga bertugas untuk pengamanan logistik tim kesehatan dapur umum, termasuk menyediakan 50 perahu karet, 10 kapal , 5 heli TNI AU dan AD untuk evakuasi medis, pengamatan udara, distribusi logistik, serta 32 truk. “Kemudian 84 Koramil untuk logistik dan pengungsi. Untuk Jawa Barat akan diterjunkan 2.500 personel, 25 truk, dan Banten 1.000 personel juga 15 truk. Selanjutnya TNI juga akan mengerahkan masing-masing satu unit pesawat CN295 dan Cassa untuk TMC,” katanya.

Polda Metro Jaya juga telah mengerahkan satuan dengan kemampuan SAR yaitu Brimob Sabhara dan Polair untuk membantu mengevakuasi korban banjir sejak di 263 titik, termasuk di sembilan titik ruas tol Jabodetabek. Selanjutnya dari Palang Merah Indonesia menerjunkan 395 personel untuk Jabodetabek dan akan ditambah jika diperlukan. Ini terdiri dari tim evakuasi, ambulan, dapur umum, dan psikososial. “Peralatan 11 perahu karet, 14 ambulance, 8 kendaraan operasional, truk 2, dapur umum lima titik di DKI, dan satu titik di banten,” katanya.

Agus mengimbau, setiap posko harus saling bersinergi, berkumpul di satu posko dan tidak menyebar. Hal ini guna memudahkan koordinasi. Disamping itu, masing-masing wali kota diharapkan untuk menjadi Komandan Satuan Tugas (Dansatgas) di wilayahnya masing-masing, khususnya untuk wilayah Provinsi DKI Jakarta.

Sementara, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengklaim, banjir di ibu kota sudah berangsur berkurang. Curah hujan pun pada Kamis (2/1) kemarin terbilang menurun. Bahkan belum terjadi hujan lebat seperti kemarin malam.

Anies menyebut, kondisi ini berdampak positif bagi warga DKI. Mereka mulai kembali ke rumah masing-masing, meninggalkan tempat pengungsian. “Dugaan kami semua wilayah ada sekitar 5000-an (pengungsi) yang masih belum bisa kembali ke rumahnya,” kata Anies saat meninjau banjir di Kampung Pulo, Jakarta Timur, Selasa (2/1).

Anies menuturkan, untuk menghitung jumlah pengungsi hari ini tidak mudah. Karena sebagian besar pengungsi tidak berada di tempat-tempat penampungan. Mayoritas dari mereka memilih segera kembali ke rumah masing-masing ketika genangan mulai surut. “Begitu rumahnya bisa dimasuki, air sudah surut, hampir semua warga sudah kembali dan mulai bersih-bersih rumahnya,” imbuhnya.

Pemprov DKI mencatat, genangan yang masih cukup tinggi berada di wilayah Jakarta Barat. Oleh karena itu, sebagian warga di sana belum bisa kembali ke rumah masing-masing. Anies menyampaikan, jajarannya masih berupaya melakukan pembersihan jalan dan kampung-kampung yang terdampak banjir. Dia berharap air bisa segera surut secara menyeluruh. Dengan begitu, aktivitas warga bisa kembali normal.

“Saat ini ada 478 unit pompa yang berfungsi untuk memborong air agar segera bisa surut. Pompa stasioner ini cukup ada di 178 lokasi. Dan ada 122 unit pompa mobile yang semuanya juga bekerja untuk menarik air,” pungkas Anies.

Menyikapi banjir yang melanda Jabodetabek, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) mengatakan, bencana banjir ini karena banyak faktor. Tidak disiplinnya masyarakat dalam membuang sampah menjadi salah satu akar masalah yang tidak kunjung bisa dibasmi.

“Banjir ini (bukan hanya, Red) disebabkan oleh kerusakan ekosistem dan ekologi yang ada, tapi juga memang karena kesalahan kita yang buang sampah dimana-mana. Jadi kita ingin kerjasama itu dibangun pusat provinsi dan kabupaten kota,” tuturnya saat ditemui di Bursa Efek Indonesia (BEI) Jakarta, Kamis (2/1).

Karenanya, Jokowi kembali menegaskan, permasalahan banjir merupakan persoalan bersama yang harus dilakukan oleh pemerintah pusat hingga kabupaten kota.

“Ini harus dikerjakan bersama-sama. Pemerintah pusat, pemerintah provinsi, kabupaten kota semua bekerja sama,” ujarnya.

Yang lebih penting, lanjut Jokowi, saat ini semua warga yang terdampak banjir harus segera dievakuasi. “Keselamatan dan keamanan yang harus didahulukan,” tandasnya.

Terpisah, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendyý mengatakan, masyarakat tidak siap menghadapi banjir yang datang pada awal tahun. Sebab, pada momen tersebut, masyarakat sedang merayakan tahun baru 2020. “Ketika orang sedang lengah, sedang senang-senang didatangi banjir,” ujar Muhadjir saat melakukan sidak di Pintu Air Manggarai, Jakarta, Kamis (2/1).

Oleh sebab itu, dia menduga karena tidak siapnya masyarakat dalam mengantisipasi banjir yang terjadi di awal tahun. “Masyarakat tidak siap, sedang asik-asiknya libur tahun baru. Jadi, ini faktor berpengaruh kenapa jadi menciptakan chaos,” katanya.

Muhadjir melanjutkan, saat ini perlu ada persiapan yang matang dengan menghadapi musim penghujan ini. Pemerintah dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan terus mengatisipasi banjir yang disebabkan oleh curah hujan yang tinggi. “Selama ini kan mungkin persiapannya hanya di level moderat. Sekarang harus disiapkan yang ekstrem untuk antisipasi cuaca dan hujan ekstrem ýitu,” pungkasnya.

Ahli Hidrologi dan Dosen Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada ( UGM), M Pramono Hadi menyebutkan, penyebab utama dari banjir ini adalah hujan yang merata dan jumlahnya banyak. “Itu penyebab utama karena hujan merata, dan jumlahnya banyak, dan kondisi ‘surface storage’ sudah jenuh dengan air. Karena telah terjadi hujan beberapa waktu sebelumnya,” jelas Pramono.

Surface storage merupakan simpanan atau timbunan air yang terdapat dalam permukaan lahan. Mengutip publikasi ilmiah Fakultas Geografi UMS, keberadaan surface storage dalam suatu wilayah menunjukkan, sebagian air hujan jatuh di permukaan lahan akan tersimpan dalam lahan. Oleh karena itu, hubungan antara surface storage dengan air permukaan mempunyai hubungan berbanding terbalik.

Menurut Pramono, risiko banjir untuk wilayah Jakarta memang lebih besar dibandingkan dengan wilayah lain. “Ya banjirnya lebih besar, karena sesungguhnya Jakarta adalah flood plain, dan Jakarta/Batavia dibangun meniru kota-kota di Belanda,” ungkap Pramono.

Secara geomorfologi, Jakarta tepat berada di bagian wilayah yang disebut sebagai dataran banjir. Terkait faktor lain, Pramono mengungkapkan adanya sejumlah faktor yang turut mempengaruhi banjir ini. Menurutnya, tata ruang yang belum mengacu pada risiko banjir turut berperan dalam banjir Jakarta ini. “Tata ruang (terutama RDTR) belum mengacu pada risiko banjir,” katanya lagi. Selain faktor hujan, infrastruktur wilayah, topografi, drainase juga dinilai mempengaruhi potensi banjir tidaknya suatu wilayah.

Pramono menyebutkan, untuk jangka menengah atau jangka panjang, ada sejumlah upaya yang dapat dilakukan dalam mencegah atau meminimalisir risiko banjir di Jakarta. “Jangka menengah/panjang, situ dibangun lagi (dulu pernah jumlahnya mencapai 1300-an) kini tinggal 250-an,” kata Pramono.

“Kalau mau bangun reservoir/bendung mungkin lebih efektif, sistem resapan perlu digalakkan, sistem polder di bag bawah/low land. Ya sebab utamanya cuaca,” sambungnya.

Sedangkan menurut BMKG, banjir tidak hanya dipengaruhi oleh curah hujan dari wilayah DKI Jakarta saja, tetapi juga pengaruh hujan di wilayah sekitarnya. Sementara, menurut BMKG, ada beberapa langkah antisipasi yang dapat dilakukan untuk menghindari dampak lebih buruk dari banjir yang terjadi, yaitu: membersihkan drainase, mewaspadai pohon tua, menghindari jalan licin.(jpc/kpc/dtc)

MENUMPUK
Sejumlah mobil saling bertumpukan di Perumahan Pondok Gede Permai, Jati Asih, Bekasi, Jawa Barat, masih dibiarkan pemiliknya, Kamis (2/1). Puluhan kendaraan tersebut rusak parah terbawa arus banjir pada (1/1) lalu, bahkan ketinggian air mencapai tiga meter.
MENUMPUK
Sejumlah mobil saling bertumpukan di Perumahan Pondok Gede Permai, Jati Asih, Bekasi, Jawa Barat, masih dibiarkan pemiliknya, Kamis (2/1). Puluhan kendaraan tersebut rusak parah terbawa arus banjir pada (1/1) lalu, bahkan ketinggian air mencapai tiga meter.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Hujan deras yang terjadi sejak 31 Desember 2019 sampai 1 Januari 2020 mengakibatkan wilayah Jabodetabek mengalami banjir. Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), jumlah pengungsi akibat banjir di beberapa wilayah Jakarta mencapai 62 ribu jiwa. Sedangkan korban meninggal dunia, hingga Kamis (2/1) malam pukul 21.00 WIB, berjumlah 30 orang.

BNPB meng-update data korban jiwa akibat banjir di Jabodetabek. Data terbaru yang diterima BNPB, korban meninggal berjumlah 30 orang. “Sumbernya kan ada dari kita sendiri, kita kumpulkan dari berbagai sumber. Ada dari BPBD, TNI, dari Polri, dari Pusat Krisis Kesehatan, dari Kementerian Sosial, kita minta list-nya juga. Kemudian kita cross-check semua, terus kita kumpulkan. Banyak yang cocok, yang tidak cocok tetap kita tambahkan. Jadi sekarang hasilnya ada 30 orang meninggal,” kata Kepala Pusat Data, Informasi dan Hubungan Masyarakat BNPB Agus Wibowo di kantor BNPB, Jalan Proklamasi, Matraman, Jakarta Timur, Kamis (2/1).

Agus memerinci, sebaran korban meninggal di sembilan wilayah. Korban meninggal dunia paling banyak akibat banjir tercatat di Kabupaten Bogor. “Nah ini statistiknya itu kalau dari sisi wilayahnya, Tangerang Selatan 1, Kota Tangerang 1, Kota Bogor 1, Kabupaten Bekasi 1, Jakarta Pusat 1, Jakarta Barat 1, Kota Depok 3, Kota Bekasi 3, Jakarta Timur 7, dan Kabupaten Bogor 11, yang paling banyak. Ini Jabodetabek saja,” sambungnya.

Agus mengatakan, korban meninggal dunia karena terseret arus hingga tersengat listrik. “Dari sisi penyebabnya, itu paling banyak karena terseret arus banjir atau tenggelam, ini ada 17. Kemudian hipotermia 3, tertimbun longsor 5, dan tersengat listrik 5,” ungkap Agus.

ah pengungsi akibat banjir di beberapa wilayah Jakarta jumlahnya mencapai 62 ribu jiwa. Sementara, untuk pengungsi di Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi, hingga kini masih terus didata oleh petugas di lapangan. “Untuk pengungsi dari Jakarta tadi sudah naik menjadi 62.443 ribu jiwa. Sementara yang di Bekasi belum ada laporannya, tapi kemungkinan jumlahnya sama besar karena kan di Bekasi jauh lebih besar,” ujar Agus.

Jumlah pengungsi tersebut tersebar di 302 titik pengungsian. ýBNPB akan terus melakukan pendataan mengenai jumlah masyarakat yang terdampak banjir. Agus mengatakan, dalam mengevakuasi korban, pihaknya mengalami kendala seperti arusnya yang deras kemudian kurangnya perahu karet untuký menolong masyarakat terdampak banjir di Jakarta. “Daerah yang tingi sulit seperti di Kemang, dan itu arusnya deras karena tanggulnya jebol,” katanya.

Agus mengatakan, berdasarkan laporan yang ia terima status darurat banjir ýadalah 14 hari pertama. Nantinya akan dilihat kondisi terkini mengenai masyarakat yang terdampak banjir di Jakarta. Sementara untuk logistik makanan di tenda-tenda pengungsian akan ditangani oleh kepala daerah masing-masing wilayah. BNPB sesuai arahan meminta kepala daerah juga turun langsung.

Agus juga menyebutkan, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sudah menerjunkan tim satgas kesehatan. Menurut Agus, Kemenkes berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta maupun Dinas Kesehatan kabupaten/kota Bekasi dan Bogor. Sampai saat ini, menurut informasi dari Kementerian Kesehatan, masih banyak lokasi yang belum terlayani untuk fasilitas kesehantan. “Satu hal yang perlu untuk diwaspadai penyakit ikutan pasca banjir ini, seperti penyakit kulit, gatal-gatal, diare ISPA, Leptospirosis, dan lain-lain,” ungkap Agus.

Tidak hanya Kemenkes, aparat TNI juga mengerahkan 3.680 personel untuk membantu korban banjir di DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten. Mereka juga bertugas untuk pengamanan logistik tim kesehatan dapur umum, termasuk menyediakan 50 perahu karet, 10 kapal , 5 heli TNI AU dan AD untuk evakuasi medis, pengamatan udara, distribusi logistik, serta 32 truk. “Kemudian 84 Koramil untuk logistik dan pengungsi. Untuk Jawa Barat akan diterjunkan 2.500 personel, 25 truk, dan Banten 1.000 personel juga 15 truk. Selanjutnya TNI juga akan mengerahkan masing-masing satu unit pesawat CN295 dan Cassa untuk TMC,” katanya.

Polda Metro Jaya juga telah mengerahkan satuan dengan kemampuan SAR yaitu Brimob Sabhara dan Polair untuk membantu mengevakuasi korban banjir sejak di 263 titik, termasuk di sembilan titik ruas tol Jabodetabek. Selanjutnya dari Palang Merah Indonesia menerjunkan 395 personel untuk Jabodetabek dan akan ditambah jika diperlukan. Ini terdiri dari tim evakuasi, ambulan, dapur umum, dan psikososial. “Peralatan 11 perahu karet, 14 ambulance, 8 kendaraan operasional, truk 2, dapur umum lima titik di DKI, dan satu titik di banten,” katanya.

Agus mengimbau, setiap posko harus saling bersinergi, berkumpul di satu posko dan tidak menyebar. Hal ini guna memudahkan koordinasi. Disamping itu, masing-masing wali kota diharapkan untuk menjadi Komandan Satuan Tugas (Dansatgas) di wilayahnya masing-masing, khususnya untuk wilayah Provinsi DKI Jakarta.

Sementara, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengklaim, banjir di ibu kota sudah berangsur berkurang. Curah hujan pun pada Kamis (2/1) kemarin terbilang menurun. Bahkan belum terjadi hujan lebat seperti kemarin malam.

Anies menyebut, kondisi ini berdampak positif bagi warga DKI. Mereka mulai kembali ke rumah masing-masing, meninggalkan tempat pengungsian. “Dugaan kami semua wilayah ada sekitar 5000-an (pengungsi) yang masih belum bisa kembali ke rumahnya,” kata Anies saat meninjau banjir di Kampung Pulo, Jakarta Timur, Selasa (2/1).

Anies menuturkan, untuk menghitung jumlah pengungsi hari ini tidak mudah. Karena sebagian besar pengungsi tidak berada di tempat-tempat penampungan. Mayoritas dari mereka memilih segera kembali ke rumah masing-masing ketika genangan mulai surut. “Begitu rumahnya bisa dimasuki, air sudah surut, hampir semua warga sudah kembali dan mulai bersih-bersih rumahnya,” imbuhnya.

Pemprov DKI mencatat, genangan yang masih cukup tinggi berada di wilayah Jakarta Barat. Oleh karena itu, sebagian warga di sana belum bisa kembali ke rumah masing-masing. Anies menyampaikan, jajarannya masih berupaya melakukan pembersihan jalan dan kampung-kampung yang terdampak banjir. Dia berharap air bisa segera surut secara menyeluruh. Dengan begitu, aktivitas warga bisa kembali normal.

“Saat ini ada 478 unit pompa yang berfungsi untuk memborong air agar segera bisa surut. Pompa stasioner ini cukup ada di 178 lokasi. Dan ada 122 unit pompa mobile yang semuanya juga bekerja untuk menarik air,” pungkas Anies.

Menyikapi banjir yang melanda Jabodetabek, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) mengatakan, bencana banjir ini karena banyak faktor. Tidak disiplinnya masyarakat dalam membuang sampah menjadi salah satu akar masalah yang tidak kunjung bisa dibasmi.

“Banjir ini (bukan hanya, Red) disebabkan oleh kerusakan ekosistem dan ekologi yang ada, tapi juga memang karena kesalahan kita yang buang sampah dimana-mana. Jadi kita ingin kerjasama itu dibangun pusat provinsi dan kabupaten kota,” tuturnya saat ditemui di Bursa Efek Indonesia (BEI) Jakarta, Kamis (2/1).

Karenanya, Jokowi kembali menegaskan, permasalahan banjir merupakan persoalan bersama yang harus dilakukan oleh pemerintah pusat hingga kabupaten kota.

“Ini harus dikerjakan bersama-sama. Pemerintah pusat, pemerintah provinsi, kabupaten kota semua bekerja sama,” ujarnya.

Yang lebih penting, lanjut Jokowi, saat ini semua warga yang terdampak banjir harus segera dievakuasi. “Keselamatan dan keamanan yang harus didahulukan,” tandasnya.

Terpisah, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendyý mengatakan, masyarakat tidak siap menghadapi banjir yang datang pada awal tahun. Sebab, pada momen tersebut, masyarakat sedang merayakan tahun baru 2020. “Ketika orang sedang lengah, sedang senang-senang didatangi banjir,” ujar Muhadjir saat melakukan sidak di Pintu Air Manggarai, Jakarta, Kamis (2/1).

Oleh sebab itu, dia menduga karena tidak siapnya masyarakat dalam mengantisipasi banjir yang terjadi di awal tahun. “Masyarakat tidak siap, sedang asik-asiknya libur tahun baru. Jadi, ini faktor berpengaruh kenapa jadi menciptakan chaos,” katanya.

Muhadjir melanjutkan, saat ini perlu ada persiapan yang matang dengan menghadapi musim penghujan ini. Pemerintah dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan terus mengatisipasi banjir yang disebabkan oleh curah hujan yang tinggi. “Selama ini kan mungkin persiapannya hanya di level moderat. Sekarang harus disiapkan yang ekstrem untuk antisipasi cuaca dan hujan ekstrem ýitu,” pungkasnya.

Ahli Hidrologi dan Dosen Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada ( UGM), M Pramono Hadi menyebutkan, penyebab utama dari banjir ini adalah hujan yang merata dan jumlahnya banyak. “Itu penyebab utama karena hujan merata, dan jumlahnya banyak, dan kondisi ‘surface storage’ sudah jenuh dengan air. Karena telah terjadi hujan beberapa waktu sebelumnya,” jelas Pramono.

Surface storage merupakan simpanan atau timbunan air yang terdapat dalam permukaan lahan. Mengutip publikasi ilmiah Fakultas Geografi UMS, keberadaan surface storage dalam suatu wilayah menunjukkan, sebagian air hujan jatuh di permukaan lahan akan tersimpan dalam lahan. Oleh karena itu, hubungan antara surface storage dengan air permukaan mempunyai hubungan berbanding terbalik.

Menurut Pramono, risiko banjir untuk wilayah Jakarta memang lebih besar dibandingkan dengan wilayah lain. “Ya banjirnya lebih besar, karena sesungguhnya Jakarta adalah flood plain, dan Jakarta/Batavia dibangun meniru kota-kota di Belanda,” ungkap Pramono.

Secara geomorfologi, Jakarta tepat berada di bagian wilayah yang disebut sebagai dataran banjir. Terkait faktor lain, Pramono mengungkapkan adanya sejumlah faktor yang turut mempengaruhi banjir ini. Menurutnya, tata ruang yang belum mengacu pada risiko banjir turut berperan dalam banjir Jakarta ini. “Tata ruang (terutama RDTR) belum mengacu pada risiko banjir,” katanya lagi. Selain faktor hujan, infrastruktur wilayah, topografi, drainase juga dinilai mempengaruhi potensi banjir tidaknya suatu wilayah.

Pramono menyebutkan, untuk jangka menengah atau jangka panjang, ada sejumlah upaya yang dapat dilakukan dalam mencegah atau meminimalisir risiko banjir di Jakarta. “Jangka menengah/panjang, situ dibangun lagi (dulu pernah jumlahnya mencapai 1300-an) kini tinggal 250-an,” kata Pramono.

“Kalau mau bangun reservoir/bendung mungkin lebih efektif, sistem resapan perlu digalakkan, sistem polder di bag bawah/low land. Ya sebab utamanya cuaca,” sambungnya.

Sedangkan menurut BMKG, banjir tidak hanya dipengaruhi oleh curah hujan dari wilayah DKI Jakarta saja, tetapi juga pengaruh hujan di wilayah sekitarnya. Sementara, menurut BMKG, ada beberapa langkah antisipasi yang dapat dilakukan untuk menghindari dampak lebih buruk dari banjir yang terjadi, yaitu: membersihkan drainase, mewaspadai pohon tua, menghindari jalan licin.(jpc/kpc/dtc)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/