“Sebagai contoh, tahun ini kita sedang menyusun kajian untuk analisis daya dukung dan daya tampung lingkungan. Jadi, nanti hasilnya setiap kecamatan kita bisa tahu seperti apa,” ucapnya.
Selama ini, sambung Arief, belum ada sesuatu hal ketika orang atau badan membangun, apakah daya dukungnya sangat memungkinkan atau tidak dengan lingkungan sekitar. Kemudian, hal-hal apa yang bisa dilakukan untuk memperbesar lagi, sehingga pada wilayah pusat kota misalnya Kelurahan Kesawan, Medan Barat, yang mungkin daya tampungnya sudah tak memadai lagi.
“Meski demikian, kondisi air di Medan masih baik atau normal. Hal ini bisa dibandingkan sendiri dengan kota lainnya seperti Jakarta. Namun, memang ada wilayah tertentu yang kondisinya banyak kawasan industri seperti di Belawan,” cetusnya.
Arief mengatakan, selain limbah industri yang mencemari air sungai, limbah yang dihasilkan rumah tangga perlu menjadi perhatian. Untuk itu, jangan dianggap kecil atau sepele limbah rumah tangga ini. Sebab, dari yang kecil tetapi dengan jumlah rumah tangga hingga ratusan ribu bahkan ribuan maka menyumbang sangat besar.
“Bagi rumah tangga yang sudah terlayani dengan perpipaan air limbah dan memiliki septic tank tentu tidak masalah. Namun, kalau belum ditangani hal ini yang menjadi masalah. Sebab, baru sebagian kecil saja wilayah yang terlayani oleh perpipaan air limbah. Artinya, air limbah dan air hujan sebagian besar masih bercampur di jaringan drainase baik tersier, sekunder maupun primer,” paparnya.
Oleh karena itu, wilayah penduduk yang belum tertangani perpipaan air limbah perlu dicari solusi mengatasinya. Salah satu solusi, akan membangun sumur resapan di daerah-daerah yang visible. “Sumur resapan ini masih dalam proses dan tahun depan kita mengkaji lagi,” pungkasnya. (ris/ila)