28.9 C
Medan
Sunday, May 12, 2024

Ribuan Guru Geruduk DPRD Sumut

MEDAN-Ribuan guru sekolah swasta se-Sumatera Utara mengelar aksi di depan kantor DPRD Sumut, Kamis (2/5). Aksi itu dalam rangka memperingati Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas).

Dalam aksinya, para guru yang tergabung dalam lima organisasi guru yakni Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS), Badan Musyawarah Kepala Sekolah/Madrasah Swasta (BMKSS), Persatuan Guru Swasta Indonesia (PGSI) dan Gabungan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (GP TENDIK) Sumut, menyampaikan tuntutan agar pemerintah memperhatikan nasib sekolah swasta di Sumut.

Selain itu, para guru juga menagih hak mereka berupa tunjangan profesi guru dana sertifikasi, bantuan untuk guru dari Pemprovsu yang hingga kini belum juga dicairkan. Tuntutan lainnya, mereka juga meminta agar Ujian Nasional (UN) sebagai standar kelulusan para siswa dihapuskan.

“Stop UN untuk kelulusan dan seharusnya dikembalikan ke sekolah,” kata Koordinator Aksi, Suparno.

Menurutnya, pelaksanaan UN hanya dijadikan sebagai proyek menguntungkan segelintir orang dan bukan meningkatkan mutu pendidikan sekolah. UN hanya digunakan untuk pemetaan dan pembinaan sekolah. Pengunjukrasa juga mengecam bobroknya pelaksanaan UN tahun ini. “Kami minta audit dana UN 2013, UKA, UKG dan PLPG,” tambahnya.

Aksi ribuan guru ini juga terpaksa berhenti sementara karena diguyur hujan deras. Para guru terpaksa masuk ke kawasan gedung DPRD Sumut untuk berteduh. “Kami minta pintu dibuka karena kami hanya guru tidak mungkin berbuat anarkis. Nanti kalau tenaga pendidik sakit, bagaimana pendidikan ini,” kata Koordinator Aksi Suparno kepada Satpam dan pihak kepolisian yang menjaga pintu gerbang. Tidak lama kemudian, pintu gerbang dibuka para penjaga gedung DPRD Sumut dan para guru langsung masuk ke gedung DPRD Sumut.

Seperti diketahui, para pengunjukrasa meminta DPRD Sumut dan DPRD kab/kota untuk menerbitkan peraturan daerah tentang pendidikan ditingkat provinsi Sumut dan kabupaten.

“Anggaran pendidikan pada APBD Sumut dan kab/kota sebanyak 20 persen harus dipenuhi karena merupakan amanat UUD 1945 diluar gaji,” kata Suparno yang juga Ketua BMKSS.

Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan Sumatera Utara Muhammad Zein yang bersedia menemui pengunjuk rasa setelah diundang Ketua Komisi E DPRD Sumut Jhon Hugo Silalahi mengungkapkan, pihaknya mendukung penghapusan UN. Bahkan dia berharap, tahun depan pelaksanaan UN diserahkan ke masing-masing daerah.

Sementara itu, mengenai tunjangan profesi guru yang belum cair, Muhammad Zein mengaku akan mendesak Dinas Pendidikan di kabupaten kota untuk segera mencairkan dana tersebut. “Tunjangan profesi guru itu langsung disalurkan ke rekening masing-masing kabupaten kota, jadi kami hanya monitoring saja. Namun begitu, kami akan mendesak kabupaten kota untuk segera mencairkan dana tunjangan tersebut,” janji Zein.
Sedangkan mengenai bantuan untuk guru yang bersumber dari APBD Sumut sebesar Rp60 ribu per guru, kata Zein, dana tersebut sudah ada di kas Biro Keuangan Pemprovsu. “Kami akan meminta agar Biro Keuangan Pemprovsu segera mencairkan dana tersebut,” tuturnya.

Mahasiswa Tutur Berunjukrasa

Sementara itu, di tengah aksi para guru, ratusan mahasiswa yang tergabung dalam Front Mahasiswa Sumatera Utara (Front Sumut) juga mengelar aksi di kantor DPRD Sumut. Dalam orasinya, mahasiswa mengajak masyarakat untuk bersatu melawan liberialisasi negara terhadap dunia pendidikan. Pengunjukrasa menilai dengan diliberisasikannya pendidikan, akan membuat fungsi pendidikan mandul.
Koordinasi Aksi, Habibi meminta DPRD Sumut untuk menerima aspirasi mahasiswa dan mengirim kan statmen mereka melalui fax ke DPR RI, Kementerian Pendidikan dan Presiden agar pemerintah pusat mengetahui kondisi pendidikan yang selama ini telah dikomersialisasi.

Dalam tuntutannya, pengunjukrasa meminta agar UU Sisdiknas dan UU Pendidikan Tinggi dicabut, tolak Ujian Nasional, tolak RUU Kamnas dan RUU Ormas serta wujudkan pendidikan gratis, ilmiah, demokratis dan bervisi kerakyatan.

Tidak hanya itu, pengunjukrasa juga meminta DPRD Sumut memanggil pihak Universitas Panca Budi untuk penghapusan denda uang kuliah 1 persen per hari dan mendesak untuk mencabut surat legalitas organisasi mahasiswa yang berujung pada pembubabaran SHM di kampus Panca Budi. Serta penghapusan uang kuliah tunggal di USU.

Aksi unjuk rasa tersebut disambut Sekretaris Komisi E DPRD Sumut, Jhon Hugo Silalahi. Jhon mengatakan akan menyampaikan aspirasi mahasiswa tersebut dengan mengirim statmen pengunjukrasa melalui fax ke DPR RI, Presiden dan Kementerian Pendidikan.

Usai diterima anggota dewan, para pengunjukrasa melanjutkan aksinya dengan membakar ban bekas di halaman gedung DPRD Sumut sambil menyayikan lagu-lagu perjuangan dengan mengangkat kepal tangan kiri.

Sementara itu, pihak kepolisian terus berjaga-jaga mengantisipasi terjadinya aksi anarkis. Setelah puas menyampaikan orasinya, para pengunjukrasa membubarkan diri. Sebelumnya, pengunjukrasa mengelar aksi di kantor Dinas Pendidikan Sumut.(mag-5)

MEDAN-Ribuan guru sekolah swasta se-Sumatera Utara mengelar aksi di depan kantor DPRD Sumut, Kamis (2/5). Aksi itu dalam rangka memperingati Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas).

Dalam aksinya, para guru yang tergabung dalam lima organisasi guru yakni Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS), Badan Musyawarah Kepala Sekolah/Madrasah Swasta (BMKSS), Persatuan Guru Swasta Indonesia (PGSI) dan Gabungan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (GP TENDIK) Sumut, menyampaikan tuntutan agar pemerintah memperhatikan nasib sekolah swasta di Sumut.

Selain itu, para guru juga menagih hak mereka berupa tunjangan profesi guru dana sertifikasi, bantuan untuk guru dari Pemprovsu yang hingga kini belum juga dicairkan. Tuntutan lainnya, mereka juga meminta agar Ujian Nasional (UN) sebagai standar kelulusan para siswa dihapuskan.

“Stop UN untuk kelulusan dan seharusnya dikembalikan ke sekolah,” kata Koordinator Aksi, Suparno.

Menurutnya, pelaksanaan UN hanya dijadikan sebagai proyek menguntungkan segelintir orang dan bukan meningkatkan mutu pendidikan sekolah. UN hanya digunakan untuk pemetaan dan pembinaan sekolah. Pengunjukrasa juga mengecam bobroknya pelaksanaan UN tahun ini. “Kami minta audit dana UN 2013, UKA, UKG dan PLPG,” tambahnya.

Aksi ribuan guru ini juga terpaksa berhenti sementara karena diguyur hujan deras. Para guru terpaksa masuk ke kawasan gedung DPRD Sumut untuk berteduh. “Kami minta pintu dibuka karena kami hanya guru tidak mungkin berbuat anarkis. Nanti kalau tenaga pendidik sakit, bagaimana pendidikan ini,” kata Koordinator Aksi Suparno kepada Satpam dan pihak kepolisian yang menjaga pintu gerbang. Tidak lama kemudian, pintu gerbang dibuka para penjaga gedung DPRD Sumut dan para guru langsung masuk ke gedung DPRD Sumut.

Seperti diketahui, para pengunjukrasa meminta DPRD Sumut dan DPRD kab/kota untuk menerbitkan peraturan daerah tentang pendidikan ditingkat provinsi Sumut dan kabupaten.

“Anggaran pendidikan pada APBD Sumut dan kab/kota sebanyak 20 persen harus dipenuhi karena merupakan amanat UUD 1945 diluar gaji,” kata Suparno yang juga Ketua BMKSS.

Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan Sumatera Utara Muhammad Zein yang bersedia menemui pengunjuk rasa setelah diundang Ketua Komisi E DPRD Sumut Jhon Hugo Silalahi mengungkapkan, pihaknya mendukung penghapusan UN. Bahkan dia berharap, tahun depan pelaksanaan UN diserahkan ke masing-masing daerah.

Sementara itu, mengenai tunjangan profesi guru yang belum cair, Muhammad Zein mengaku akan mendesak Dinas Pendidikan di kabupaten kota untuk segera mencairkan dana tersebut. “Tunjangan profesi guru itu langsung disalurkan ke rekening masing-masing kabupaten kota, jadi kami hanya monitoring saja. Namun begitu, kami akan mendesak kabupaten kota untuk segera mencairkan dana tunjangan tersebut,” janji Zein.
Sedangkan mengenai bantuan untuk guru yang bersumber dari APBD Sumut sebesar Rp60 ribu per guru, kata Zein, dana tersebut sudah ada di kas Biro Keuangan Pemprovsu. “Kami akan meminta agar Biro Keuangan Pemprovsu segera mencairkan dana tersebut,” tuturnya.

Mahasiswa Tutur Berunjukrasa

Sementara itu, di tengah aksi para guru, ratusan mahasiswa yang tergabung dalam Front Mahasiswa Sumatera Utara (Front Sumut) juga mengelar aksi di kantor DPRD Sumut. Dalam orasinya, mahasiswa mengajak masyarakat untuk bersatu melawan liberialisasi negara terhadap dunia pendidikan. Pengunjukrasa menilai dengan diliberisasikannya pendidikan, akan membuat fungsi pendidikan mandul.
Koordinasi Aksi, Habibi meminta DPRD Sumut untuk menerima aspirasi mahasiswa dan mengirim kan statmen mereka melalui fax ke DPR RI, Kementerian Pendidikan dan Presiden agar pemerintah pusat mengetahui kondisi pendidikan yang selama ini telah dikomersialisasi.

Dalam tuntutannya, pengunjukrasa meminta agar UU Sisdiknas dan UU Pendidikan Tinggi dicabut, tolak Ujian Nasional, tolak RUU Kamnas dan RUU Ormas serta wujudkan pendidikan gratis, ilmiah, demokratis dan bervisi kerakyatan.

Tidak hanya itu, pengunjukrasa juga meminta DPRD Sumut memanggil pihak Universitas Panca Budi untuk penghapusan denda uang kuliah 1 persen per hari dan mendesak untuk mencabut surat legalitas organisasi mahasiswa yang berujung pada pembubabaran SHM di kampus Panca Budi. Serta penghapusan uang kuliah tunggal di USU.

Aksi unjuk rasa tersebut disambut Sekretaris Komisi E DPRD Sumut, Jhon Hugo Silalahi. Jhon mengatakan akan menyampaikan aspirasi mahasiswa tersebut dengan mengirim statmen pengunjukrasa melalui fax ke DPR RI, Presiden dan Kementerian Pendidikan.

Usai diterima anggota dewan, para pengunjukrasa melanjutkan aksinya dengan membakar ban bekas di halaman gedung DPRD Sumut sambil menyayikan lagu-lagu perjuangan dengan mengangkat kepal tangan kiri.

Sementara itu, pihak kepolisian terus berjaga-jaga mengantisipasi terjadinya aksi anarkis. Setelah puas menyampaikan orasinya, para pengunjukrasa membubarkan diri. Sebelumnya, pengunjukrasa mengelar aksi di kantor Dinas Pendidikan Sumut.(mag-5)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/