BIAK, SUMUTPOS.CO – Nirmala Beach Hotel, Biak, Papua mendadak penuh dan sesak. Ribuan masyarakat hadir di Hotel tempat pembukaan Festival Biak Munara Wampasi (BMW) 2017 tersebut. Ya, para Wisatawan Nusantara (Wisnus) dan Wisatawan Mancanegara (Wisman) ingin menyaksikan salah satu kekayaan seni dan budaya di Kabupaten Biak, Sabtu (1/7) kemarin.
”Kami sudah memprediksi memang bakal penuh, karena ini memang atraksi yang diunggulkan oleh kami, sangat ekstrem dan menarik, silahkan bagi yang belum pernah lihat atraksi ini, kunjungi Biak,” kata Bupati Biak, Thomas Alfa Edison.
Lebih lanjut Thomas menjelaskan, Tanah Papua terutama Biak tidak hanya memiliki kekayaan alam yang melimpah, tetapi juga kaya akan bahasa daerah, seni dan budaya.
”Kami akan berusaha menjaga atraksi ini, hingga turun temurun, Apen Bayeren ini merupakan atraksi berjalan di atas batu yang dibakar pada acara barapen (bakar batu),” ujar Thomas.
Hal senada diungkapkan Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran Pariwisata Nusantara Esthy Reko Astuti. Kata Esthy, atraksi ini sudah sangat dikenal oleh para wisatawan dan juga di tahun 2017 ini masuk masuk menjadi nominasi kategori sepuluh atraksi budaya terpopuler versi Anugerah Pesona Indonesia 2017.
”Apen Bayeren ini bermula dari adanya kegiatan atau pesta adat yang dilakukan keluarga. Dalam kegiatan atau acara adat tersebut, nenek moyang keluarga mereka kemudian mempersiapkan barapen atau bakar batu yang merupakan ritual memasak bersama-sama warga satu kampung untuk kegiatan syukuran atau pesta adat. Di situlah awal muasal atraksi ini,” kata Esthy yang juga diamini Kepala Bidang Wisata Budaya Asdep Segmen Pasar Personal Kemenpar Wawan Gunawan.
Lebih lanjut Wawan memaparkan, karena luasnya area atau tempat barapen menyulitkan kaum pria dari leluhurnya untuk mengambil batu panas yang sudah dibakar khususnya yang berada di tengah, maka para leluhur memperkenalan daun Sindia.
”Nah, Daun ini yang diminta dioleskan di kaki supaya tidak rasa panas, sehingga mereka bisa berjalan di atas batu yang panas tanpa merasa sakit atau kaki melepuh karena panas,” terang Wawan.
Wawan juga menambahkan, Dewan Kesenian Biak juga menggunakan acara ini sebagai tradisi adat khas masyarakat Biak yang juga merupakan upacara penghormatan kepada seseorang atau tokoh masyarakat. “Upacara ini juga bisa khusus digelar untuk menghormati kedatangan tamu, berupa penghormatan yang sakral,” kata Wawan.
Dalam atraksi kemarin, sekitar 12 orang, terdiri dari laki-laki dan perempuan, bersiap diri dan mengenakan pakaian adat. Tetua adat kemudian memimpin doa. Di tengah lapangan, tersebar batu panas yang di bawahnya terdapat bara api. Batu-batu itu disebar berbentuk lingkaran. Tak lama kemudian, salah seorang lelaki mulai berjalan di atas bara api.
“Tidak sembarang orang bisa melakukan ini. Intinya hati dia harus bersih, pikiran juga. Kalau perempuan tak boleh sedang hamil atau haid, pikirannya juga harus bersih,” jelas Bupati Thomas.