Rencana mengoperasian busway Trans Medan dinilai belum layak tahun ini. Kenapa? Berikut wawancara wartawan Sumut Pos, Adlansyah Nasution dengan Pengamat Transportasi Medan, Filianty Bangun.
Mengapa busway di Medan belum Layak?
Kalau saya melihat hingga saat ini rencana itu masih sebatas wacana dan belum ada prasarana yang dibangun untuk menunjang hal itu, misalnya seperti halte, lajur hingga jembatan untuk bus way. Selain itu untuk merealisasikan bus way di Medan juga membutuhkan kajian, termasuk kajian pengalihan jalan ketika prasarana busway dibangun. Harus ada kajian yang lengkap, mulai dari apa saja prasarana yang akan dibangun, hingga jalan mana saja yang harus dialihkan tatkala pembangunan prasarana dilakukan, harus juga dibangun rambu-rambu, makanya itu membutuhkan proses yang panjang.
Apa yang harus dilakukan Pemko Medan?
Sebelum operasional busway dilakukan Pemko juga harus melakukan penataan kembali (rerouting) angkutan kota (angkot) yang ada di Medan. Lebar jalan di Medan itu berbeda dengan lebar jalan di Jakarta. Kalau di Jakarta lebar jalan bisa menampung lajur lalulintas hingga 6-7, sedangkan lebar jalan di Medan paling banyak hanya bisa menampung 3 lajur. Keterbatasan jalan di Medan ditambah lagi dengan banyaknya angkutan kota, makanya sebelum operasional Trans Medan dilakukan maka Pemko Medan harus mererouting angkot.
Bagimana angkutan di Kota Medan?
Jumlah angkutan kota di Medan khususnya di inti kota sudah sangat banyak. Dari data Satlantas Polresta Medan tahun 2009, jumlah angkutan kota sudah mencapai 8 ribu armada, dan 80 persen dari armada itu beroperasi di inti kota, sedangkan 20 persennya beroperasi di outer ring road. seharusnya, sebaliknya yang terjadi di inti kota itu hanya 20 persen dan 80 persen angkutan itu harus di outer ringroad. Rerouting inilah yang harus dilakukan Pemko Medan baru operasional bus Trans Medan bisa dilakukan.
Bagaimana dengan kendaraan pribadi?
Pertumbuhan kendaraan pribadi juga harus diawasi. Pasalnya, kalau pertumbuhan kendaraan pribadi tidak diawasi dan busway Trans Medan beroperasi ini juga bisa menjadi masalah. Di luar negeri pengenaan pajak progresif bagi kendaraan pribadi itu sangat jelas. Kalau untuk kendaraan kedua maka pajak progresifnya 100 persen, dan kendaraan ketiga hanya boleh digunakan di saat weekend.
Di sini hal itu kan tidak dilakukan sehingga pertumbuhan kendaraan pribadi baik mobil ataupun sepeda motor setiap tahun terus meningkat signifikan. Seharusnya, showroom juga diberikan batasan untuk pengadaan kendaraan pribadi yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat di satu kecamatan. Ini harus dilakukan Pemko Medan sehingga ada pengawasan terhadap kendaraan pribadi.
Apa gunanya untuk masyarakat?
Masayarakat akan berpikir kembali untuk menambah kendaraan pribadi, dan upaya ini tentu saja bisa mengurangi kemacetan. Kalau operasioanl Trans Medan ini dapat mengatasi kemacetan di inti kota, hanya saja harus didukung dengan manajemen yang baik. Makanya, Pemko Medan sebaiknya harus melibatkan dan melakukan sosialisasi untuk merancang operasional Trans Medan. Kalau hal itu belum dilakukan Pemko Medan wajar saja belum ada investor atau pengusaha yang berminat untuk bergabung dalam konsorsium.
Kalau belum ada konsorsium yang berminat ini jelas dipertanyakan ke Pemkonya lagi. Bagaimana pengusaha mau berinvestasi jika prasarananya belum dibangun. Angkutan kota juga belum ditata, kalau Trans Medan beroperasi ini jelas akan menimbulkan masalah baru, makanya pengusaha juga belum ada yang berminat. (*)