27 C
Medan
Monday, October 21, 2024
spot_img

Ingin Kawal Sri, Advokat PWS Bersitegang

Foto: Riadi/PM/Kombinasi Sri Muliati dalam berbagai ekspresi, saat mengunjungi rumah majikannya di Grand Polonia Medan, Selasa (3/3/2015).
Foto: Riadi/PM/Kombinasi
Sri Muliati dalam berbagai ekspresi, saat mengunjungi rumah majikannya di Grand Polonia Medan, Selasa (3/3/2015).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Terungkapnya kasus Sri Muliati (19) yang dijadikan pembantu selama 6 tahun tanpa digaji, membuat Paguyuban Warga Sunda (PWS) yang merantau di Medan, gerah. Mereka merasa apa yang dialami oleh Sri, ikut mereka alami. Untuk mengawal Sri, mereka pun merapatkan barisan dan turut datang ke Poldasu untuk mengetahui perkembangan kasus Sri.

Risna Rami Arifah selaku Ketua Paguyuban Warga Sunda (PWS)didampingi advokat PWS, Amar Hanafi SH, mengaku kasihan membaca pemberitaan Sri di media Medan. Untuk itu, mereka langsung mencari keberadaan Sri dan menghubungi pihak KPAID Sumut.

Setelah diberikan petunjuk oleh KPAID, akhirnya mereka bertemu dengan Sri di Pemprovsu. Tujuan mereka mendampingi Sri agar kasus ini selesai dengan baik dan polisi bekerja secara profesional.

“Kami takut kasus ini sama dengan kasus-kasus KDRT yang terjadi beberapa lalu di Medan. Namun belum lagi kami melakukan kordinasi dengan polisi, kami sudah kecewa. Pemeriksaan Sri seperti ditutupi. Buktinya, saya dan advokat tidak mengetahui seperti apa laporan yang diterima pihak Poldasu. Kami akan mendampingi Sri hingga kasus ini tuntas,” ucapnya di halaman gedung Renakta Poldasu, kemarin (3/3).

Ketertutupan penyidik Renakta Poldasu mengundang kecurigaan mendalam bagi Amar Hanafi. Dia tidak terima dengan sikap penyidik yang tidak melibatkan mereka ke rumah Handoko. Dia juga berang saat disuruh keluar ketika hendak mendampingi korban.

Sembari mencak-mencak di halaman Renakta, dia menjelaskan kalau kasus ini harus transparan karena sudah diketahui publik. “Jangan ditutupi lagi, kami mau kepastian. Saya advokat, kenapa saya disuruh keluar?” hardiknya di gedung Renakta.

Karena tidak mendapat kepastian, akhirnya dia masuk ke ruang penyidik. Namun, belum lagi dia duduk, seorang penyidik melarangnya. Merasa tak dihargai, Amar berang. “Mengapa saya tidak boleh masuk bu? Saya mau menemui korban?” ujarnya kepada penyidik.

Mendengar pertanyaan Amar dengan nada tinggi, penyidik wanita yang mengenakan baju hitam tersebut menjawab. “Apa urusan Bapak di sini? Yang berwenang itu kami, polisi. Bapak siapa rupanya? Enggak ada urusan Bapak di sini,” jawab penyidik di depan Amar dan wartawan.

Tidak mau terjadi hal-hal yang tak diinginkan, akhirnya Amar meninggalkan ruang penyidik. “Saya minta polisi profesional dan jangan ada intimidasi kepada Sri,” tegasnya sembari berlalu bersama pengurus PWS lainnya.

Setelah terjadi perdebatan, akhirnya pihak PWS meninggalkan Poldasu dan berjanji mengawal kasus ini.

Foto: Riadi/PM/Kombinasi Sri Muliati dalam berbagai ekspresi, saat mengunjungi rumah majikannya di Grand Polonia Medan, Selasa (3/3/2015).
Foto: Riadi/PM/Kombinasi
Sri Muliati dalam berbagai ekspresi, saat mengunjungi rumah majikannya di Grand Polonia Medan, Selasa (3/3/2015).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Terungkapnya kasus Sri Muliati (19) yang dijadikan pembantu selama 6 tahun tanpa digaji, membuat Paguyuban Warga Sunda (PWS) yang merantau di Medan, gerah. Mereka merasa apa yang dialami oleh Sri, ikut mereka alami. Untuk mengawal Sri, mereka pun merapatkan barisan dan turut datang ke Poldasu untuk mengetahui perkembangan kasus Sri.

Risna Rami Arifah selaku Ketua Paguyuban Warga Sunda (PWS)didampingi advokat PWS, Amar Hanafi SH, mengaku kasihan membaca pemberitaan Sri di media Medan. Untuk itu, mereka langsung mencari keberadaan Sri dan menghubungi pihak KPAID Sumut.

Setelah diberikan petunjuk oleh KPAID, akhirnya mereka bertemu dengan Sri di Pemprovsu. Tujuan mereka mendampingi Sri agar kasus ini selesai dengan baik dan polisi bekerja secara profesional.

“Kami takut kasus ini sama dengan kasus-kasus KDRT yang terjadi beberapa lalu di Medan. Namun belum lagi kami melakukan kordinasi dengan polisi, kami sudah kecewa. Pemeriksaan Sri seperti ditutupi. Buktinya, saya dan advokat tidak mengetahui seperti apa laporan yang diterima pihak Poldasu. Kami akan mendampingi Sri hingga kasus ini tuntas,” ucapnya di halaman gedung Renakta Poldasu, kemarin (3/3).

Ketertutupan penyidik Renakta Poldasu mengundang kecurigaan mendalam bagi Amar Hanafi. Dia tidak terima dengan sikap penyidik yang tidak melibatkan mereka ke rumah Handoko. Dia juga berang saat disuruh keluar ketika hendak mendampingi korban.

Sembari mencak-mencak di halaman Renakta, dia menjelaskan kalau kasus ini harus transparan karena sudah diketahui publik. “Jangan ditutupi lagi, kami mau kepastian. Saya advokat, kenapa saya disuruh keluar?” hardiknya di gedung Renakta.

Karena tidak mendapat kepastian, akhirnya dia masuk ke ruang penyidik. Namun, belum lagi dia duduk, seorang penyidik melarangnya. Merasa tak dihargai, Amar berang. “Mengapa saya tidak boleh masuk bu? Saya mau menemui korban?” ujarnya kepada penyidik.

Mendengar pertanyaan Amar dengan nada tinggi, penyidik wanita yang mengenakan baju hitam tersebut menjawab. “Apa urusan Bapak di sini? Yang berwenang itu kami, polisi. Bapak siapa rupanya? Enggak ada urusan Bapak di sini,” jawab penyidik di depan Amar dan wartawan.

Tidak mau terjadi hal-hal yang tak diinginkan, akhirnya Amar meninggalkan ruang penyidik. “Saya minta polisi profesional dan jangan ada intimidasi kepada Sri,” tegasnya sembari berlalu bersama pengurus PWS lainnya.

Setelah terjadi perdebatan, akhirnya pihak PWS meninggalkan Poldasu dan berjanji mengawal kasus ini.

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru