MEDAN, SUMUTPOS.CO- Satuan Reserse (Satres) Narkoba Polresta Medan kembali membongkar pabrik pembuatan (home industry) narkotik jenis ekstasi. Kali ini di sebuah rumah Jalan Iskandar Muda, Selasa (2/6) kemarin. Dari rumah yang dihuni tersangka AC, polisi menyita sejumlah peralatan pencetak ekstasi, berupa timbangan, bahan baku, cairan dan lainnya serta 1.000 butir pil ekstasi siap edar warna biru merk ‘3B’.
Kepala Satres Narkoba Polresta Medan, Kompol Wahyudi mengatakan, terbongkarnya home industry berawal dari dibekuknya tersangka AC tak jauh dari rumahnya. Saat ditangkap, disita satu bungkus sabu seberat 30,35 gram sabu, tiga bungkus sabu seberat 2,13 gram, 18 butir pil ekstasi dan satu timbangan elektrik.
“Dari pengakuannya, ekstasi itu diperoleh dari AD yang kini masih dalam pengejaran,” kata Wahyudi, Rabu (3/6) sore.
Dikatakannya, setelah meringkus AC, pihaknya menangkap dua tersangka lain yang bertugas mengedarkan ekstasi tersebut, yakni AL (40) penduduk Jalan Kompos, Deliserdang, dan HD (28) penduduk Jalan Binjai Km 10,8, Deliserdang. Keduanya diringkus dari lokasi berbeda.
“Hasil pemeriksaan sementara, tersangka AC sudah dua bulan belakangan memanfaatkan rumahnya untuk memproduksi pil ekstasi. Bahan-bahan tersebut diperolehnya dari FD yang kini juga dimasukkan ke dalam daftar pencarian orang (DPO),” jelas mantan Kapolsek Medan Kota ini.
Menurut Wahyudi, ekstasi yang diproduksi AC diduga telah tercetak puluhan ribu dan diedarkan di seluruh Medan. Untuk harga per butirnya bervariasi, mulai Rp100-200 ribu.
“Pengakuan tersangka AC, harganya memang cenderung mahal. Sebab ekstasi buatan mereka tergolong berkualitas, alias kelas satu,” jelas Wahyudi.
Ia melanjutkan, dari barang bukti yang disita saja, berupa dua besi pencetak, satu bungkus serbuk putih, sebungkus serbuk biru dan sebagainya, dapat memproduksi sedikitnya 500 butir per hari.
“Kita sedang fokus mengejar dua orang jaringan mereka, yaitu AD dan FD. Dugaan awal, mereka ini berasal dari Aceh,” tukasnya.
Akibat perbuatannya, para tersangka pun dijerat Pasal 114 Ayat (2) subsider 112 Ayat (2) junto 132 Undang-undang nomor 35 Tahun 2009, dengan ancaman pidana minimal enam tahun.
Sementara itu, ketiga tersangka yang sempat diwawancarai memilih bungkam. Mereka enggan berbicara sedikitpun ketika ditanya mengenai bisnis haramnya. (ris/adz)