26 C
Medan
Saturday, November 23, 2024
spot_img

Mahasiswa USU Mulai Gerah

Kasus dugaan korupsi yang terjadi di Universitas Sumatera Utara (USU) terus mendapat sorotan publik. Kali ini datang dari internal kampus plat merah itu yakni kalangan mahasiswanya. Mereka mulai gerah dan menganggap keuangan terkait pengadaan yang didapatkan USU melalui hibah pendidikan tinggi (Dikti) tidak transparan.

“Aku pikir memang begitu. Artinya selama ini kampus kurang transparan soal keuangan selama. Apalagi mengenai bantuan-bantuan dari pemerintah,” beber Iil Askar Mondza mahasiswa Fisip USU yang juga Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Kota Medan kepada Sumut Pos, kemarin.

Dia menyebutkan, kondisi itu seakan menunjukkan jika manajemen kampus terlihat amburadul. Apalagi perkembangan USU dari sisi sarana dan prasarana belakangan ini, dinilainya juga diskriminatif.  “Jika dibandingkan dengan fakultas saya di FISIP, kami masih memakai bangku kuliah yang sejak zaman dulu masih ada. Belum lagi dengan perlengkapan lainnya. Namun coba lihat di fakultas lain, fasilitas yang tersedia jauh lebih bagus dari kami,” ungkap mahasiswa stambuk 2011 itu.

Padahal, kata dia lagi, pemberlakuan uang kuliah tunggal (UKT) bagi mahasiswa stambuk 2013 semakin mahal, namun fasilitas kampus berjalan stagnan dan rasanya tidak sebanding dengan uang yang dikeluarkan. “Pada umumnya sih UKT itu ada kelas-kelasnya. Dibandingkan zaman saya dulu, jelas biaya yang dikeluarkan mahasiswa sekarang jauh lebih mahal. Apalagi kitakan PTN, mestinya bisa lebih ekonomis uang kuliahnya. Pun begitu hemat saya, sarana dan fasilitas yang tersedia juga tidak menyeluruh dipenuhi,” urainya.Menurut dia, apa yang terjadi di USU hari ini, tidak banyak diketahui masyarakat terutama kalangan mahasiswanya sendiri. Hal ini menunjukkan kalau biro rektor terkesan menutupi segala sesuatunya. Apalagi cenderung pemberitaan di media massa mengenai USU, kerap yang positifnya saja ditonjolkan. “Ya, tentunya kita harus membuka diri terhadap hal apapun. Kita pun sadar sebagai kampus milik pemerintah jika mendapat sorotan banyak pihak. Apalagi ini soal dugaan korupsi. Padahal melihat bantuan yang didapat, tidak pantas kalau ada fakultas yang masih menggunakan fasilitas-fasilitas lama,” tegasnya.

Disinggung apakah dia dan kawan-kawannya akan melakukan aksi terkait hal itu, Iil Askar mengaku masih akan mempertimbangkannya. Sebab kata dia, terlebih dahulu akan mencermati pemberitaan tentang kampusnya yang belakangan disorot oleh media. Dia juga menegaskan dukungan penuh terhadap aparat penegak hukum untuk secara terang benderang membuka kasus tersebut.

“Terkait aksi sejauh ini kita belum mengarah ke sana. Ini akan saya sampaikan ke kawan-kawan dulu baik HMI dan di USU sendiri. Artinya kita akan membahasnya dulu. Namun tetap hal ini menjadi perhatian kami. Karena tidak mungkin ujug-ujug kita lakukan aksi, sementara dasar aksinya kita tidak memahami,” paparnya.

Hal senada dikemukakan Shella, mahasiswi Fakultas Ilmu Budaya (FIB)USU, jurusan Sastra Mandarin. Dia bilang, apapun ceritanya jika sudah menyangkut persoalan hukum, sejatinya harus diungkap tuntas sampai ke akar rumput sekali pun. “Sederhananya kan, kita harus berfikir objektif menyikapi kasus yang terjadi di USU. Secara pribadi, saya ingin kasus ini terungkap dengan cepat dan tuntas,” katanya saat dihubungi Sumut Pos, Kamis (3/7).

Dia mengaku persoalan ini sebenarnya sangat sensitif. Tidak hanya bagi masyarakat USU melainkan publik yang membaca pemberitaan miring tentang USU. Namun disisi lain menurutnya, kalau sudah menyangkut persoalan hukum harus ditegakkan dengan objektif. “Aku sebetulnya tak ingin mengomentari soal ini. Tapi jika ditanya arahnya sudah memasuki ranah hukum, pastinya harus diusut melalui penegakkan hukum pula,” terangnya.

Ditanya mengenai aksi terhadap kasus tersebut yang akan pihaknya lakukan, sejauh ini belum ada tanda-tanda yang mengarah ke sana. Dirinya juga mengaku bahwa persoalan korupsi yang menerpa kampusnya itu, diketahui berdasarkan pemberitaan di media massa. “Saya juga baru tahu ini. Makanya agak syok mendengar kabar ini. Tapi sekali lagi saya katakan, jika ditanya komentar mengenai ini, apalagi menyangkut korupsi, tetap sudah menjadi ranah hukum,” sebut mahasiswi semester IV itu.

Sebelumnya, mahasiswa jurusan Etnomusikologi yang tak ingin namanya ditulis mengungkapkan,  sebagian alat dari hasil pemeriksaan Kejagung kemarin, disita dan kabarnya tidak akan dikembalikan lagi. Dia mengatakan tidak perubahan pascapemeriksaan Kejagung terhadap suasana belajar mengajar di Etnomusikologi. “Seperti biasa saja. Ini kami masih ujian semester dan sebentar lagi sudah mau selesai,” ujarnya.

Ia dan rekan-rekannya terlihat tidak begitu peduli terkait adanya dugaan korupsi dan pemeriksaan beberapa waktu lalu di kampusnya. Kondisi di Departemen Etnomusikologi juga tampak normal seperti biasanya. Mahasiswa tetap menjalankan proses belajar mengajar bahkan melakukan aktivitas bermain musik di kampus tersebut. Disinggung mengenai aksi guna menanyakan persoalan tersebut kepada pimpinan fakultas, ia enggan berkomentar banyak. “Wah, gak taulah Bang kalau gitu ceritanya. Lagian alat-alat ini masuk sebelum kami kuliah disini,” pungkasnya. (mag-6/rbb)

Kasus dugaan korupsi yang terjadi di Universitas Sumatera Utara (USU) terus mendapat sorotan publik. Kali ini datang dari internal kampus plat merah itu yakni kalangan mahasiswanya. Mereka mulai gerah dan menganggap keuangan terkait pengadaan yang didapatkan USU melalui hibah pendidikan tinggi (Dikti) tidak transparan.

“Aku pikir memang begitu. Artinya selama ini kampus kurang transparan soal keuangan selama. Apalagi mengenai bantuan-bantuan dari pemerintah,” beber Iil Askar Mondza mahasiswa Fisip USU yang juga Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Kota Medan kepada Sumut Pos, kemarin.

Dia menyebutkan, kondisi itu seakan menunjukkan jika manajemen kampus terlihat amburadul. Apalagi perkembangan USU dari sisi sarana dan prasarana belakangan ini, dinilainya juga diskriminatif.  “Jika dibandingkan dengan fakultas saya di FISIP, kami masih memakai bangku kuliah yang sejak zaman dulu masih ada. Belum lagi dengan perlengkapan lainnya. Namun coba lihat di fakultas lain, fasilitas yang tersedia jauh lebih bagus dari kami,” ungkap mahasiswa stambuk 2011 itu.

Padahal, kata dia lagi, pemberlakuan uang kuliah tunggal (UKT) bagi mahasiswa stambuk 2013 semakin mahal, namun fasilitas kampus berjalan stagnan dan rasanya tidak sebanding dengan uang yang dikeluarkan. “Pada umumnya sih UKT itu ada kelas-kelasnya. Dibandingkan zaman saya dulu, jelas biaya yang dikeluarkan mahasiswa sekarang jauh lebih mahal. Apalagi kitakan PTN, mestinya bisa lebih ekonomis uang kuliahnya. Pun begitu hemat saya, sarana dan fasilitas yang tersedia juga tidak menyeluruh dipenuhi,” urainya.Menurut dia, apa yang terjadi di USU hari ini, tidak banyak diketahui masyarakat terutama kalangan mahasiswanya sendiri. Hal ini menunjukkan kalau biro rektor terkesan menutupi segala sesuatunya. Apalagi cenderung pemberitaan di media massa mengenai USU, kerap yang positifnya saja ditonjolkan. “Ya, tentunya kita harus membuka diri terhadap hal apapun. Kita pun sadar sebagai kampus milik pemerintah jika mendapat sorotan banyak pihak. Apalagi ini soal dugaan korupsi. Padahal melihat bantuan yang didapat, tidak pantas kalau ada fakultas yang masih menggunakan fasilitas-fasilitas lama,” tegasnya.

Disinggung apakah dia dan kawan-kawannya akan melakukan aksi terkait hal itu, Iil Askar mengaku masih akan mempertimbangkannya. Sebab kata dia, terlebih dahulu akan mencermati pemberitaan tentang kampusnya yang belakangan disorot oleh media. Dia juga menegaskan dukungan penuh terhadap aparat penegak hukum untuk secara terang benderang membuka kasus tersebut.

“Terkait aksi sejauh ini kita belum mengarah ke sana. Ini akan saya sampaikan ke kawan-kawan dulu baik HMI dan di USU sendiri. Artinya kita akan membahasnya dulu. Namun tetap hal ini menjadi perhatian kami. Karena tidak mungkin ujug-ujug kita lakukan aksi, sementara dasar aksinya kita tidak memahami,” paparnya.

Hal senada dikemukakan Shella, mahasiswi Fakultas Ilmu Budaya (FIB)USU, jurusan Sastra Mandarin. Dia bilang, apapun ceritanya jika sudah menyangkut persoalan hukum, sejatinya harus diungkap tuntas sampai ke akar rumput sekali pun. “Sederhananya kan, kita harus berfikir objektif menyikapi kasus yang terjadi di USU. Secara pribadi, saya ingin kasus ini terungkap dengan cepat dan tuntas,” katanya saat dihubungi Sumut Pos, Kamis (3/7).

Dia mengaku persoalan ini sebenarnya sangat sensitif. Tidak hanya bagi masyarakat USU melainkan publik yang membaca pemberitaan miring tentang USU. Namun disisi lain menurutnya, kalau sudah menyangkut persoalan hukum harus ditegakkan dengan objektif. “Aku sebetulnya tak ingin mengomentari soal ini. Tapi jika ditanya arahnya sudah memasuki ranah hukum, pastinya harus diusut melalui penegakkan hukum pula,” terangnya.

Ditanya mengenai aksi terhadap kasus tersebut yang akan pihaknya lakukan, sejauh ini belum ada tanda-tanda yang mengarah ke sana. Dirinya juga mengaku bahwa persoalan korupsi yang menerpa kampusnya itu, diketahui berdasarkan pemberitaan di media massa. “Saya juga baru tahu ini. Makanya agak syok mendengar kabar ini. Tapi sekali lagi saya katakan, jika ditanya komentar mengenai ini, apalagi menyangkut korupsi, tetap sudah menjadi ranah hukum,” sebut mahasiswi semester IV itu.

Sebelumnya, mahasiswa jurusan Etnomusikologi yang tak ingin namanya ditulis mengungkapkan,  sebagian alat dari hasil pemeriksaan Kejagung kemarin, disita dan kabarnya tidak akan dikembalikan lagi. Dia mengatakan tidak perubahan pascapemeriksaan Kejagung terhadap suasana belajar mengajar di Etnomusikologi. “Seperti biasa saja. Ini kami masih ujian semester dan sebentar lagi sudah mau selesai,” ujarnya.

Ia dan rekan-rekannya terlihat tidak begitu peduli terkait adanya dugaan korupsi dan pemeriksaan beberapa waktu lalu di kampusnya. Kondisi di Departemen Etnomusikologi juga tampak normal seperti biasanya. Mahasiswa tetap menjalankan proses belajar mengajar bahkan melakukan aktivitas bermain musik di kampus tersebut. Disinggung mengenai aksi guna menanyakan persoalan tersebut kepada pimpinan fakultas, ia enggan berkomentar banyak. “Wah, gak taulah Bang kalau gitu ceritanya. Lagian alat-alat ini masuk sebelum kami kuliah disini,” pungkasnya. (mag-6/rbb)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/