29 C
Medan
Monday, June 17, 2024

Asosiasi Pengusaha Travel Tolak Biometric Arab

Agusman/Sumut Pos
VISA BIOMETRIK: Asosiasi pengusaha travel bersama masyarakat, saat menyampaikan aspirasi di Kanwil Kemenag Sumut, menolak kebijakan visa biometrik, Rabu (3/10).

MEDAN,SUMUTPOS.CO – Asosiasi pengusaha travel umroh bersama puluhan masyarakat, melakukan aksi damai ke Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kanwil Kemenag) Sumut, di Jalan Jenderal Gatot Subroto, Rabu (3/10). Dalam aspirasinya, mereka menolak kebijakan pemerintah Arab Saudi, yang menerapkan visa biometrik melalui VFS-Tasheel.

Terhitung tanggal 24 Oktober 2018, pemerintah Arab Saudi mulai memberlakukan kebijakan pengurusan visa ini. “Kami dari seluruh komunitas per-umrohan se Sumatera, menyampaikan aspirasi kepada Kanwil Kemanag Sumut. Kami menitipkan pesan, menolak VFS-Tasheel.

Proses ini adalah pengambilan sidik jari biometrik dan pemotretan wajah kepada seluruh jamaah umroh yang akan berangkat umroh,” ungkap koordinator aksi, Ikhwan Syah kepada wartawan.

Proses ini mereka yakini, akan menyulitkan jamaah umroh. Pasalnya, kantor VFS-Tasheel baru ada di beberapa titik, seperti Aceh, Medan, Jakarta, Semarang, Makassar dan lain-lain.

“Anda dapat bayangkan, semua jamaah umroh harus datang ke kantor Tasheel, untuk mengambil foto biometrik dan sidik jari, jauh sebelum mereka berangkat umroh. Setelah mereka diproses sidik jari dan biometrik, barulah mereka mengajukan visa seperti biasa. Ada dua proses di sini. Yang paling tidak kita suka adalah adanya tambahan biaya 7 dollar kepada jamaah,” terang Ikhwan.

Artinya, jika dalam satu tahun jamaah umroh Indonesia sebesar 1.005.086 orang, maka VFS-Tasheel akan meraup uang dari jamaah sebesar Rp102 miliar per tahun.

“Dan yang paling memberatkan khususnya kita di Sumut ini, ada saudara-saudara kita dari Nias, harus terbang ke Medan hanya untuk sidik jari, sebelum mereka berangkat umroh. Berapa tiketnya? Berapa waktu yang dihabiskan? Ini tentu sangat menyulitkan,” jelasnya.

Atas dasar itulah, mereka menolak proses biometrik yang dilakukan perusahaan VFS-Tasheel.

Untuk saat ini, Ikhwan mengaku, belum ada jamaah yang komplain terkait kebijakan ini. “Tapi nanti setelah diberlakukan 24 Oktober, pasti seluruh jamaah komplain. Tentu ini akan membawa efek berkurangnya orang berangkat ke tanah suci. Pemerintah Saudi menargetkan 30 juta per tahun, tapi bagaimana target ini tercapai kalau mereka menetapkan hal-hal yang sangat memberatkan jamaah,” keluhnya.

Selain itu, pengusaha travel juga mempersoalkan adanya penerapan visa progresif. Visa ini adalah visa yang diterapkan pemerintah Arab Saudi bagi jamaah yang berangkat umroh berulang kali.

“Misal saya berangkat tahun ini, tahun depan berangkat lagi. Tahun depan saya dikenai visa sebesar 2000 rial atau sekitar Rp8 juta. Untuk itu kami juga memohon, agar visa progresif ini dibatalkan bersama visa Tasheel tahun ini,” pungkasnya.

Setelah menyampaikan aspirasi, Kanwil Kemenag Sumut menerima perwakilan massa untuk melakukan audiensi. Menanggapi permintaan asosiasi pengusaha travel tersebut, Plt Kakanwil Kemenag Sumut, H T Darmansah, menyatakan akan menyampaikan hal ini secara tertulis ke kedutaan Arab Saudi.

“Saya menyarankan karena hal-hal yang baik, dalam menyampaikan aspirasi untuk melakukan pelayanan kepada jamaah. Tentunya pihak-pihak yang berkompeten ini kita buatlah surat resmi dengan baik-baik, untuk kita sampaikan ke kedutaan, oleh Kementerian Agama sebagai kepanjangan tangan,” tandasnya. (man)

Agusman/Sumut Pos
VISA BIOMETRIK: Asosiasi pengusaha travel bersama masyarakat, saat menyampaikan aspirasi di Kanwil Kemenag Sumut, menolak kebijakan visa biometrik, Rabu (3/10).

MEDAN,SUMUTPOS.CO – Asosiasi pengusaha travel umroh bersama puluhan masyarakat, melakukan aksi damai ke Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kanwil Kemenag) Sumut, di Jalan Jenderal Gatot Subroto, Rabu (3/10). Dalam aspirasinya, mereka menolak kebijakan pemerintah Arab Saudi, yang menerapkan visa biometrik melalui VFS-Tasheel.

Terhitung tanggal 24 Oktober 2018, pemerintah Arab Saudi mulai memberlakukan kebijakan pengurusan visa ini. “Kami dari seluruh komunitas per-umrohan se Sumatera, menyampaikan aspirasi kepada Kanwil Kemanag Sumut. Kami menitipkan pesan, menolak VFS-Tasheel.

Proses ini adalah pengambilan sidik jari biometrik dan pemotretan wajah kepada seluruh jamaah umroh yang akan berangkat umroh,” ungkap koordinator aksi, Ikhwan Syah kepada wartawan.

Proses ini mereka yakini, akan menyulitkan jamaah umroh. Pasalnya, kantor VFS-Tasheel baru ada di beberapa titik, seperti Aceh, Medan, Jakarta, Semarang, Makassar dan lain-lain.

“Anda dapat bayangkan, semua jamaah umroh harus datang ke kantor Tasheel, untuk mengambil foto biometrik dan sidik jari, jauh sebelum mereka berangkat umroh. Setelah mereka diproses sidik jari dan biometrik, barulah mereka mengajukan visa seperti biasa. Ada dua proses di sini. Yang paling tidak kita suka adalah adanya tambahan biaya 7 dollar kepada jamaah,” terang Ikhwan.

Artinya, jika dalam satu tahun jamaah umroh Indonesia sebesar 1.005.086 orang, maka VFS-Tasheel akan meraup uang dari jamaah sebesar Rp102 miliar per tahun.

“Dan yang paling memberatkan khususnya kita di Sumut ini, ada saudara-saudara kita dari Nias, harus terbang ke Medan hanya untuk sidik jari, sebelum mereka berangkat umroh. Berapa tiketnya? Berapa waktu yang dihabiskan? Ini tentu sangat menyulitkan,” jelasnya.

Atas dasar itulah, mereka menolak proses biometrik yang dilakukan perusahaan VFS-Tasheel.

Untuk saat ini, Ikhwan mengaku, belum ada jamaah yang komplain terkait kebijakan ini. “Tapi nanti setelah diberlakukan 24 Oktober, pasti seluruh jamaah komplain. Tentu ini akan membawa efek berkurangnya orang berangkat ke tanah suci. Pemerintah Saudi menargetkan 30 juta per tahun, tapi bagaimana target ini tercapai kalau mereka menetapkan hal-hal yang sangat memberatkan jamaah,” keluhnya.

Selain itu, pengusaha travel juga mempersoalkan adanya penerapan visa progresif. Visa ini adalah visa yang diterapkan pemerintah Arab Saudi bagi jamaah yang berangkat umroh berulang kali.

“Misal saya berangkat tahun ini, tahun depan berangkat lagi. Tahun depan saya dikenai visa sebesar 2000 rial atau sekitar Rp8 juta. Untuk itu kami juga memohon, agar visa progresif ini dibatalkan bersama visa Tasheel tahun ini,” pungkasnya.

Setelah menyampaikan aspirasi, Kanwil Kemenag Sumut menerima perwakilan massa untuk melakukan audiensi. Menanggapi permintaan asosiasi pengusaha travel tersebut, Plt Kakanwil Kemenag Sumut, H T Darmansah, menyatakan akan menyampaikan hal ini secara tertulis ke kedutaan Arab Saudi.

“Saya menyarankan karena hal-hal yang baik, dalam menyampaikan aspirasi untuk melakukan pelayanan kepada jamaah. Tentunya pihak-pihak yang berkompeten ini kita buatlah surat resmi dengan baik-baik, untuk kita sampaikan ke kedutaan, oleh Kementerian Agama sebagai kepanjangan tangan,” tandasnya. (man)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/