25.6 C
Medan
Thursday, May 23, 2024

Sidang Prapid Ketua KAMI: Penangkapan Dinilai Sarat Rekayasa

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kuasa hukum Pemohon dari Korps Advokat Alumni UMSU (KAUM) mengatakan, penangkapan Ketua Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Medan, Khairi Amri, diduga sarat rekayasa. Hal itu disampaikan Mahmud Irsad Lubis, dalam sidang Praperadilan (Prapid) atas Pemohon Asiah Simbolon di Ruang Cakra Utama Pengadilan Negeri (PN) Medan, Selasa (3/11).

SIDANG: Kuasa hukum pemohon membacakan permohonan gugatan dalam sidang prapid Ketua KAMI, Selasa (3/11).AGUSman/sumut pos.
SIDANG: Kuasa hukum pemohon membacakan permohonan gugatan dalam sidang prapid Ketua KAMI, Selasa (3/11).AGUSman/sumut pos.

“Bahwa yang lebih ganjilnya lagi pada tanggal 9 Oktober 2020, si pelapor yaitu Bripka Aspil Saputra ikut dilibatkan dalam penangkapan suami Pemohon (Khairi Amri), yang ini dibuktikan dengan adanya Surat Perintah Penangkapan, sementara Bripka Aspil Saputra adalah selaku pelapor sehingga tindakan hukum yang dilakukan oleh Termohon sarat dengan rekayasa,” ungkap Mahmud di hadapan hakim tunggal, Safril Batubara.

Hal itu, menurutnya sangat ganjil. Sebab Termohon sebelum menerbitkan Surat Perintah Penyidikan No. SP. Sidik/2218/X/RES.2.5./2020/Reskrim tanggal 9 Oktober 2020 telah melahirkan penangkapan tanpa memiliki dua alat bukti yang cukup.

“Sementara pasal yang dituduhkan kepada suami Pemohon merupakan delik materil yang telah mengubah Pasal 160 KUHP yang sebelumnya menjadi delik formil sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 07/PUU-VII/2009 sehingga Sprindik No. SP. Sidik/2218/X/RES 2.5./2020/Reskrim tanggal 9 Oktober 2020 bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi tersebut, sehingga Sprindik tersebut harus dinyatakan batal demi hukum,” ungkapnya.

Dalam lanjutan isi berkas gugatan, ia juga menyebutkan bahwa suami Pemohon setelah ditangkap oleh pihak Termohon telah melakukan penahanan berdasarkan Surat Perintah Penahanan Nomor : SP.Han/522/X/RES.2.5 /2020/Reskrim, tanggal 10 Oktober 2020.

Dalam Surat Penahanan itu disebutkan, suami Pemohon ditahan RTP Polrestabes Medan selama 20 hari terhitung mulai 10 Oktober sampai 29 Oktober 2020.

“Kenyataannya suami Pemohon tidak berada di RTP Polrestabes Medan dan berada di rumah tahanan dan titipan Mabes Polri sehingga berdasarkan hal tersebut di atas, Surat Perintah Penahanan tanggal 10 Oktober 2020 yang diterbitkan oleh Termohon mengandung cacat hukum karena bertentangan dengan uraian penahanan, sehingga patut dinyatakan Surat Perintah Penahanan tersebut tidak sah,” pungkasnya.

Semestinya, lanjutnya, surat perintah penahanan harus menguraikan di mana ditempatkan seseorang ditahan untuk membuat pihak keluarga mengetahui keberadaan seorang yang menjadi tersangka dan mengalami penahanan dalam rangka menjunjung tinggi hak asasi seorang tersangka.

“Namun nyatanya tersangka tidak berada pada rumah tahanan sebagaimana tertera dalam surat perintah penahanan dimaksud. Sehingga, demikian patut dinyatakan surat perintah penahanan cacat hukum dan harus dinyatakan batal demi hukum,” urainya.

Karena itu, KAUM selaku kuasa hukum Pemohon meminta agar hakim memerintahkan Termohon untuk membebaskan suami Pemohon dari tahanan dan menyatakan penetapan tersangka tidak sah dan batal demi hukum.

Usai pembacaan permohonan gugatan, hakim Syafril Batubara menjadwalkan sidang lanjutan dengan agenda pembacaan jawaban Termohon pada Rabu (4/11). (man/ila)

Foto: Kuasa hukum pemohon membacakan permohonan gugatan dalam sidang prapid, Selasa (3/11).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kuasa hukum Pemohon dari Korps Advokat Alumni UMSU (KAUM) mengatakan, penangkapan Ketua Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Medan, Khairi Amri, diduga sarat rekayasa. Hal itu disampaikan Mahmud Irsad Lubis, dalam sidang Praperadilan (Prapid) atas Pemohon Asiah Simbolon di Ruang Cakra Utama Pengadilan Negeri (PN) Medan, Selasa (3/11).

SIDANG: Kuasa hukum pemohon membacakan permohonan gugatan dalam sidang prapid Ketua KAMI, Selasa (3/11).AGUSman/sumut pos.
SIDANG: Kuasa hukum pemohon membacakan permohonan gugatan dalam sidang prapid Ketua KAMI, Selasa (3/11).AGUSman/sumut pos.

“Bahwa yang lebih ganjilnya lagi pada tanggal 9 Oktober 2020, si pelapor yaitu Bripka Aspil Saputra ikut dilibatkan dalam penangkapan suami Pemohon (Khairi Amri), yang ini dibuktikan dengan adanya Surat Perintah Penangkapan, sementara Bripka Aspil Saputra adalah selaku pelapor sehingga tindakan hukum yang dilakukan oleh Termohon sarat dengan rekayasa,” ungkap Mahmud di hadapan hakim tunggal, Safril Batubara.

Hal itu, menurutnya sangat ganjil. Sebab Termohon sebelum menerbitkan Surat Perintah Penyidikan No. SP. Sidik/2218/X/RES.2.5./2020/Reskrim tanggal 9 Oktober 2020 telah melahirkan penangkapan tanpa memiliki dua alat bukti yang cukup.

“Sementara pasal yang dituduhkan kepada suami Pemohon merupakan delik materil yang telah mengubah Pasal 160 KUHP yang sebelumnya menjadi delik formil sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 07/PUU-VII/2009 sehingga Sprindik No. SP. Sidik/2218/X/RES 2.5./2020/Reskrim tanggal 9 Oktober 2020 bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi tersebut, sehingga Sprindik tersebut harus dinyatakan batal demi hukum,” ungkapnya.

Dalam lanjutan isi berkas gugatan, ia juga menyebutkan bahwa suami Pemohon setelah ditangkap oleh pihak Termohon telah melakukan penahanan berdasarkan Surat Perintah Penahanan Nomor : SP.Han/522/X/RES.2.5 /2020/Reskrim, tanggal 10 Oktober 2020.

Dalam Surat Penahanan itu disebutkan, suami Pemohon ditahan RTP Polrestabes Medan selama 20 hari terhitung mulai 10 Oktober sampai 29 Oktober 2020.

“Kenyataannya suami Pemohon tidak berada di RTP Polrestabes Medan dan berada di rumah tahanan dan titipan Mabes Polri sehingga berdasarkan hal tersebut di atas, Surat Perintah Penahanan tanggal 10 Oktober 2020 yang diterbitkan oleh Termohon mengandung cacat hukum karena bertentangan dengan uraian penahanan, sehingga patut dinyatakan Surat Perintah Penahanan tersebut tidak sah,” pungkasnya.

Semestinya, lanjutnya, surat perintah penahanan harus menguraikan di mana ditempatkan seseorang ditahan untuk membuat pihak keluarga mengetahui keberadaan seorang yang menjadi tersangka dan mengalami penahanan dalam rangka menjunjung tinggi hak asasi seorang tersangka.

“Namun nyatanya tersangka tidak berada pada rumah tahanan sebagaimana tertera dalam surat perintah penahanan dimaksud. Sehingga, demikian patut dinyatakan surat perintah penahanan cacat hukum dan harus dinyatakan batal demi hukum,” urainya.

Karena itu, KAUM selaku kuasa hukum Pemohon meminta agar hakim memerintahkan Termohon untuk membebaskan suami Pemohon dari tahanan dan menyatakan penetapan tersangka tidak sah dan batal demi hukum.

Usai pembacaan permohonan gugatan, hakim Syafril Batubara menjadwalkan sidang lanjutan dengan agenda pembacaan jawaban Termohon pada Rabu (4/11). (man/ila)

Foto: Kuasa hukum pemohon membacakan permohonan gugatan dalam sidang prapid, Selasa (3/11).

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/