MEDAN, SUMUTPOSCO – Kisruh pengelolaan Pasar Peringgan ternyata belum juga terselesaikan. Para pedagang masih tetap menolak dikelola oleh pihak swasta yakni PT Parbens. Pedagang merasa teraniaya dan diusir. Mereka pun mengadukan persoalan tersebut ke Komisi C DPRD Medan.
Ketua Pedagang Pasar Peringgan, Bahtera Sembiring menyatakan, pengelolaan pasar yang kini dialihkan kepada pihak swasta sesuai Perda Kota Medan Nomor 23 Tahun 2014 pasal 331 ayat 1, 2, 3 dan 4, seyogyanya dikelola oleh pemerintah, yakni PD Pasar bukan swasta.
Artinya, tidak dibenarkan dikelola swasta. Akan tetapi, kenapa Pemko bersikukuh agar dikelola pihak ketiga.
“Ada apa ini sebenarnya, kenapa Pemko ngotot mengalihkan kepada swasta? Apakah boleh dilakukan perjanjian tetapi melanggar perda?
Tentunya ini perlu dipertanyakan,” ujarnya saat rapat dengar pendapat (RDP) di ruang Komisi C DPRD Medan, Senin (3/12).
Hadir dalam rapat tersebut selain pedagang, Lembaga Aliansi Indonesia Penelitian Aset Negara, Direktur Utama (Dirut) PD Pasar Rusdi Sinuraya, Sekretaris Badan Pengawas BUMD Medan Qamarul Fatah, Kabag Perekonomian Nasib dan Ketua Komisi C DPRD Medan Boydo HK Panjaitan.
Bahtera mengaku heran kepada Pemko Medan bersikukuh agar PT Parbens tetap mengelola pasar tersebut. Padahal, sudah jelas-jelas ada perda yang mengatur. “Pemko Medan tidak punya hak mengambilalih pengelolaan pasar itu. Sebab, pengelolaan yang sah sesuai aturan di tangan PD Pasar. Kami para pedagang masih memiliki surat izin dan sertifikat yang dikeluarkan PD Pasar. Tapi kenapa Pemko Medan merampasnya dengan alasan sudah melakukan kerja sama dengan pihak ketiga,” cetusnya.
Disampaikan dia, pedagang curiga terhadap Pemko Medan yang ngotot diserahkan pengelolaannya kepada pihak swasta. Padahal, Pasar Peringgan merupakan aset dari PD Pasar yang sudah terpisahkan dari Pemko Medan. Sehingga, hak pengelolaannya bukan lagi Pemko Medan tetapi PD Pasar.
“Kami tidak tahu, apa Pemko Medan ada kongkalikong dengan pihak ketiga. Tapi kami menduga ada mengarah ke sana karena tetap juga dikuasai padahal sudah jelas merupakan aset PD Pasar,” sebutnya.
Tak jauh beda disampaikan pedagang lainnya, Emi Rosida. Sebelum dikelola PT Parbens, pasar tersebut dikelola oleh PD Pasar. Ketika ditangani PD Pasar, pedagang diminta untuk mengurus sertifikat atau surat dengan membayar sejumlah uang. Namun, baru tiga bulan ternyata pengelolaannya diambilalih Pemko Medan dan diserahkan kepada PT Parbens.
“Saya sudah 40 tahun lebih berjualan. Ketika beralih ke PT Parbens, tak berlaku lagi surat yang kami urus sama PD Pasar. Hilang hak kami berjualan di sana, dan kami enggak rela. Tolonglah kami para pedagang, kami hanya berjualan untuk mencari makan. Kalau tidak dibolehkan lagi berdagang, mau makan apa anak-anak kami,” ungkap Emi sambil menangis.
Menurut Emi, dengan keberadaan PT Parbens, otomatis pedagang terancam berjualan di sana. “Kami teraniaya, diusir dan dieksekusi untuk tidak lagi berjualan. Tolong kami yang rakyat kecil ini, mau minta perlindungan kepada siapa lagi,” keluhnya.
Wanita yang mengaku sudah berjualan di Pasar Peringgan sejak tahun 1971 ini berharap, pengelolaan pasar tersebut dikembalikan kepada PD Pasar. “Kami sangat rindu dan senang pasar ini dikelola oleh PD Pasar. Sebab, PD Pasar memperbaiki gedung yang bocor, mengecat dinding, dan dibersihkan sehingga menjadi rapi. Tapi kalau PT Parbens kami tidak mau karena cara mereka tidak cocok dengan pedagang,” akunya.
Valentine dan Muliana yang juga pedagang di sana menuding PT Parbens selaku pengelola pasar itu kejam dan tidak manusiawi dengan memperlakukan pedagang seenaknya sehingga meresahkan ratusan pedagang.
“Kami minta Wali Kota Medan Dzulmi Eldin membatalkan perjanjian dengan pihak PT Parbens yang telah dilakukan enam bulan lalu. Kami juga harapkan PT Parbens angkat kaki dan diganti dengan PD Pasar Kota Medan dalam pengelolaan Pasar Peringgan ini,” ujarnya.
Dijelaskan dia, sejak pengelolaan Pasar Peringgan diambilalih dari PD Pasar ke PT Parbens pedagang Pasar Peringgan dikenakan lagi uang sewa mulai Rp5 juta sampai Rp8 juta untuk setiap pedagang. Padahal, sebelumnya pedagang sudah membayar uang sewa kepada PD Pasar Kota Medan.
“Kami diminta urus surat yang baru dan harus mengeluarkan biaya, sehingga nasib kami tidak lagi terkatung-katung seperti ini,” bebernya.
Ia menambahkan, sejak Pasar Peringgan dalam pengelolaan PT Parbens tindak-tanduknya sangat kejam bahkan menganca. Kalau tidak sanggup membayar, akan dikeluarkan dan kios pedagang digembok dan lampu dimatikan.
“Sudah ada beberapa pedagang diusir dan tidak memiliki kios lagi akibat kebijakan dari PT Parbens. Satu persatu pedagang diintimidasi dan diancam kalau tidak membayar uang sewa kios bakal dikeluarkan,” tegas pedagang yang mengaku sudah belasan tahun menekuni usahanya di Pasar Peringgan Medan.
Sementara, Sugono dari Lembaga Aliansi Indonesia Penelitian Aset Negara menyatakan, sejak pengelolaan diambil alih PT Parbens, para pedagang ketika berjualan terintimidasi karena sewenang-wenang. Bahkan, mereka dalam situasi ketakukan tapi sampai sekarang belum juga tuntas masalahnya.
Menurut Sugono, langkah yang dilakukan Pemko Medan dengan menyerahkan pengelolaan pasar tersebut kepada PT Parbens diduga telah menyalahgunakan kewenangan oleh oknum tertentu. Hal ini berakibat kerugian terhadap pedagang dan bahkan negara sendiri.
“Dari hasil penelusuran kami lewat perjanjian kerja sama antara Pemko Medan dengan PT Parbens, PD Pasar dikangkangi oleh tuannya sendiri yaitu Pemko Medan. Sebab, sesuai dengan perda yang ada bahwa pasar tersebut merupakan aset PD Pasar dan berhak mengelolanya. Akan tetapi, kenyataannya Pemko yang mengelola dengan mengambil alih dan menyerahkan kepada swasta,” jelasnya.
Ia menyatakan, dari hasil penelusuran juga PT Parbens tidak ada hubungan dengan pengelolaan pasar tradisional. Perusahaan tersebut bergerak di bidang kontraktor. “Kami curiga ada apa antara Pemko dengan PT Parbens? Sebab, Pemko tetap ngotot dikelola pihak ketiga meski aturan tidak membenarkan,” tegasnya.
Menjawab berbagai keluhan yang disampaikan pedagang, Sekretaris Badan Pengawas BUMD Medan Qamarul Fatah mengaku tidak bisa mengambil keputusan terkait pengelolaan pasar tersebut. Sebab, ia tak memiliki kewenangan untuk memutuskan solusi dari persoalan yang terjadi. “Saya tidak bisa mengambil keputusan dan memberikan tanggapan yang lebih. Ini bukan kompetensi saya memberikan jawaban atas persoalan yang terjadi atau bukan kapasitas saya,” akunya.
Dirut PD Pasar Rusdi Sinuraya menuturkan, tertanggal 25 Januari 2018 pengelolaan pasar diserahkan ke PT Parbens dari PD Pasar. Setelah itu, seiring berjalannya waktu terjadilah konflik antara pedagang dengan pengelola yang baru. Lantas, perjanjian tersebut dilakukan adendum (tambahan klausula atau pasal yang secara fisik terpisah dari perjanjian pokoknya, namun secara hukum melekat pada perjanjian pokok itu). “Pada adendum tersebut, PD Pasar tidak ada dilibatkan sama sekali.
Kalau tidak salah adendum dilakukan pada 23 Maret 2018,” terangnya.
Disebutkan Rusdi, pada adendum tersebut telah dijelaskan bahwa PT Parbens menetapkan kontribusi pedagang sesuai dengan peraturan yang berlaku. “Kebijakan yang dilakukan PT Parbens seharusnya sama seperti yang diterapkan PD Pasar,” ucapnya.
Mendengar jawaban tersebut, Ketua Komisi C DPRD Medan Boydo HK Panjaitan memutuskan RDP diskor karena tidak ada solusi yang dihasilkan. Rapat dilanjutkan pada Senin (10/12) pekan depan dengan menghadirkan pemangku kepentingan yang bisa mengambil kebijakan yakni Sekda Kota Medan.
“Banyak persoalan yang terjadi dalam pengambilalihan pengelolaan Pasar Peringgan kepada PT Parbens. Mulai dari sudah terbitnya surat pedagang oleh PD Pasar tetapi tiba-tiba dialihkan Pemko kepada swasta sehingga tidak berlaku lagi. Kemudian, pedagang yang mengurus surat baru dipaksa keluar hingga retribusi tidak sesuai dengan perda dan memunculkan tarif baru. Artinya, pihak swasta tidak melakukan yang sesuai dengan kerja sama. Jadi, perlu dibahas untuk tidak tindakan pengelolaan pasar ini dan untuk direkomendasikan,” pungkasnya. (ris/ila)