25.6 C
Medan
Thursday, May 9, 2024

Laporan Keuangan Dishub tak Beres

Realisasi Anggaran Pemko Medan Cuma 87,54 Persen

MEDAN- Wali Kota Medan Rahudman Harahap marah-marah kepada beberapa Kepala Satuan Perangkat Kerja Daerah (SKPD) ketika mempimpin rapat evaluasi anggaran di jajaran Pemko Medan, Rabu (4/1). Pemicu ketidakpuasan Rahudman, karena beberapa SKPD tidak beres membuat laporan keuangan.

“Rahudman marah-marah dengan beberapa SKPD, karena masih banyak SKPD yang laporan keuangannya masih belum beres. Padahal, begitu tanggal 31 Desember, kas harus tidak ada nilainya,” kata seorang sumber di Balai Kota.
Dijelaskannya, beberapa SKPD yang dimarahi Wali Kota Medan adalah Kadis Pendidikan, Kadis Bina Marga dan yang paling tidak beres Kadis Perhubungan. “Diantara ketiga kadis yang dimarahi Pak Wali, hanya Kadis Perhubungan yang tidak bisa membereskan laporan keungannya. Di situ membuat Pak Wali marah besar dengan Kadis Perhubungan,” ujarnya.

Diketahui, setelah tutup buku anggaran 2011, serapan anggaran Pemko Medan secara keseluruhan hanya mencapai 87,54 persen. Sisa anggaran 2011 akan menjadi Silpa untuk anggaran 2012.

Wali Kota Medan Rahudman Harahap yang dikonfirmasi wartawan koran ini usai melakukan rapat, mengakui ada beberapa  SKPD yang masih minim realisasi serapan anggarannya. Menurutnya, kalau secara akumulasi realiasasi anggaran memang melebihi target. “Seperti Dinas Perhubungan, pendapatan sangat minim dari target yang telah ditetapkan. Sedangkan untuk pendapatan dari Dinas Pertanian dan Keluatan (Distanla) itu harus ditambah pendapatan dari tambak yang ada di Medan. Ke depan harus didata ulang, berapa tambak yang ada di Medan,” kata Rahudman.

Sejauh ini, lanjut Rahudman, masih ada SKPD yang belum bisa merealisasikan penerimaan APBD dengan maksimal. “Di sinilah tadi kita evaluasi, ada dinas yang belum bisa merealisasikan penerimaan, apa masalahnya, anggaran belanja kendalanya di mana,” cetus Rahudman.

Ketika disinggung, apakah Wali Kota cukup puas dengan kinerja SKPD yang dipimpinnya terkait realiasi anggaran dan  penerimaan anggaran, Rahudman justeru enggan berkomentar. “Itu tak usahlah ditanya, itu sudah domain saya,” ujarnya dengan berlalu yang menunjuk ke Sekda agar wawancara.

Sekda Kota Medan, Syaiful Bahri menuturkan, realisasi anggaran tahun 2011 hanya mencapai 87,54 persen. “Selebihnya itu ada anggaran karena sisa tender, anggaran yang digunakan untuk efisiensi mungkin juga karena adanya kesalahan perhitungan, dan keseluruhan sisanya akan menjadi silpa yang bisa digunakan untuk anggaran tahun ini,” jelas Syaiful.

Dijelaskannya, sisa anggaran tahun 2011 ini disebabkan adanya efisiensi dalam implementasi pendapatan, selain itu karena disebabkan adanya faktor internal dan eksternal. Ada beberapa SKPD yang memang realisasi anggarannya dinilai belum maksimal. Namun, Syaiful belum tidak bisa merincinya.

“Memang ada beberapa itu. Seperti Dishub itu ada kekurangan penerimaan, makanya pak Wali minta supaya di data kembali, itu karena faktor pendataan, Disperindag juga karena adanya factor peraturan yang menyatakan ada PAD yang tidak bisa lagi dikutip Disperindag, begitu juga BLH mungkin karena datanya belum lengkap,” terang Syaiful.

Pengamat anggaran di Sumut, Elfenda Ananda menyebutkan, tingginya silpa anggaran jelas akan berdampak bagi pemerintah dan masyarkaat. Menurutnya, Silpa yang disebabkan efisiensi anggaran memang wajar saja. Namun, nilai wajarnya juga hanya 5 persen dari nilai APBD. Artinya, kalau efisiensi anggaran mencapai di atas 5 persen, ini juga sudah terjadi perencanaan anggaran yang salah.

“Nilai wajar efisiensi anggaran itu 5 persen, kalau di atas itu berarti ada perencanaan yang salah. Memang perencanaan itu tidak bisa sesuai dengan harga riilnya 100 persen. Kalau sesuai dengan harga riilnya berarti itu juga tidak benar. Namun, yang bisa ditolerir kesenjangan harga yang dianggarkan dengan harga riil itu hanya 5 persen,” terang Elfenda.
Sedangkan, silpa yang disebabkan adanya upaya mark up dijelaskannya, hal ini juga pernah terjadi di Kabupaten Batubara. “Kasus kabupaten Batubara pernah mengendapkan anggaran untuk dibungakan sehingga menjadi silpa, ini merupakan satu upaya untuk me mark up anggaran,” sebut Elfenda.

Banyaknya silpa ini kata Elfenda tentu memiliki efek domino terutama untuk perekonomian, social dan politik. Dampak perekonomian disebutkan Elfenda, jika anggaran lambat terealisasi, maka pembangunan juga lambat dan perekonomian tak berjalan dengan baik. “Dampak social tentunya masyarakat yang seharusnya bisa menikmati pembangunan di awal tahun terpaksa baru bisa menikmatinya di akhir tahun,” katanya.

Begitu juga akan berdampak politik bagi pemerintah. “Ini akan menjadi citra buruk bagi pemerintah yang berkuasa. Masyarakat akan terus bertanya kapan realisasi pembangunan jalan dan lainnya. Kalau masyarakat terus bertanya tentu semakin lama akan mencuatkan krisis kepercayaan terhadap pemerintahan,” tegas Elfenda.(adl)

Realisasi Anggaran Pemko Medan Cuma 87,54 Persen

MEDAN- Wali Kota Medan Rahudman Harahap marah-marah kepada beberapa Kepala Satuan Perangkat Kerja Daerah (SKPD) ketika mempimpin rapat evaluasi anggaran di jajaran Pemko Medan, Rabu (4/1). Pemicu ketidakpuasan Rahudman, karena beberapa SKPD tidak beres membuat laporan keuangan.

“Rahudman marah-marah dengan beberapa SKPD, karena masih banyak SKPD yang laporan keuangannya masih belum beres. Padahal, begitu tanggal 31 Desember, kas harus tidak ada nilainya,” kata seorang sumber di Balai Kota.
Dijelaskannya, beberapa SKPD yang dimarahi Wali Kota Medan adalah Kadis Pendidikan, Kadis Bina Marga dan yang paling tidak beres Kadis Perhubungan. “Diantara ketiga kadis yang dimarahi Pak Wali, hanya Kadis Perhubungan yang tidak bisa membereskan laporan keungannya. Di situ membuat Pak Wali marah besar dengan Kadis Perhubungan,” ujarnya.

Diketahui, setelah tutup buku anggaran 2011, serapan anggaran Pemko Medan secara keseluruhan hanya mencapai 87,54 persen. Sisa anggaran 2011 akan menjadi Silpa untuk anggaran 2012.

Wali Kota Medan Rahudman Harahap yang dikonfirmasi wartawan koran ini usai melakukan rapat, mengakui ada beberapa  SKPD yang masih minim realisasi serapan anggarannya. Menurutnya, kalau secara akumulasi realiasasi anggaran memang melebihi target. “Seperti Dinas Perhubungan, pendapatan sangat minim dari target yang telah ditetapkan. Sedangkan untuk pendapatan dari Dinas Pertanian dan Keluatan (Distanla) itu harus ditambah pendapatan dari tambak yang ada di Medan. Ke depan harus didata ulang, berapa tambak yang ada di Medan,” kata Rahudman.

Sejauh ini, lanjut Rahudman, masih ada SKPD yang belum bisa merealisasikan penerimaan APBD dengan maksimal. “Di sinilah tadi kita evaluasi, ada dinas yang belum bisa merealisasikan penerimaan, apa masalahnya, anggaran belanja kendalanya di mana,” cetus Rahudman.

Ketika disinggung, apakah Wali Kota cukup puas dengan kinerja SKPD yang dipimpinnya terkait realiasi anggaran dan  penerimaan anggaran, Rahudman justeru enggan berkomentar. “Itu tak usahlah ditanya, itu sudah domain saya,” ujarnya dengan berlalu yang menunjuk ke Sekda agar wawancara.

Sekda Kota Medan, Syaiful Bahri menuturkan, realisasi anggaran tahun 2011 hanya mencapai 87,54 persen. “Selebihnya itu ada anggaran karena sisa tender, anggaran yang digunakan untuk efisiensi mungkin juga karena adanya kesalahan perhitungan, dan keseluruhan sisanya akan menjadi silpa yang bisa digunakan untuk anggaran tahun ini,” jelas Syaiful.

Dijelaskannya, sisa anggaran tahun 2011 ini disebabkan adanya efisiensi dalam implementasi pendapatan, selain itu karena disebabkan adanya faktor internal dan eksternal. Ada beberapa SKPD yang memang realisasi anggarannya dinilai belum maksimal. Namun, Syaiful belum tidak bisa merincinya.

“Memang ada beberapa itu. Seperti Dishub itu ada kekurangan penerimaan, makanya pak Wali minta supaya di data kembali, itu karena faktor pendataan, Disperindag juga karena adanya factor peraturan yang menyatakan ada PAD yang tidak bisa lagi dikutip Disperindag, begitu juga BLH mungkin karena datanya belum lengkap,” terang Syaiful.

Pengamat anggaran di Sumut, Elfenda Ananda menyebutkan, tingginya silpa anggaran jelas akan berdampak bagi pemerintah dan masyarkaat. Menurutnya, Silpa yang disebabkan efisiensi anggaran memang wajar saja. Namun, nilai wajarnya juga hanya 5 persen dari nilai APBD. Artinya, kalau efisiensi anggaran mencapai di atas 5 persen, ini juga sudah terjadi perencanaan anggaran yang salah.

“Nilai wajar efisiensi anggaran itu 5 persen, kalau di atas itu berarti ada perencanaan yang salah. Memang perencanaan itu tidak bisa sesuai dengan harga riilnya 100 persen. Kalau sesuai dengan harga riilnya berarti itu juga tidak benar. Namun, yang bisa ditolerir kesenjangan harga yang dianggarkan dengan harga riil itu hanya 5 persen,” terang Elfenda.
Sedangkan, silpa yang disebabkan adanya upaya mark up dijelaskannya, hal ini juga pernah terjadi di Kabupaten Batubara. “Kasus kabupaten Batubara pernah mengendapkan anggaran untuk dibungakan sehingga menjadi silpa, ini merupakan satu upaya untuk me mark up anggaran,” sebut Elfenda.

Banyaknya silpa ini kata Elfenda tentu memiliki efek domino terutama untuk perekonomian, social dan politik. Dampak perekonomian disebutkan Elfenda, jika anggaran lambat terealisasi, maka pembangunan juga lambat dan perekonomian tak berjalan dengan baik. “Dampak social tentunya masyarakat yang seharusnya bisa menikmati pembangunan di awal tahun terpaksa baru bisa menikmatinya di akhir tahun,” katanya.

Begitu juga akan berdampak politik bagi pemerintah. “Ini akan menjadi citra buruk bagi pemerintah yang berkuasa. Masyarakat akan terus bertanya kapan realisasi pembangunan jalan dan lainnya. Kalau masyarakat terus bertanya tentu semakin lama akan mencuatkan krisis kepercayaan terhadap pemerintahan,” tegas Elfenda.(adl)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/