25.6 C
Medan
Friday, May 3, 2024

Sidang Kasus Suap 14 Mantan DPRD Sumut: Uang Ketok Palu Diambil Seolah Terima Gaji

MEDAN, SUMUTPOS.CO- Agar terhindar dari operasi tangkap tangan (OTT), anggota DPRD Sumut periode 2009-2014 dan 2014-2019 menyiasati, uang ketok palu pengesahan Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan (LPJP) APBD Tahun Anggaran 2012 diberikan seolah-olah menerima gaji.

SAKSI: Randiman Tarigan dan M Alinafiah memberikan kesaksian dalam sidang kasus suap mantan anggota DPRD Sumut di Pengadilan Tipikor Medan, Senin (4/1). agusman/sumut pos.
SAKSI: Randiman Tarigan dan M Alinafiah memberikan kesaksian dalam sidang kasus suap mantan anggota DPRD Sumut di Pengadilan Tipikor Medan, Senin (4/1). agusman/sumut pos.

Fakta tersebut diungkap M Alinafiah, mantan Bendahara DPRD Sumut yang dihadirkan sebagai saksi dalam sidang lanjutan kasus suap dengan terdakwa 14 mantan anggota DPRD Sumut periode 2009-2014 dan 2014-2019, di Ruang Cakra 8 Pengadilan Tipikor Medan, Senin (4/1).

Menurutnya, untuk menghindari OTT, uang ketok palu diberi seolah-olah resmi. “Seolah-oleh seperti mengambil gaji dan sebagainya. Kalau resmi, mereka pakai tandatangan baru mereka terima uangnya. Kalau tidak resmi, kalau pakai tandatangan mereka tidak mau. Jadi setiap mereka datang saya stabilo,” ungkap Alinafiah.

Mantan Sekretaris Dewan (Sekwan) DPRD Sumut, Randiman Tarigan juga mengungkapkan, uang ketok palu   LPJP APBD merupakan hal yang biasa dilakukan di DPRD Sumut. “Total uang Rp1.550.000.000 untuk pengesahan LPJP APBD tahun 2012, yang dibagi untuk 100 anggota dewan pak,” kata Randiman, menjawab pertanyaan JPU dari KPK.

Uang itu disebutnya sebagai uang ‘ketok palu’ dan sudah biasa dilakukan dalam pengambilan keputusan di DPRD Sumut. “Sudah familiar pak, memang biasa seperti itu,” sebutnya.

Menurut Randiman, uang itu bersumber dari pinjaman Anwar Ul Haq sebesar Rp1,5 miliar. Kemudian Randiman menambahkan, Rp50 juta dari uang pribadinya. “Karena uang belum terkumpul dari SKPD, maka saya berinisiatif meminjam uang Rp1,5 miliar dari Anwar,” katanya.

Uang itu, lanjut saksi, akan dibagi kepada 100 anggota DPRD Sumut, yang jumlahnya bervariasi. “Ketua DPRD Rp150 juta, Wakil Ketua 4 orang masing-masing Rp50 juta, Sekretaris Fraksi masing-masing Rp10 juta, anggota Rp15 juta dan anggota Banggar masing-masing Rp10 juta,” sebutnya.

Pembagian besaran uang itu, katanya lagi, telah ditentukan oleh Kamaluddin Harahap melalui pertemuan di ruang kerja Randiman, yang dihadiri Sigit Pramono Asri, Nurdin Lubis dan Baharuddin Siagian. “Seingat saya Pak Kamal menyerahkan daftar nama untuk membicarakan hal itu, sesudah diserahkan lalu kami siapkanlah data-datanya,” ujarnya.

“Isinya angka dan pembagiannya seperti itu. Tujuannya agar cepatlah diselesaikan LPJP dan dilanjutkan P-APDB,” tandasnya.

Sebelumnya, jaksa KPK Ronald Ferdinan Worotikan mengungkapkan, 14 terdakwa mantan anggota DPRD Sumut meminta “uang ketok palu” terkait pengesahan APBD Provinsi Sumut tahun anggaran 2009-2014 dan 2014-2019 dengan angka bervariasi mulai dari Rp400-Rp700 juta.

Ke-14 terdakwa yang diadili yakni, Nurhasanah, Jamaluddin Hasibuan , Ahmad Hosen Hutagalung, Sudirman Halawa, Ramli, Irwansyah Damanik, Megalia Agustina, Ida Budi Ningsih, Syamsul Hilal, Mulyani, Robert Nainggolan, Layari Sinukaban, Japorman Saragih dan Rahmad Pardamean Hasibuan

Para terdakwa merupakan anggota DPRD Sumut periode 2009 sampai 2014 mempunyai tugas dan wewenang antara lain, membentuk Peraturan Daerah (Perda) Provinsi bersama Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho saat itu.

Para terdakwa dikenai dugaan menerima suap atau hadiah terkait fungsi dan kewenangannya sebagai anggota DPRD Sumut, yakni Laporan Pertanggungjawaban Pemerintah (LPJP) Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Pemerintah Provinsi Sumut TA 2012, persetujuan terhadap Perubahan APBD (P-APBD) Provinsi Sumut TA 2013, persetujuan terhadap APBD Provinsi Sumut TA 2014, persetujuan terhadap P-APBD Provinsi Sumut TA 2014 dan APBD Provinsi Sumut TA 2015. (man)

MEDAN, SUMUTPOS.CO- Agar terhindar dari operasi tangkap tangan (OTT), anggota DPRD Sumut periode 2009-2014 dan 2014-2019 menyiasati, uang ketok palu pengesahan Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan (LPJP) APBD Tahun Anggaran 2012 diberikan seolah-olah menerima gaji.

SAKSI: Randiman Tarigan dan M Alinafiah memberikan kesaksian dalam sidang kasus suap mantan anggota DPRD Sumut di Pengadilan Tipikor Medan, Senin (4/1). agusman/sumut pos.
SAKSI: Randiman Tarigan dan M Alinafiah memberikan kesaksian dalam sidang kasus suap mantan anggota DPRD Sumut di Pengadilan Tipikor Medan, Senin (4/1). agusman/sumut pos.

Fakta tersebut diungkap M Alinafiah, mantan Bendahara DPRD Sumut yang dihadirkan sebagai saksi dalam sidang lanjutan kasus suap dengan terdakwa 14 mantan anggota DPRD Sumut periode 2009-2014 dan 2014-2019, di Ruang Cakra 8 Pengadilan Tipikor Medan, Senin (4/1).

Menurutnya, untuk menghindari OTT, uang ketok palu diberi seolah-olah resmi. “Seolah-oleh seperti mengambil gaji dan sebagainya. Kalau resmi, mereka pakai tandatangan baru mereka terima uangnya. Kalau tidak resmi, kalau pakai tandatangan mereka tidak mau. Jadi setiap mereka datang saya stabilo,” ungkap Alinafiah.

Mantan Sekretaris Dewan (Sekwan) DPRD Sumut, Randiman Tarigan juga mengungkapkan, uang ketok palu   LPJP APBD merupakan hal yang biasa dilakukan di DPRD Sumut. “Total uang Rp1.550.000.000 untuk pengesahan LPJP APBD tahun 2012, yang dibagi untuk 100 anggota dewan pak,” kata Randiman, menjawab pertanyaan JPU dari KPK.

Uang itu disebutnya sebagai uang ‘ketok palu’ dan sudah biasa dilakukan dalam pengambilan keputusan di DPRD Sumut. “Sudah familiar pak, memang biasa seperti itu,” sebutnya.

Menurut Randiman, uang itu bersumber dari pinjaman Anwar Ul Haq sebesar Rp1,5 miliar. Kemudian Randiman menambahkan, Rp50 juta dari uang pribadinya. “Karena uang belum terkumpul dari SKPD, maka saya berinisiatif meminjam uang Rp1,5 miliar dari Anwar,” katanya.

Uang itu, lanjut saksi, akan dibagi kepada 100 anggota DPRD Sumut, yang jumlahnya bervariasi. “Ketua DPRD Rp150 juta, Wakil Ketua 4 orang masing-masing Rp50 juta, Sekretaris Fraksi masing-masing Rp10 juta, anggota Rp15 juta dan anggota Banggar masing-masing Rp10 juta,” sebutnya.

Pembagian besaran uang itu, katanya lagi, telah ditentukan oleh Kamaluddin Harahap melalui pertemuan di ruang kerja Randiman, yang dihadiri Sigit Pramono Asri, Nurdin Lubis dan Baharuddin Siagian. “Seingat saya Pak Kamal menyerahkan daftar nama untuk membicarakan hal itu, sesudah diserahkan lalu kami siapkanlah data-datanya,” ujarnya.

“Isinya angka dan pembagiannya seperti itu. Tujuannya agar cepatlah diselesaikan LPJP dan dilanjutkan P-APDB,” tandasnya.

Sebelumnya, jaksa KPK Ronald Ferdinan Worotikan mengungkapkan, 14 terdakwa mantan anggota DPRD Sumut meminta “uang ketok palu” terkait pengesahan APBD Provinsi Sumut tahun anggaran 2009-2014 dan 2014-2019 dengan angka bervariasi mulai dari Rp400-Rp700 juta.

Ke-14 terdakwa yang diadili yakni, Nurhasanah, Jamaluddin Hasibuan , Ahmad Hosen Hutagalung, Sudirman Halawa, Ramli, Irwansyah Damanik, Megalia Agustina, Ida Budi Ningsih, Syamsul Hilal, Mulyani, Robert Nainggolan, Layari Sinukaban, Japorman Saragih dan Rahmad Pardamean Hasibuan

Para terdakwa merupakan anggota DPRD Sumut periode 2009 sampai 2014 mempunyai tugas dan wewenang antara lain, membentuk Peraturan Daerah (Perda) Provinsi bersama Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho saat itu.

Para terdakwa dikenai dugaan menerima suap atau hadiah terkait fungsi dan kewenangannya sebagai anggota DPRD Sumut, yakni Laporan Pertanggungjawaban Pemerintah (LPJP) Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Pemerintah Provinsi Sumut TA 2012, persetujuan terhadap Perubahan APBD (P-APBD) Provinsi Sumut TA 2013, persetujuan terhadap APBD Provinsi Sumut TA 2014, persetujuan terhadap P-APBD Provinsi Sumut TA 2014 dan APBD Provinsi Sumut TA 2015. (man)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/