26 C
Medan
Wednesday, May 15, 2024

Wawancara Khusus dengan Irjen Pol Oegroseno

Saya Sudah Jatuh Cinta…

Kamis (3/3), pukul 22.30 WIB, rumah dinas Kapolda Sumut di Jalan Wali Kota, masih ramai. Beberapa orang tampak menunggu untuk bertemu Irjen Pol Oegroseno, yang segera akan mengakhiri masa jabatan sebagai Kapolda Sumut. Sekitar setengah jam menunggu, ajudan Kapolda memanggil wartawan koran ini ke sebuah ruangan di rumah dinas itu.

Ruangan tunggu ini lebih mirip bar mini, dilengkapi peralatan musik dengan televisi flat dan kursi-kursi santai.  Tak lama, Irjen Pol Oegroseno masuk menemui Sumut Posn
Ia memakai t-shirt berwarna gelap dan ketat sehingga menampakkan tubuhnya yang masih tegap. Dengan senyum khasnya, Oegroseno menyapa.

Apa kabar pak?
Alhamdulillah baik. Kebetulan sekali, hari ini pas setahun saya bertugas di Sumut. Saya masuk tanggal 3 Maret 2010.

Bapak segera mengakhiri masa jabatan sebagai Kapolda Sumut, selama bertugas apa yang paling menyita perhatian?
Pasti kasus perampokan CIMB Niaga. Tapi Alhamdulillah, kasus itu terungkap secara gamblang selama 1,5 bulan. Kasus ini benar-benar menyita perhatian apalagi ada anggota polisi yang tewas di sana.

Apa kesulitan mengungkap kasus tersebut, apakah karena ada tekanan dari Mabes misalnya atau tekanan masyarakat?
Tidak ada tekanan. Yang jadi kesulitan itu, pertama, tidak ada satupun petunjuk di TKP mengenai pelaku. Semua saksi yang diperiksa tidak ada yang bisa memberikan petunjuk yang mengarah ke komplotan pelaku. Barang bukti di TKP pun tidak bisa dijadikan petunjuk.

Lalu apa yang bisa dijadikan petunjuk?
Satu-satunya yang mengarah ke komplotan perampok yaitu senjata M-16 milik anggota Brimob yang tertembak. Artinya, siapapun yang memegang senjata Brimob yang hilang itu, merekalah pelakunya.

Selama setahun bertugas di Sumut, apa kesan Bapak?
Pertama, saya datang ke sini setelah kejadian demo Protap. Saya pikir kasus ini akan sulit. Tapi dengan dialog dengan unsur-unsur masyarakat di sini, semuanya bisa diatasi dengan baik. Masyarakat Sumut masih mau berdialog dan musyawarah memecahkan masalah. Masyarakat Melayu di sini, benar-benar bisa memberikan kontribusi bagi bangsa. Kita lihat saja, kalau di daerah Jawa, orang demo masih membawa binatang seperti kerbau dan lain-lain, di sini demo masih mengajak manusia.
Sebelum bertugas, saya dipesankan oleh Kapolri untuk menertibkan reserse.

Apakah ada kesulitan menertibkan reserse?
Tidak sulit kok. Intinya, komunikasi atasan dengan bawahan berjalan. Yang terjadi memang komunikasi itu yang tidak ada. Atasan membiarkan anak buah. Padahal, sesalah apapun anak buah, kadang begitu ditegur masih mau berubah. Mereka merasa diperhatikan.
Kondisi polisi di Sumut masih jauh lebih baik daripada di Jakarta. Di Jakarta, anak buah tidak lagi menghargai atasan.

Apa tanggapan Bapak terhadap masyarakat di sini?
Terus terang saja saya kaget. Awalnya saya pikir sulit. Saya pikir masyarakat di sini susah diatur. Tapi ternyata dengan dialog, semua bisa berjalan baik. Menurut saya, masyarakat Sumut tidak kasar tapi keras.

Untuk membuka dialog dengan masyarakat, pejabatnya jangan bergaya eksklusif. Di rumah jabatan Kapolda ini, terbuka 24 jam bagi masyarakat yang ingin datang. Tapi, kalau pejabatnya membatasi diri di rumah jabatan seperti praktek dokter, saya yakin masyarakat akan menjauh.

Menurut Bapak, apa tingkat kerawanan yang harus paling diwaspadai di Sumut?
Persoalan SARA menurut saya tidak begitu besar. Yang harus diwaspadai adalah peredaran senjata api karena Sumut berdekatan dengan Aceh.

Di kalangan polisi dan masyarakat, Bapak terkenal tegas dan keras jika ada anggota polisi yang bertindak tidak sesuai prosedur. Apakah ada perlawanan di lingkungan internal karena sikap itu?
Alhamdulillah tidak ada. Ya itu tadi. Komunikasi atasan dengan bawahan harus dijaga.

Selain urusan tugas, apalagi yang membuat Bapak terkesan?
Operasi pengejaran kelompok bersenjata di Dolok Masihul. Pengalaman itu tidak akan terlupakan bagi saya. Warga di sana benar-benar ikut membantu aparat dengan tulus. Mereka menyediakan makan, minum dan tempat istirahat.

Bahkan, sampai sekarang saya masih sering rindu dengan singkong roti dari sana. Kalau saya sedang kepengen, saya minta tolong camatnya mengantarkan.

Dari hati saya, saya sudah jatuh cinta ke masyarakat di sini. Bukan dalam arti jatuh cinta ke perempuan ya. Tapi jatuh cinta ke masyarakatnya. Saya sudah fall in love.
Saya sudah bertugas di Sulteng, Surabaya, Nusa Tenggara Timur, tapi kesan saya biasa-biasa saja.

Apa berat Bapak meninggalkan Sumut?
Namanya orang sudah jatuh cinta.

Menurut Anda gimana rasanya meninggalkan yang Anda cintai….?
Ada kemungkinan Bapak menghabiskan masa pensiun di Sumut?
Ya mungkin sekali. Istri sayapun sudah merasakan perasaan yang sama seperti saya.

Apa yang bisa Bapak sampaikan di akhir wawancara ini?
Saya tidak pernah yakin di Sumut ini ada kegiatan terorisme. Itu saja. (indrawan/zulkifli)

Saya Sudah Jatuh Cinta…

Kamis (3/3), pukul 22.30 WIB, rumah dinas Kapolda Sumut di Jalan Wali Kota, masih ramai. Beberapa orang tampak menunggu untuk bertemu Irjen Pol Oegroseno, yang segera akan mengakhiri masa jabatan sebagai Kapolda Sumut. Sekitar setengah jam menunggu, ajudan Kapolda memanggil wartawan koran ini ke sebuah ruangan di rumah dinas itu.

Ruangan tunggu ini lebih mirip bar mini, dilengkapi peralatan musik dengan televisi flat dan kursi-kursi santai.  Tak lama, Irjen Pol Oegroseno masuk menemui Sumut Posn
Ia memakai t-shirt berwarna gelap dan ketat sehingga menampakkan tubuhnya yang masih tegap. Dengan senyum khasnya, Oegroseno menyapa.

Apa kabar pak?
Alhamdulillah baik. Kebetulan sekali, hari ini pas setahun saya bertugas di Sumut. Saya masuk tanggal 3 Maret 2010.

Bapak segera mengakhiri masa jabatan sebagai Kapolda Sumut, selama bertugas apa yang paling menyita perhatian?
Pasti kasus perampokan CIMB Niaga. Tapi Alhamdulillah, kasus itu terungkap secara gamblang selama 1,5 bulan. Kasus ini benar-benar menyita perhatian apalagi ada anggota polisi yang tewas di sana.

Apa kesulitan mengungkap kasus tersebut, apakah karena ada tekanan dari Mabes misalnya atau tekanan masyarakat?
Tidak ada tekanan. Yang jadi kesulitan itu, pertama, tidak ada satupun petunjuk di TKP mengenai pelaku. Semua saksi yang diperiksa tidak ada yang bisa memberikan petunjuk yang mengarah ke komplotan pelaku. Barang bukti di TKP pun tidak bisa dijadikan petunjuk.

Lalu apa yang bisa dijadikan petunjuk?
Satu-satunya yang mengarah ke komplotan perampok yaitu senjata M-16 milik anggota Brimob yang tertembak. Artinya, siapapun yang memegang senjata Brimob yang hilang itu, merekalah pelakunya.

Selama setahun bertugas di Sumut, apa kesan Bapak?
Pertama, saya datang ke sini setelah kejadian demo Protap. Saya pikir kasus ini akan sulit. Tapi dengan dialog dengan unsur-unsur masyarakat di sini, semuanya bisa diatasi dengan baik. Masyarakat Sumut masih mau berdialog dan musyawarah memecahkan masalah. Masyarakat Melayu di sini, benar-benar bisa memberikan kontribusi bagi bangsa. Kita lihat saja, kalau di daerah Jawa, orang demo masih membawa binatang seperti kerbau dan lain-lain, di sini demo masih mengajak manusia.
Sebelum bertugas, saya dipesankan oleh Kapolri untuk menertibkan reserse.

Apakah ada kesulitan menertibkan reserse?
Tidak sulit kok. Intinya, komunikasi atasan dengan bawahan berjalan. Yang terjadi memang komunikasi itu yang tidak ada. Atasan membiarkan anak buah. Padahal, sesalah apapun anak buah, kadang begitu ditegur masih mau berubah. Mereka merasa diperhatikan.
Kondisi polisi di Sumut masih jauh lebih baik daripada di Jakarta. Di Jakarta, anak buah tidak lagi menghargai atasan.

Apa tanggapan Bapak terhadap masyarakat di sini?
Terus terang saja saya kaget. Awalnya saya pikir sulit. Saya pikir masyarakat di sini susah diatur. Tapi ternyata dengan dialog, semua bisa berjalan baik. Menurut saya, masyarakat Sumut tidak kasar tapi keras.

Untuk membuka dialog dengan masyarakat, pejabatnya jangan bergaya eksklusif. Di rumah jabatan Kapolda ini, terbuka 24 jam bagi masyarakat yang ingin datang. Tapi, kalau pejabatnya membatasi diri di rumah jabatan seperti praktek dokter, saya yakin masyarakat akan menjauh.

Menurut Bapak, apa tingkat kerawanan yang harus paling diwaspadai di Sumut?
Persoalan SARA menurut saya tidak begitu besar. Yang harus diwaspadai adalah peredaran senjata api karena Sumut berdekatan dengan Aceh.

Di kalangan polisi dan masyarakat, Bapak terkenal tegas dan keras jika ada anggota polisi yang bertindak tidak sesuai prosedur. Apakah ada perlawanan di lingkungan internal karena sikap itu?
Alhamdulillah tidak ada. Ya itu tadi. Komunikasi atasan dengan bawahan harus dijaga.

Selain urusan tugas, apalagi yang membuat Bapak terkesan?
Operasi pengejaran kelompok bersenjata di Dolok Masihul. Pengalaman itu tidak akan terlupakan bagi saya. Warga di sana benar-benar ikut membantu aparat dengan tulus. Mereka menyediakan makan, minum dan tempat istirahat.

Bahkan, sampai sekarang saya masih sering rindu dengan singkong roti dari sana. Kalau saya sedang kepengen, saya minta tolong camatnya mengantarkan.

Dari hati saya, saya sudah jatuh cinta ke masyarakat di sini. Bukan dalam arti jatuh cinta ke perempuan ya. Tapi jatuh cinta ke masyarakatnya. Saya sudah fall in love.
Saya sudah bertugas di Sulteng, Surabaya, Nusa Tenggara Timur, tapi kesan saya biasa-biasa saja.

Apa berat Bapak meninggalkan Sumut?
Namanya orang sudah jatuh cinta.

Menurut Anda gimana rasanya meninggalkan yang Anda cintai….?
Ada kemungkinan Bapak menghabiskan masa pensiun di Sumut?
Ya mungkin sekali. Istri sayapun sudah merasakan perasaan yang sama seperti saya.

Apa yang bisa Bapak sampaikan di akhir wawancara ini?
Saya tidak pernah yakin di Sumut ini ada kegiatan terorisme. Itu saja. (indrawan/zulkifli)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/